Lahirnya 'Ulum Al-Qur'an
Daras TafsirDengan mengharap rida Allah SWT dan ilmu yang bermanfaat dan berkah, mari sejenak membaca surah al-Fatihah kepada penulis kitab Zubdah al-Itqan yang sedang kita kaji bersama, al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki. Untuk beliau, al-Fatihah.
Pada kesempatan kali ini, melanjutkan keterangan pekan kemarin, Abuya menjelaskan:
Demikianlah, sehingga sekarang ini, di tangan kita, terdapat karya-karya yang bermacam-macam dan ensiklopedia-ensiklopedia yang berharga, tentang apa yang kita sebut sebagai Ilmu al-Qira’at, Ilmu al-Tajwid, Ilmu al-Naskh al-‘Utsmani, Ilmu al-Tafsir, Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh, Ilmu Gharib al-Qur’an, Ilmu I‘jaz al-Qur’an, Ilmu I‘rab al-Qur’an, dan lain sebagainya yang termasuk ke dalam Ilmu-ilmu Agama dan Bahasa Arab. Tidak diragukan lagi bahwa semua disiplin ilmu tersebut dianggap sebagai ilmu yang paling cemerlang yang diperkenalkan oleh sejarah untuk “menjaga” Tuan Seluruh Kitab (Sayyid al-Kutub). Fenomena ini menjadi mukjizat ilahi yang membenarkan firman-Nya SWT, “Sesungguhnya Kami Yang menurunkan adz-Dizkr (al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami baginya adalah benar-benar para Pemelihara (keasliannya dan kekekalannya).” (Surah al-Hijr [15]: 9)
Sungguh ilmu-ilmu tersebut telah melahirkan anak baru. Ia merupakan kombinasi dan keturunannya. Di dalamnya (anak itu) terdapat maksud-maksud, tujuan-tujuan, keistimewan-keistimewaan dan rahasia-rahasia ilmu-ilmu tersebut. Bahwa seorang anak adalah rahasia (sirr) dari ayahnya. Mereka (para ulama) menamainya ‘Ulum al-Qur’an. Itu lah tema kajian kita pada kitab ini, insya Allah. Akan tetapi, kita akan fokus pada hal-hal yang berkaitan dengan Ilmu Tafsir (saja), karena untuk memudahkan para penyelam dalam mengarungi (samudera) Tafsir al-Qur’an al-Karim, seperti sebuah kunci bagi para mufasir. Oleh karena itu, dari sisi ini, ia seperti ‘Ulum al-Hadits bagi orang yang hendak mempelajari ‘Ilmu al-Hadits.
Baca Juga : Lebai Mamat Membangun Peradaban Di Gunung Totek Kayong Utara Kalimantan Barat
Sampai di sini, ada 3 hal yang perlu penulis ulas lebih lanjut terkait penjelasan Abuya di atas. Yakni pemahaman sekilas tentang beberapa disiplin Ilmu al-Qur’an yang beliau sebutkan, penjagaan atas keotentikan dan keabadian al-Qur’an, dan seputar kelahiran ‘Ulum al-Qur’an. Perinciannya adalah sebagai berikut:
Mengenal Beberapa Disiplin Ilmu al-Qur’an
“Apa sih yang dimaksud dengan Ilmu al-Qira’at, Ilmu al-Naskh al-‘Utsmani, Ilmu Gharib al-Qur’an dan lain sebagainya yang disebut oleh Abuya di atas?” Nah, pertanyaan yang mungkin terbetik di benak pembaca ini lah yang hendak didudukkan oleh penulis. Tentu dengan menggarisbawahi definisi atau pemahaman mendasarnya saja, karena penjelasan detailnya akan dijelaskan oleh Abuya pada kesempatan mendatang, insya Allah.
