Ayat-Ayat Al-Qur'an yang Pertama Kali Turun
Daras TafsirDengan mengharap rida Allah SWT dan ilmu yang bermanfaat dan berkah, mari sejenak kita membaca surah al-Fatihah untuk penulis kitab Zubdat al-Itqan yang sedang kita kaji bersama. Untuk Abuya al-Sayyid Muhammad b. ‘Alwi al-Maliki al-Hasani, al-Fatihah.
Ketika menjelaskan materi ini, berpagi-pagi Abuya telah menegaskan terlebih dahulu bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hal ini ayat al-Qur’an yang pertama kali turun. Secara keseluruhan, ada 4 pendapat yang beliau kutip dan deskripsikan. Namun tentu saja dari keempat pendapat itu, salah satu di antaranya menjadi pilihan mayoritas ulama karena didukung oleh berbagai argumentasi yang sahih, baik naqliy maupun ‘aqliy. Pendapt itu pula yang diamini oleh Abuya, sebagaimana terbaca nanti, insya Allah.
Pendapat pertama ialah pendapat yang sahih itu menyatakan bahwa ayat yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW adalah surah al-‘Alaq [96]: 1-5. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim, dari Umm al-Mu’minin ‘Aisyah RA. Beliau berkata:
Awal pertama wahyu yang didatangkan kepada Rasulullah SAW adalah berupa mimpi yang benar di waktu tidur. Di dalam mimpi itu, beliau tidak melihat apapun melainkan datang kepada beliau bagaikan cahaya subuh. Kemudian timbullah keinginan beliau berkhalwat (menyendiri). Maka beliau pergi ke Gua Hira’ dan bertahannus (melakukan ibadah) di sana beberapa hari lamanya, dan untuk itu beliau membawa bekal. Kemudian beliau kembali ke (rumah) Khadijah, maka Khadijah membekali beliau seperti semula sampai hak (kebenaran) datang kepada beliau ketika beliau sedang berada di Gua Hira’. Maka (Jibril) datang seraya berkata, “Bacalah!” Aku (menjawab), “Aku tidak pandai membaca.” Malaikat itu kemudian menarik dan memelukku erat-erat sehingga aku kepayahan. Kemudian malaikat melepaskanku dan berkata lagi, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak pandai membaca.” Maka malaikat itu menarik dan memelukku erat-erat untuk kedua kalinya sehingga aku kepayahan. Kemudian malaikat melepaskanku dan berkata lagi, “Bacalah!” Aku menjawab, “Aku tidak pandai menjawab.” Malaikat itu kembali memelukku ketiga kalinya sampai aku kepayahan kemudian melepaskanku kembali. Lalu malaikat berkata, “Iqra’ bismirabbika” sampai pada ayat “Maa lam ya‘alam.” Kemudian Rasulullah SAW kembali ke rumah Khadijah dengan gemetar karena peristiwa yang baru saja dialaminya itu.
Pendapat kedua, menilai permulaan surah al-Muddatstsir sebagai ayat yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW. Tidak tanggung-tanggung, pendapat ini juga mendasarkan penilaiannya dengan sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Hanya saja perawinya berbeda dengan sebelumnya. Bila hadis di atas perawinya adalah ‘Aisyah, maka hadis berikut perawinya adalah Jabir b. ‘Abdillah. Keduanya sama-sama dari golongan sahabat Nabi SAW.
Diriwayatkan bahwa Abi Salamah b. ‘Abd al-Rahman bertanya kepada Jabir, “Apa ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun?” Jabir menjawab, “Ya Ayyuhal Muddatstsir.” Abi Salamah bertanya lagi, “Bukankah Iqra’ bismirabbika yang pertama kali turun?” Jabir menjawab, “Aku ceritakan kepadamu apa yang telah diceritakan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku beriktiaf di Gua Hira’. Setelah iktikafku selesai, aku turun. Ketika aku selesai menuruni lembah, aku melihat depan, belakang, kanan dan kiriku, kemudian aku melihat ke langit, tiba-tiba (ada) dia—yakni Jibril. Aku pun kaget/gemetar dibuatnya. Maka aku mendatangi Khadijah dan memerintahkan mereka untuk menyelimutiku, maka Allah menurunkan, “Wahai (Nabi Muhammad SAW) yang berselimut! Bangkitlah, lalu berilah peringatan!”
Sampai di sini, kita dapat bertanya, “Lantas manakah pendapat yang benar, pertama atau kedua? Jika memang pendapat pertama yang diikuti oleh mayoritas ulama, bagaimana mereka menjawab hadis riwayat Jabir b. ‘Abdillah di atas?” Nah, dalam hal ini, Abuya menguraikan 3 opsi jawaban yang diberikan oleh mereka yakni mayoritas ulama terhadap pendapat kedua. Pertama, bahwa yang dimaksud dengan “permulaan” dalam hadis-nya Jabir adalah “permulaan khusus”, yakni permulaan turunnya perintah kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberi peringatan (awaliyyat al-amr bi al-indzar). Artinya, surah al-Muddatstsir adalah surah yang pertama kali turun dalam konteks risalah, sedangkan surah al-‘Alaq dalam konteks nubuwwah. Jawaban pertama ini dikomentari oleh Abuya, “Ini adalah jawaban yang jayyid-sadid.”
