(Sumber : GoRiau)

Baik Belum Tentu Baik

Horizon

Oleh: Akbar Trio Mashuri

(Mahasiswa Pascasarjana Komunikasi dan Penyiaran Islam UINSA)

  

Kita bebas beribadah dengan cara apa dan dimana, asalkan tahu adab dan aturan. Berkaca dari kejadian Sholat Idul Fitri di Pesantren al-Zaytun Indramayu menuai banyak kontroversi, pasalnya menunaikan sholat terdapat adanya perempuan di bagian paling depan barisan sholat.

  

Ungkapan negatif tersematkan di kolom komentar media sosial Tiktok, Instagram, dan trending di Twitter dan mengungkapkan adanya beberapa pemahaman yang menyesatkan, salah satu ajarannya harus menikah dengan sesama golongan, menganggap diluar kelompok adalah kafir, tetapi semua perkataan tersebut dibantah oleh alumni yang turut berkomentar.

  

“Maaf, selama saya sekolah di Pesantren Al-Zaytun ngaa ada ajaran nikah sesama golongan, syahadah kafir musyrik atau yang disebutkan itu,” ucap akun @martabakkejuuuu_

  

Alumni lain berkomentar di Tiktok dengan akun @bangudahbang mengungkapkan, "Pesantren al-Zaytun sudah menjadi kontroversi sejak dahulu yang terkenal dengan jaringan NII KW 9 hingga saat ini melakukan shalat dengan shaf wanita di depan sendiri. Sudahlah jangan bikin kontroversi lagi, kami alumni bingung untuk menanggapi hal tersebut."

  

Pandangan penulis terhadap kasus di atas memandang pesantren al-Zaytun menggunakan kontroversi ini bagian dari promosi agar orang mengetahui pesantren. Karena yang diajar di dalam pesantren menurut alumni Asep Sulton Saputro dalam Youtube Alif Channel memberikan pernyataan hidup di pesantren sangat nasionalis dan berpegang teguh terhadap pancasila. Selama saya di pesantren berjalan dengan sebagaimana biasanya layaknya pesantren.

  

Sholat Idul Fitri di Pesantren al-Zaytun sah, hal ini diungkapkan oleh KH. Marsudi Syuhud selaku Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia. Ada pengecualian dari syariat yang dijalankan.

  


Baca Juga : Quarter Life Crisis dan Tekanan Psikologis

Mengambil sudut pandang yang lain, Penulis akan mempertajam dengan berbagai argumen  terkait pandangan masyarakat tentang kegiatan yang dilakukan oleh pesantren al-Zaytun dalam sholat Idul Fitri. Tentang kontroversi tersebut berasal dari syariat yang telah diyakini dari hadits berbunyi: 

  

Rasulullah ﷺ bersabda: "Sebaik-baiknya shaf-shaf lelaki itu di shaf paling awal dan seburuk-buruknya shaf lelaki itu shaf paling akhir. Dan sebaik-baiknya shaf-shaf perempuan itu di akhir dan seburuk-buruknya shaf perempuan itu di paling awal." (Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai).

  

Jika dalam konteks saat ini di Indonesia, adanya banyak budaya kemudian menampilkan berbagai macam bentuk shaf di dalam masjid, ada yang berada sejajar dengan laki-laki, kemudian laki-laki berada di depan dan perempuan di bagian belakang. Namun, ada pengecualian terhadap shaf laki-laki sejajar dengan perempuan menggunakan satir (pembatas). Satir difungsikan agar terhindar dari ikhtilat, sehingga melaksanakan ibadah sholat berjalan dengan khusuk.

  

Dengan dasar pada Tafsir Ruh Al Bayan menjelaskan hadist di atas, “Shaf yang paling baik bagi laki-laki adalah shaf yang paling awal, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling akhir. Dan shaf yang paling baik bagi wanita adalah shaf yang paling akhir, sedangkan shaf yang paling buruk bagi mereka adalah shaf yang paling awal."

  

Dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan bahwa hadits ini tidaklah bermakna seperti halnya keumumannya akan tetapi diarahkan ketika wanita berkumpul bersama dengan laki-laki (dalam shalat berjamaah). Ketika para wanita shalat secara terpisah, tidak bersama dengan laki-laki, maka dalam hal ini mereka seperti laki-laki (dalam hal shaf yang paling utama adalah shaf yang di depan). 

  

Wanita yang shalat di tempat yang jauh dari jangkauan jamaah laki-laki maka awal shaf bagi wanita tersebut adalah shaf yang paling baik, dikarenakan hilangnya illah (alasan yang mendasari sebuah hukum). maksud dari “seburuk-buruknya shaf bagi laki-laki dan wanita” bahwa menempati shaf tersebut mendapatkan pahala yang paling sedikit dan dianggap menjauhi anjuran syara’, sedangkan hal yang paling baik adalah kebalikannya.” (Syekh Isma’il Haqi bin Mushtafa al-Hanafi, Tafsir Ruh al-Bayan, juz 4, hal. 303)

  

Penjelasan di tafsir ruh al bayan sudah sangat jelas mengatakan adanya kultur dan budaya yang dapat mengubah tatacara namun tetap menggunakan syariat yang ada. Bagaimanapun menerapkan praktik agama selayaknya memiliki dasar hukum yang jelas. Ajaran agama yang baik memiliki landasan hukum untuk melakukan sesuatu, bukan dengan asal yang terpenting dapat terlaksana.

  

Masalah lain timbul akibat kejadian di Pesantren al-Zaytun, tentang akhlak seorang muslim yang terus menerus memberikan hujatan di seluruh media sosial dan menjustifikasi secara sepihak pesantren al-Zaytun dengan sebutan kafir, sesat, tidak nasionalis, aliansi NII dan problematik. Jika terjadi sebuah kesalahan yang dilakukan orang lain, selayaknya sebagai saudara sesama manusia, khususnya umat Islam menghadirkan wajah kasih sayang dengan menasehati, kemudian melakukan proses tabayyun agar langsung bertanya kepada pihak terkait.

  

Disinilah pentingnya adab dulu baru ilmu, apabila orang yang memiliki adab dan budi pekerti yang baik pasti mereka memiliki ilmu. Ilmu yang baik memiliki dampak pribadi menjadi lebih baik dan memberikan manfaat kepada orang lain. Menjelekkan saudara di khalayak luas tidak menjadikan diri kita baik, justru sebaliknya.

  

Praktik baik belum tentu baik. Kita dapat belajar dari kejadian sholat idul fitri di Pesantren Al-Zaytun. Apabila hendak melakukan kebaikan selayaknya mempertimbangan segala aspek, baik dari sikap dan hukum.

  

Empat poin dalam yang dapat kita jadikan muhasabah dalam diri. Pertama, Layaknya tujuan kita harus memiliki landasan atau pijakan agar tidak tersesat. Kedua, mempertibangan dari segi manfaaat dan mudharat, apabila banyak manfaat maka dilakukan. Ketiga, tidak asal mengucapkan kata kotor walaupun memang nyatanya begitu, Nabi Muhammad memberikan contoh agar segala masalah diselesaikan dengan kebaikan. Keempat, menanamkan dalam diri adab dulu baru ilmu, orang yang berilmu pasti akan memiliki adab.