1. Ilmu al-Qira’at : sebuah ilmu yang membahas tentang tata cara membaca kalimat-kalimat al-Qur’an dan perbedaannya, berdasarkan periwayatan yang jelas dari Rasulullah SAW. Artinya, fokus kajian ilmu ini adalah mempelajari ragam bacaan al-Qur’an, dengan jalur periwayatan yang jelas. Oleh karena itu, agar terhindar dari bacaan-bacaan yang menyimpang, para ulama meletakkan 3 kaidah/syarat utama. Yakni sesuai dengan kaidah Bahasa Arab meskipun hanya dari satu sisi, sesuai dengan tulisan (rasm) salah satu Mushaf ‘Utsmani meskipun dengan pertimbangan (ihtimalan) dan jalur periwayatan yang sahih.
Baca Juga : Beberapa Faedah Terkait Asbab al-Nuzul (Bagian Ketiga)
2. Ilmu al-Tajwid : sebuah ilmu yang fokus tujuannya adalah memberikan hak pada setiap huruf di dalam al-Qur’an, mulai dari makhraj, sifat, ghunnah, tarqiq, tafkhim hingga mad dan lain sebagainya. Dengan kata lain, pembacaan yang baik dan benar terhadap huruf-huruf dan kalimat-kalimat di dalam al-Qur’an dengan memperhatikan ketentuan-ketentuannya. Semua itu dilakukan secara proporsional, tidak sewenang-wenang, dipaksakan (takalluf), maupun berlebihan hingga melampaui batas yang wajar.
3. Ilmu al-Naskh al-‘Utsmani : suatu ilmu yang membahas tentang kekhususan tata cara menulis al-Qur’an dan kaidah-kaidahnya. Istilah al-‘Utsmani di sini merujuk pada mushaf al-Qur’an yang ditulis pada masa kekhalifahan sahabat ‘Utsman bin ‘Affan RA. Adanya karakteristik tersendiri pada tulisan (rasm) Mushaf ‘Utsmani yang sedikit-banyak berbeda dengan tulisan bahasa Arab pada umumnya, membuat ilmu ini penting untuk dipelajari agar mushaf-mushaf yang beredar tidak menyalahi Rasm ‘Utsmani tersebut. Hal ini mengingat mayoritas ulama berpendapat bahwa rasm tersebut adalah hasil bimbingan dan arahan langsung dari Rasulullah SAW (tawqifi).
4. Ilmu al-Tafsir : ilmu yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan al-Qur’an, seperti dari sisi turunnya (sebagai contoh Makki dan Madani), sanadnya, penyampaiannya, makna-maknanya yang berhubungan dengan hukum dan lain sebagainya.
5. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh : secara singkat, ilmu ini membahas tentang penghapusan suatu hukum syariat dengan dalil syariat yang lain. Seperti hukum masa iddah 1 tahun yang dihapus (diganti) menjadi 4 bulan 10 hari.
Baca Juga : Diperlukan Sistem Pengaderan Baru Aktivis Organisasi Ekstra Kampus
6. Ilmu Gharib al-Qur’an : sebagaimana dijelaskan oleh Musa‘id bin Sulaiman al-Thayyar bahwa yang dimaksud dengan gharib di sini bukan lah kata yang samar maknanya. Akan tetapi, lebih merujuk pada kosakata al-Qur’an secara umum. Oleh karena itu, kitab-kitab yang berkenaan dengan ilmu ini, memberi pehatian pada petunjuk (dilalah) dari kosakata-kosakata tersebut. Dengan demikian, Ilmu Gharib al-Qur’an adalah sebuah ilmu yang membahas tentang petunjuk-pentunjuk yang dikandung oleh kosakata-kosakata di dalam al-Qur’an.
7. ‘Ilmu I‘jaz al-Qur’an : Secara umum, yang dimaksud dengan I‘jaz al-Qur’an di sini adalah menampakkan kebenaran Nabi Muhammad SAW dalam dakwah risalah yang beliau sampaikan, dengan cara menjelaskan kelemahan/ketidakmampuan jin dan manusia untuk menentang mukjizatnya yang abadi, yakni al-Qur’an. Oleh karena itu, ilmu ini menjelaskan sisi-sisi keistimewaan al-Qur’an yang mengungguli semua karya manusia, mulai dari sisi kebahasaan, pemberitaan hal-hal gaib, informasi ilmiah dan lain sebagainya.
