Antara Agama dan Toleransi: Sosok Nasaruddin Umar dan Peranannya di Indonesia
HorizonOleh: Aprilita Hajar
Mahasiswa Doktoral Pendidikan Agama Islam Multikultural Unisma
KH. Nasaruddin Umar lahir di Ujung Bone, 23 Juni 1959. Sejak kecil beliau sudah memiliki perhatian besar pada keilmuan Islam. Beliau memiliki latar belakang pendidikan yang sangat mengesankan, KH. Nnasaruddin Umar memulai pendidikannya di SDN Ujung Bone, Madrasah Ibtida’iyyah dan PGA di Pesantren As’adiyah, lalu beliau melanjutkan sekolah Sarjana di Fakultas Syari’an IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1980. Program Magister, tanpa tesis di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1990-1992. Program Doktoral di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1993-1998 sebagai alumni terbaik, dengan judul disertasi tentang “Perspektif Gender dalam Al-Qur’an”. Setelah menyelesaikan studinya, beliau juga aktif mengikuti Visiting Student ke beberapa Universitas di Luar Negeri, dan menjadi Guru Besar dalam bidang Tafsir di Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada 12 Januari 2002.
Nasaruddin Umar sering disebut sebagai pembaharu dalam dunia Islam di Indonesia karena pandangan-pandangannya yang progresif. Beliau dikenal sebagai salah satu ulama yang gencar memperjuangkan Islam yang menghargai keadilan gender dan hak-hak perempuan, serta mengedepankan dialog antaragama sebagai upaya membangun keharmonisan di masyarakat yang majemuk.
Selain sebagai akademisi, beliau juga aktif dalam jabatan struktural dan non struktural di lembaga pemerintahan dan swasta, dan tercatat pernah menduduki sederet posisi yang strategis di berbagai bidang. Dalam riwayat pengalaman organisasi dan jabatan yang pernah diduduki sangat beragam, mulai dari beliau menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil, Ketua umum pengurus pusat Pondok Pesantrean As’adiyah Sengkang, Sekertaris umum Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK), Dewan Pendiri dan pengurus masyarakat dialog antar umat beragama, Wakil ketua wakaf Yayasan Paramadina, Ketua Departemen Pemberdayaan Sosisal dan Perempuan ICMI Pusat, Pengurus Masjid Ulama Indonesia, Anggota Komnas Perempuan, Pengajar di beberapa Universitas, Anggota asesor badan akreditasi nasional perguruan tinggi, Dewan redaksi di beberapa jurnal, Rektor di Universitas PTIQ Jakarta, Imam besar masjid Negara Istiqlal Jakarta, Anggota dewan penasehat pada komplek Raja Salman, Wakil menteri Agama Republik Indonesia, dan sekarang beliau baru saja dilantik menjadi Menteri Agama Republik Indonesia.
Selain itu, KH. Nasaruddin Umar juga memiliki banyak hasil karya tulis, dan penghargaan, diantaranya adalah, Beberapa Buku seperti, Islam dan Nasionalisme Indonesia, Pengantar Ulumul Qur’an, Kodrat Perempuan dalam Islam, Bias Gender dalam Penafsiran Kitab Suci, Tafsir untuk Kaum Tertindas, Deradikalisasi pemahaman Al-Qur’an, Allah tujuan kita, Geliat Islam Di Negeri Non-Muslim Dunia, Islam Fungsional, Jihad Melawan Religious Hate Speech, Argumen Kesetaraan Gender, beliau juga banyak berkontribusi dalam menulis kata pengantar di beberapa buku, dan beberapa entri di dalam beberapa Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Al-Qur’an dan Ensiklopedia Islam untuk pelajar. KH. Nasaruddin Umar juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan, seperti penghargaan sebagai sarjana teladan IAIN Alauddin Makassar, dan menjadi mahasiswa Doktor terbaik dari IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, tahun 1999. Bintang Mahaputera Utama dari Ppresiden Republik Indonesia pada Tahun 2014, Piagam penghargaan dari International Human Resources Development, Program sebagai International best Leadership Award, 2002, Penghargaan Peniti Emas Hari Keluarga Nasional, 2002.
