Dakwah Ulama Era Pandemi: Kiai Miftach, Covid-19 dan Ketaatan Beragama (Bagian Kedua)
HorizonOleh: Samsuriyanto
(Pemerhati kajian dakwah. Penulis buku Dakwah Lembut, Umat Menyambut (2020), dan enam buku lainnya)
KH. Miftachul Akhyar, lahir di Surabaya, 30 Juni 1953. Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat periode 2020-2025 ini adalah anak KH. Abdul Ghoni yang kesembilan dari 13 bersaudara. Kiai Miftach juga merupakan ulama yang mensosialisasikan pentingnya protokol kesehatan (prokes) sebagai bagian dari ketaatan beragama. Di samping itu, ulama asli Surabaya ini menjelaskan pentingnya vaksinasi agar melindungi diri dan orang lain.
Disiplin Prokes dan Ketaatan Beragama
Samsuriyanto(2021: 50) dalam Menyelamatkan Negeri (Dari Radikalisme, Covid-19 dan Korupsi), menegaskan bahwa peran pemerintah harus hadir, bukan karena pesantren dianggap membutuhkan – tetapi sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi besar yang telah diusahakan sejak masa perjuangan kemerdekaan. Dalam Youtube Humas Polsek Mlandingan dengan judul Himbauan KH. Miftachul Akhyar Ketua MUI tentang Disiplin Prokes, Kiai Miftach mengungkapkan “Indonesia baru saja menangis yang untuk kesekian kalinya, almarhum almaghfurlah KH. Ahmad Nawawi Abdul Jalil baru kemarin, yang sebelumnya sudah ratusan kiai, baik sepuh maupun muda, wafat.”
Bagi Pejabat Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 2018-2020 ini sudah ratusan ulama baik sepuh maupun muda wafat di Indonesia. Bahkan wabah Covid-19 ini lebih besar daripada gempa bumi. Apalagi ada varian baru dari India, yang hanya membutuhkan satu hari hingga meninggal. Artinya seseorang yang terinfeksi di pagi hari, maka di sore atau malam langsung meninggal. Sehingga sekarang harus physical distancing(jaga jarak), memakai masker, membawa sajadah sendiri dan wudlu dari rumah masing-masing jika ingin beribadah di masjid.
“Saya yakin kalau ini dipraktekkan, dan ini bukan hanya peraturan negara tapi agama juga memerintahkan yang seperti ini,” motivasi Rais Syuriyah PCNU Surabaya tahun 2000-2005 ini. Sebab dalam hukum Islam ada kaidah yang menyebutkan, seperti al-daruratu tubihu al-mahdurat, artinya kondisi darurat membolehkan sesuatu yang dilarang. Kiai Miftach menyadari bahwa kalau kita melaksanakan secara bersama-sama, seragam, semua guyub, maka pandemi ini akan segera selesai. “Saya yakin mungkin bulanan hitungan, Covid-19 ini akan enyah (hilang)dari lingkungan kita ini,” tambahnya.
“Vaksin ini salah satu ikhtiar untuk bisa bagaimana mereka itu diperhatikan ada semangat untuk memakmurkan. Karena tugas kita adalah memakmurkan bumi,” tambah alumni Pesantren Tambak Beras inidalam Youtube BeritaSatu dengan judul Ketua MUI Miftachul Akhyar Bicara Soal Fatwa Halal Vaksin.Jadi, vaksin sangat penting dilakukan, selain sudah mendapat legalitas kehalalan dari MUI, juga bisa membentuk imunitas tubuh agar terhindar dari infeksi Covid-19. Bagi masyarakat yang menolak vaksinasi karena hoaks tentang keharaman dan bahaya vaksin, maka ikutilah lembaga yang jelas dan terpercaya yang telah mengeluarkan tentang kehalalan dan keamanan vaksin.