8. Ilmu I‘rab al-Qur’an : sebagaimana terlihat dari judulnya, ilmu ini membahas seputar sintaksis kalimat al-Qur’an, yakni pengaturan dan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar. Sebagai contoh mubtada’, khabar, na‘at/shifat, fa‘il, maf‘ul dan lain sebagainya.
Demikian kurang lebih, maksud dari 8 cabang Ilmu al-Qur’an yang disinggung oleh Abuya di atas.
Baca Juga : Kritik Atas Paradigma Radikal
Penjagaan Atas al-Qur’an: Keotentikan dan Keabadian
Setelah menyebutkan 8 cabang Ilmu al-Qur’an, Abuya “menghubungkan” fenomena khidmah yang luar biasa yang dicurahkan oleh para ulama pada al-Qur’an, dengan firman Allah SWT dalam surah al-Hijr [15]: 9 berikut ini:
Sesungguhnya Kami Yang menurunkan adz-Dizkr (al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami baginya adalah benar-benar para Pemelihara (keasliannya dan kekekalannya).
Baca Juga : Boikot, Kolonialisme dan Sikap Perlawanan
Tegasnya, wujud penjagaan Allah SWT atas al-Qur’an itu nampak jelas dari perhatian umat Islam dari masa ke masa pada kitab suci tersebut. Pada konteks ini, ‘Abbdullah Darraz menjelaskan bahwa setidaknya perhatian umat Islam pada al-Qur’an itu terlihat dari dua hal. Dua hal ini tersirat dari penamaan kitab suci tersebut sebagai “al-Qur’an” (bacaan) dan al-Kitab (tulisan). Yakni perhatian dengan menjaganya, baik secara hafalan maupun tulisan. Dua hal ini pula yang menjadi basis terlaksananya jaminan Allah SWT atas keabadian dan keotentikan al-Qur’an dari segala macam perubahan, penyelewangan maupun penggantian.
Jika ada yang bertanya, “Mengapa al-Qur’an mendapat jaminan penjagaan demikian, sedangkan kitab-kitab samawi yang lain tidak?” Jawabannya, menurut ‘Abdullah Darraz, tidak lain karena kitab-kitab samawi selain al-Qur’an itu datang secara temporal (tawqit), bukan abadi (ta’bid) seperti al-Qur’an. Dengan kata lain, kitab-kitab samawi selain al-Qur’an itu diturunkan untuk kaum/masyarakat yang terbatas dan dalam kurun waktu yang terbatas. Di samping itu, penjagaannya pun ditanggungkan kepada manusia (para ulama dan pendeta mereka), sebagaimana dipahami dari firman Allah SWT dalam surah al-Ma’idah [5]: 44 berikut ini:
Sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya.
Jika kita kembali pada dua aspek penjagaan Allah SWT atas al-Qur’an yang dijelaskan oleh ‘Abdullah Darraz (yakni hafalan dan tulisan [mushaf]), maka penjelasan Abuya di atas secara tidak langsung memberi tambahan aspek baru. Yakni bahwa perhatian umat Islam, khususnya para ulama, terhadap Ilmu-ilmu al-Qur’an pada hakikatnya juga merupakan bentuk jaminan Allah SWT atas keabadian dan keotentikan al-Qur’an. Karena dengan ilmu-ilmu tersebut, segala upaya yang digencarkan oleh para penentang al-Qur’an, baik mengkritisi, mengubah, maupun menyelewengkan; bisa terjawab dan teratasi dengan baik. Ilmu al-Qira’at misalnya, jika dipelajari dan dipahami dengan baik, akan mampu menjawab kritik dan sanggahan yang dilontarkan oleh para orientalis, seperti Goldziher, sebagaimana yang telah dilakukan oleh al-Syekh ‘Abdul Fattah di dalam karyanya yang berjudul al-Qira’at fi Nazhar al-Mustasyriqin wa al-Mulhidin.