KH. Nasaruddin Umar dikenal sebagai Ulama yang menyejukkan Umat, dan giat menyerukan ukhuwah. Beliau sangat menekankan pentingnya persatuan umat, yang lebih menekankan aspek titik temu, bukan pada aspek perbedaan dan juga merupakan pendiri organisasi lintas agama untuk masyarakat dialog antar umat beragama, itulah yang membuat KH. Nasaruddin Umar menjadi sosok yang sangat peka terhadap isu-isu sosial dan keagamaan, diantaranya adalah toleransi dan kesetaraan. Beliau pernah menjelaskan bahwa Al-Qur’an mengakui adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi perbedaan itu bukanlah pembedaan (discrimination) yang menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya. Karena perbedaan itu sejatinya dimaksudkan untuk mendukung misi pokok Al-Qur’an, yakni terciptanya hubungan harmonis, sehingga terwujud komunitas ideal di masyarakat secara luas. Salah satu kontribusi besar Nasaruddin Umar adalah dalam isu kesetaraan gender. Sebagai salah satu ulama yang secara terbuka mendukung hak-hak perempuan dalam perspektif Islam, beliau menunjukkan bahwa Islam seharusnya memuliakan semua manusia tanpa memandang jenis kelamin. Pendekatan ini juga selaras dengan nilai-nilai toleransi dan keadilan, menciptakan ruang bagi masyarakat yang saling menghormati.
Kiprah KH. Nasaruddin Umar dalam berbagai bidang, baik pada ranah pendidikan, agama, maupun sosial dan politik, telah menjadikannya sebagai figur yang sangat disegani di Indonesia. Bahkan ketika beliau resmi dilantik menjadi Menteri Agama Republik Indonesia Oktober lalu, banyak mendapatkan respon positif dari masyarakat, dan mereka mengatakan bahwa suasananya seperti kembali pada era tahun 2010, karena beberapa alasan yang berkaitan dengan pendekatan dan kebijakan beliau yang dianggap relevan pada masa itu. Pada tahun 2010-an, ketika beliau menjabat sebagai Wakil Menteri Agama (2011-2014), beliau menonjol dengan gaya kepemimpinan yang moderat, inklusif, dan sangat peduli pada isu-isu keadilan sosial, gender, dan toleransi beragama. Hal ini membawa angin segar dalam kementerian tersebut, terutama dalam mendorong Islam yang lebih ramah, terbuka, dan sejalan dengan prinsip-prinsip kebhinekaan Indonesia. Keteladanan serta kontribusi Nasaruddin dalam memajukan Islam moderat dan dialog lintas agama membuatnya sering dianggap sebagai salah satu ulama yang mampu menjembatani perbedaan pandangan dan merawat kebersamaan dalam keberagaman, khususnya di Republik Indonesia.
Saat beliau menjabat sebagai Imam besar Masjid Istiqlal di Jakarta, beliau telah mengembangkan sejumlah kajian keagamaan untuk mendorong moderasi keislaman bagi umat Islam, melalui Masjid Istiqlal, beliau memperkenalkan wajah Islam Indonesia yang santun, toleran dan moderat. Bahkan KH. Nasaruddin Umar mengusulkan pembangunan terowongan silaturahmi yang menghubungkan antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral, meskipun terdapat beberapa kendala dan penolakan, akhirnya pembangunan itu bisa direalisasikan. Dalam lawatan ke Istiqlal, Paus Fransiskus tutur mengunjungi dan menjadi bagaimana terowngan silaturahmi menghubungkan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral. Terowongan Silaturahmi ini menjadi simbol kerukunan yang memperkuat pesan perdamaian dan toleransi di Indonesia, dan menjadi salah satu contoh nyata bagaimana Indonesia merayakan keberagaman agama dan budaya dengan damai.
Secara keseluruhan, Nasaruddin Umar adalah sosok yang tidak hanya memahami ajaran Islam secara mendalam, tetapi juga menerapkannya dengan visi yang penuh toleransi. Beliau terus mendorong umat Muslim untuk menjadi rahmat bagi sekitarnya dan menunjukkan Islam sebagai agama yang cinta damai, selaras dengan nilai-nilai Pancasila dan prinsip kebangsaan Indonesia.