Kedua, bahwa yang dimaksud dengan Jabir adalah surah yang pertama kali turun secara sempurna, mulai dari awal hingga akhir. Tentunya hal ini tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa surah al-‘Alaq-lah yang pertama kali diturunkan, karena surah tersebut memang hanya diturunkan bagian permulaannya saja. Dengan kata lain, surah al-‘Alaq adalah surah yang pertama kali diturunkan secara mutlak (meski tidak sempurna, mulai dari awal hingga akhir), sedangkan surah al-Muddatstsir adalah surah terlengkap yang pertama kali diturunkan. Jadi distingsi yang signifikan antara keduanya terletak pada lengkap-tidaknya sebuah surah saat diturunkan. Jawaban kedua ini dikuatkan oleh sebuah riwayat lain dari Jabir sendiri, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Baca Juga : Pajak, Rakyat dan Perilaku Pejabat Pajak
Tatkala aku tengah berjalan, aku mendengar suara dari arah langit. Aku angkat kepalaku dan tiba-tiba aku lihat malaikat yang dahulu datang kepadaku di Gua Hira’ sedang duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Kemudian aku pulang dan berkata, “Selimutilah aku, selimutilah aku,” maka mereka menyelimutiku. Maka Allah menurunkan, “Wahai (Nabi Muhammad SAW) yang berselimut.”
Hadis riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim di atas menjadi bukti yang kuat bahwa surah al-‘Alaq-lah yang pertama kali diturunkan. Hal ini dipahami dari sabda Rasulullah SAW sendiri yang berbunyi, “Aku lihat malaikat yang dahulu datang kepadaku di Gua Hira’.” Artinya, kisah di atas dialami setelah kisah Gua Hira’ yang dituturkan oleh Umm al-Mu’minin ‘Aisyah RA, yang mana pada waktu itu Rasulullah SAW menerima permulaan surah al-‘Alaq. “Jawaban ini merupakan jawaban tersahih dari segi dalil,” demikian tulis Abuya.
Ketiga, bahwa apa yang diungkapkan oleh Jabir itu sejatinya merupakan hasil ijtihadnya sendiri, bukan hasil periwayatannya. Oleh karenanya, hadis yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah didahulukan atau diutamakan daripada ijtihadnya itu. Abu menuliskan, “Ini pun merupakan jawaban terbaik.”
Pendapat ketiga, menilai bahwa surah yang pertama kali turun adalah surah al-Fatihah. Pendapat ini berargumentasi dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi. Bahwa:
Rasulullah SAW berkata kepada Khadijah, “Sesungguhnya ketika aku berkhalwat sendirian, aku mendengar suara yang demi Allah sangat menakutkanku.” Khadijah menghibur, “Berlindunglah kepada Allah, tiadalah mungkin Dia berbuat begitu kepada engkau. Engkau demi Allah adalah orang yang suka menunaikan amanah, menyambung silaturahim, selalu benar dalam berbicara.” Kemudian Abu Bakar masuk ke rumah Khadijah dan istri beliau ini pun menceritakan apa yang baru saja didengarnya. Kemudian Khadijah menyuruh Abu Bakar membawa Nabi kepada seorang tua yang memeluk agama Nasrani yang bernama Waraqah b. Naufal. Nabi dan Abu Bakar menceritakan kejadian suara itu kepadanya. “Aku mendengar suara memanggil-manggilku, ‘Hai Muhammad, hai Muhammad’ dari arah belakang. Kemudian aku lari ketakutan.” Orang tua itu menasehati, “Jangan bertindak apa pun bila ia datang lagi dan hendaklah engkau tenang dan dengar apa yang dikatakannya.” Dan ternyata suara itu datang lagi memanggil-manggil Muhammad. Suara itu memerintahkan, “Katakanlah, ‘Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi rabbil ‘alamin sampai dengan waladhdhallin.’”
Berkenaan dengan pendapat ini, para ulama menjawab bahwa hadis di atas berstatus mursal yang dengan sendirinya tidak bisa dijadikan pedoman. Ada juga yang menjawab bahwa hadis di atas kemungkinan terjadi setelah turunnya Iqra’ kepada Rasulullah SAW.
Pendapat keempat, menyatakan bahwa yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW adalah bismillahirrahmanirrahim. Berkenaan dengan pendapat ini, al-Suyuthi menjawab, “Ini tidaklah bisa dianggap sebagai pendapat yang berdiri sendiri, karena sudah menjadi sebuah keniscayaan dari turunnya sebuah surah, turunnya basmalah yang menyertainya.”
Selain keempat pendapat di atas, masih ada pendapat-pendapat lain seputar ayat atau surah yang pertama kali turun kepada Rasulullah SAW. Tetapi semuanya “bermasalah” dari sisi sanadnya. Kalau pun sahih, maka diasumsikan sebagai “salah satu yang pertama kali turun” bukan “yang pertama kali turun secara mutlak”. Demikian kajian kitab Zubdat al-Itqan pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat dan berkah, wa shalla Allah ‘ala Sayyidina Muhammad al-Mushthafa.
Sumber Rujukan:
Al-Sayyid Muhammad b. ‘Alwi al-Maliki al-Hasani, Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (Jeddah: Dar al-Syuruw, 1986), 15-16.
Jalaluddin al-Suyuthi, al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Mu’assasah al-Risalah Nasyirun, 2008), 61-63.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Mukadimah (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 212-214.
M. Quraish Shihab, Al-Qur’an dan Maknanya (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 575.
Abi al-Sa‘adat al-Mubarak b. Muhammad al-Jazariy b. al-Atsir, al-Nihayah fi Gharib al-Hadits wa al-Atsar (Dammam: Dar Ibn al-Jawziy, 1421 H), 172.