Baca Juga : Usai Launching, Nur Syam Centre Banjir Ucapan Selamat dan Do'a
Lahirnya ‘Ulum al-Qur’an
Sebagaimana dipahami dari penjelasan Abuy di atas, bahwa pada dasarnya, ‘Ulum al-Qur’an itu merupakan “anak kandung” dari berbagai macam cabang ilmu yang berkaitan dengan al-Qur’an, yang beberapa di antaranya telah beliau sebutkan. Dengan kata lain, secara genealogi ‘Ulum al-Qur’an berasal dari serpihan-serpihan ilmu yang berkaitan dengan satu sisi al-Qur’an secara spesifik, kemudian antara satu dengan yang lain digabungkan, dikumpulkan dan dikombinasikan sehingga lahir sebuah ilmu yang disebut sebagai ‘Ulum al-Qur’an.
Pertanyaan selanjutnya adalah, “Dari berbagai cabang ilmu yang ada di dalam ‘Ulum al-Qur’an itu, mana yang pertama kali lahir? Dan siapa yang pertama kali mengumpulkan berbagai cabang ilmu itu dalam satu karya khusus?”
Jawaban dari dua pertanyaan ini bisa ditemukan antara lain di dalam Mawarid al-Bayan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Dr. KH. M. ‘Afifuddin Dimyathi, Lc. M.A. Menurut beliau, ‘Ilmu Rasm al-Qur’an termasuk cabang Ilmu al-Qur’an yang pertama kali lahir. Hal ini mengingat embrio ilmu tersebut telah lahir sejak masa kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan RA, ketika beliau menghimpun dan menyatukan bacaan al-Qur’an umat Islam dalam satu mushaf. Kemudian disusul dengan Ilmu I‘rab al-Qur’an pada masa kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib RA di tangan Abu al-Aswad al-Du’ali atas perintah beliau. Pada masa Sahabat dan Tabi‘in ini pula, telah lahir embrio Ilmu al-Tafsir, Ilmu Gharib al-Qur’an, Ilmu Asbab al-Nuzul, Ilmu al-Makki wa al-Madani dan Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh.
Adapun ulama yang pertama kali mengumpulkan dan mengkombinasikan berbagai cabang ilmu tersebut ke dalam satu karya khusus, menurut beliau, adalah ‘Ali bin Ibrahim bin Sa‘id yang terkenal dengan sebutan al-Hufi (w. 430 H), dalam karyanya yang berjudul al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Baca Juga : Bom Bunuh Diri: Sungguh Mengerikan
Demikian kajian kitab Zubdat al-Itqan pada kesempatan kali ini. Semoga apa yang telah kita pelajari menjadi ilmu yang bermanfaan dan berkah, dan bisa kita lanjutkan pada kesempatan-kesempatan mendatang, bi idzni Allah wa shalla Allah ‘ala Sayyidina Muhammad al-Musthafa.
Referensi
Nuruddin ‘Itr, ‘Ulum al-Qur’an al-Karim (Damaskus: Mathba‘ah al-Shabah, 1993), 146-148.
Baca Juga : Makna “Berkelanjutan” yang Sesungguhnya
Muhammad Ahmad Ma‘bad, al-Mulakhkhash al-Mufid fi ‘Ilm al-Tajwid (t.tp.: Dar al-Salam, t.t.), 8.
Rizqi al-Thawil, Fi ‘Ulum al-Qira’at (Mekkah: al-Maktabah al-Faishaliyyah, 1985), 114.
Ahmad Sa‘d al-Khathib, Mafatih al-Tafsir (Riyadh: Dar al-Tadmuriyyah, 2010), 147, 495-496.
Muhammad ‘Afifuddin Dimyathi, Mawarid al-Bayan fi ‘Ulum al-Qur’an (Sidoarjo: Lisan ‘Arabi, 2014), 71, 75.
Musa‘id bin Sulaiman bin Nashir al-Thayyar, Anwa‘ al-Tashnif al-Muta‘alliqah bi Tafsir al-Qur’an al-Karim (Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi, 1423 H), 81.
Muhammad ‘Abdullah Darraz, al-Naba‘ al-‘Azhim: Nazharat Jadidah fi al-Qur’an (Riyadh: Dar Thayyibah, 2000), 5-9.