(Sumber : JADESTA)

Empat Lawang

Horizon

Pipin Seltika S.Sos

Mahasiswa MKPI UIN Sunan Ampel Surabaya

  

Kabupaten Empat Lawang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Selatan. Ibukota Kabupaten ini terletak di Tebing Tinggi. Kabupaten Empat Lawang ini diresmikan pada tanggal 20 April 2007 setelah sebelumya disetujui oleh DPR dengan disetujuinya rancangan Undang-undangnya pada tanggal 8 Desember 2006 tentang pembentukan Kabupaten Empat Lawang bersama 15 Kabupaten atau kota baru lainnya. Mengutip dari website resmi Empat Lawang go.id tentang sejarah Empat Lawang bahwa Kabupaten Empat Lawang ternyata merupakan pemekaran dari Kabupaten Lahat. 

  

Pada tahun 1870 Kabupaten Empat Lawang merupakan salah satu bagian daerah territorial dan administrasi zona ekonomi yang berada dibawah keresidenan Palembang. Bahkan Ibu Kota Empat Lawang yaitu Tebing Tebing Tinggi pernah diusulkan menjadi Ibukota keresidenan saat belanda berencana membentuk keresidenan Sumatera Selatan tahun 1870-an yang meliputi Lampung, Jambi dan Palembang. Tebing Tinggi dinilai strategis untuk menghalau ancaman pemberontakan daerah sekitarnya, seperti Pagar Alam, Pasemah dan daerah perbatasan dengan Bengkulu.  Akan tetapi rencana itu batal karena Belanda hanya membentuk satu keresidenan saja yaitu Sumatera. 

  

Nama Empat Lawang menurut cerita rakyat berasal dari kata “Empat Lawangan”, yang dalam bahasa setempat memiliki arti “Empat Pendekar (Pahlawan)”. Karena konon katanya Empat Lawang dahulunya dipimpin oleh empat orang tokoh ini. Selain itu wilayah Empat Lawang ini juga dikelilingi oleh banyak perbukitan dan persawahan sehingga sebagian besar masyarakatnya rata-rata bekerja sebagai petani  kopi dan sawah. Adapun pengolahan buah kopi dan biji padi didaerah ini masih terbilang tradisional yaitu menggunakan mesin penggiling yang biasanya mereka sebut dengan nama “ngeledek” dan sebagian masyarakat lainnya  juga masih ada yang menggunakan  lesung kayu. 

  

Aktivitas naik turun bukit adalah hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat Empat Lawang karena memang ada sebagian kebun kopi dan sayuran mereka berada diatas bukit, sehingga ketika memasuki musim panen kopi biasanya mereka menginap di kebun tersebut dengan membawah peralatan seadanya seperti lampu minyak, berbagai sembako dan peralatan masak. Adapun untuk melindungi dari gangguan berbagai binatang buas mereka membangun kubuk yang tinggi yang terbuat dari bambu dan kayu, selain itu mereka juga membawah anjing peliharaan untuk menjaga perkebunan mereka agar tidak dimasuki oleh babi hutan.

  

Selain mata pencarian sebagai petani, Kabupaten Empat Lawang  juga mempunyai wisata alam, yakni curug Tanjung Alam yang ada dikecamatan Lintang Kanan, air lintang di Kecamatan Pendopo, yang merupakan pertemuan air bayau (payau) dan air Lintang (tawar) kemudian ada juga wisata curug ayek degian atau dalam bahasa Indonesia yaitu air terjun durian,  disebut air terjun durian karena air terjunnya  berada di kawasan perkebunan durian warga, akan tetapi sayangnya sampai sekarang semua objek wisata yang ada disana belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah, sehingga keindahannya tidak banyak diketahui oleh  orang-orang diluar kota, dan ini menjadikan keindahan hanya bisa dinikmati oleh warga setempat saja.

  

Seperti daerah lainnya, Kabupaten Empat Lawang juga mempunyai kuliner yang sangat khas dan enak, yaitu empek-empek, kelicuk, lempeng, sanga duren, serabi, kue suba, lepat, bubuk suro, gonjing, serta gulai kojo dan lempuk durian asli. Adapun kalau untuk budaya, salah satu budaya  yang masih berjalan sampai sekarang adalah tradisi Dikir yaitu arak-arakan untuk mengiringi kedua mempelai menuju rumah yang  dilakukan siang hari atau malam hari sebelum hijab qabul. Selain itu juga ada tradisi “ngantat petolong (mengantarkan sumbangan)” yaitu setiap warga yang datang ke tempat orang yang mempunyai hajatan biasanya mereka membawa bingkisan yang isinya itu ada 1 buah kelapa tua, 4 canting beras,  satu ekor ayam, dan 1 buah bihun. 

  


Baca Juga : Indonesia, Israel dan Sepak Bola

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Empat Lawang berkomunikasi menggunakan bahasa melayu barisan selatan yaitu misalnya ada apa itu diganti “ado apo” kemana itu diganti “kemano’ dan lain sebagainya. Tradisi lainnya yang dilakukan masyarakat Empat Lawang adalah sedekah serabi yaitu salah satu warisan budaya yang mengandung nilai luhur yang tinggi. Dalam sedekah serabi tersebut biasanya tuan rumah mengundang masyarakat  kampung dan mengumpulkan sanak keluarganya untuk melakukan yasinan dan tahlilan serta doa bersama, setelah selesai doa tuan rumah akan menyajikan serabi yaitu makanan olahan yang terbuat dari tepung beras yang dikasih kuah santan campur gula merah. Diantara tujuan melakukan sedekah serabi adalah untuk membersihkan dusun mereka, menolak tolak balak, dan membayar nazar. 

  

Tradisi lainnya adalah membayar nazar dengan  berziarah ke kuburan puyang atau nenek moyang, misalnya jika hasil panen mereka melimpah ruah mereka akan datang dan berdoa didepan kuburan leluhurnya sambil membawa seekor kambing atau sapi untuk disembelih  disekitar makam leluhurnya tersebut, kemudian mereka akan bergotong royong untuk membersihkan dan memasaknya sehingga nantinya ketika sudah masak biasanya mereka akan menyajikannya dan makan bersama disekitar makam. Setelah selesai mereka akan mengambil tanaman “pudding” yang daunnya berwarna hijau dan kuning, lalu diambil rantingnya untuk dibawah kerumah mereka sebagai tanda penghormatan kepada leluhur mereka, tetapi ada juga sebagian masyarakat masih mempercayainya sebagai penangkal agar dimudahkan rezeki.

  

Adapun Untuk segi pendidikannya, dahulu anak-anak masyarakat Empat Lawang tidak mampu bersekolah tinggi karena faktor ekonomi sehingga tamatan SD, SMP atau SMA banyak yang memutuskan menikah muda dan setelah mereka menikah mereka akan tinggal diperkebunan. Akan tetapi  seiring perkembangan zaman pemerintah mulai memfasilitasi untuk kepentingan pendidikan dan masyarakat juga mulai sadar akan perlunya pendidikan sehingga sekarang banyak anak-anak masyarakat Empat Lawang yang mampu menuntut ilmu keluar kota bahkan ada yang keluar negeri, dan setelah pendidikannya selesai  biasanya mereka akan kembali ke kampung halamannya dan mengajarkan ilmunya, dan hal ini juga salah satu faktor yang membuat tradisi-tradisi yang diluar syariat Islam seperti tradisi memotong hewan dipemakaman mulai memudar. 

Wallahu’alam…