Baca Juga : Refleksi Akhir Tahun: Bagaimana Program Studi Agama di Perguruan Tinggi Umum
Pandemi: Cara Allah SWT mengenalkan diri-Nya
Dalam Youtube Kemenag RI dengan judulKH. Miftachul Akhyar Ajak Tingkatkan Ikhtiar dan Kepasrahan pada Allah Hadapi Covid-19, Kiai Miftach mengutip Kitab al-Hikam karya Imam Ibnu Athaillah al-Sakandari bahwa, mata a’thaka asyhadaka birrahu, wa mata mana’aka asyhadaka qaharahu, Wai kullun fi dzalika muta’arrifun ilaika, wamuqbilun bilutfihi ‘alaika. Ketika Allah SWT., memberianugerah, kenikmatan, kesehatan, keberkahan, kelancaran dan kesuksesan itu sebagai bentuk mengenalkandiri-Nya kepada kita bahwa Dia Maha Pengasih dan Penyayang (al-rahman al-rahim).
“Di sisi lain, Allah juga memperkenalkan dzat-Nya melalui sifat-sifat qohriyah-Nya. Bahwa Allah adalah dzat yang Jabbar, Qahhar, Yang Maha Penguasa satu-satunya, yang berkehendak apapun,” jelas Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur 2007-2018 ini masih dalam Youtube Kemenag RI. Artinya di saat Allah SWT mencegah, menghalangi, mengurangi bahkan menurunkan sebuah wabah, seperti Covid-19 ini, sebagai bentukmengenalkandiri-Nya bahwa DiaMaha Memiliki sifat jabbar, Dia Yang Menghendaki segala sesuatu. Kita tidak bisa menanyakan semua itu, karena pada hakikatnya kita ini adalah milik Allah.
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani (t.th: 3-4) dalam al-Fath al-Rabbani wa al-Faidh al-Rahmani menegaskan bahwa penolakan terhadap Allah SWT ketika turunnya takdir adalah kematian bagi agama, tauhid, tawakal dan ikhlas. Manusia harus menerima semua ketentuan-Nya dari takdir yang baik maupun yang buruk. Namun sejatinya semua takdir adalah terbaik bagi kita. Jika memperoleh takdir berupa kenikmatan, maka seharusnya kita bersyukur kepada-Nya. Sebaliknya ketika takdir itu mengandung ujian, cobaan dan tantangan hidup, maka bersabar. Syukur dan sabar adalah sikap muslim yang harus dilakukan dalam segala kondisi, termasuk ketika menghadapi pandemi Covid-19 ini.
Alumni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ini masih melanjutkan pembahasan dengan mengutip surat Al-Baqarah ayat 155. Sungguh Allah SWT.,akan menguji kita dengan sesuatu. Menurut tafsirannya, dalam bentuk nakirah, sesuatu ini bisa kecil, bisa besar. Di sini syai’in(sesuatu)bisa berupa sesuatu yang kecil, remeh tapi juga sesuatu yang dahsyat. Berupa minal khauf, dari rasa kekhawatiran. Wal ju’, dari kelaparan.
Di sisi lain, pria yang pernah mengikuti Majelis Ta’lim Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Makki Al-Maliki ini lebih lanjut menjelaskan, yaitu wa naqsim minal anwal, misalnya kematian, sakit dan lain sebagainya. Maka orang-orang yang sabar, tabah, mengetahui bahwa ini adalah ujian dari Allah, maka berita gembira adalah bagi mereka yang sabar. Mereka tahu bahwa inna lillaahi wa inna ilahi raji’un, kami ini adalah milik Allah, dan kami sesungguhnya kepada-Nya akan kembali. (Lebih lanjut baca www.nu.or.id dengan judul Mengenal Rais Aam PBNU KH. Miftachul Akhyar).
Referensi:
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, al-Fath al-Rabbani wa al-Faidh al-Rahmani, Jeddah: al-Haramain, t.th.
Samsuriyanto, Menyelamatkan Negeri (Dari Radikalisme, Covid-19 dan Korupsi), Surabaya: Inoffast Publishing, 2021, Cet. 3.