Fenomena Dai Selebgram: Anugerah atau Petaka?
HorizonOleh Nur Endah Mahmudah
Fenomena Selebgram sebagai Dai
Seperti yang diketahui bahwa unsur dakwah itu ada da’i (subjek dakwah), mad’u (objek dakwah), maddah (materi dakwah), thoriqoh (metode dakwah), dan wasilah media dakwah). Di abad milenial dan internet ini, banyak para da’i muncul di tengah-tengah mad’u anak-anak generasi Z. Sedangkan wasilah yang yang dipakai para dai sekarang ini adalah media sosial dan media informasi berbasis internet seperti Instagram, YouTube, TikTok, Facebook, Twitter, Hello, Snack, WhatsApp, dan lainnya. Penggunaan media sosial untuk dakwah di Indonesia sangat krusial mengingat masyarakat Indonesia adalah pengguna media sosial (medsos) teraktif se-Asia Pasifik, setelah China dan India. Hingga Januari 2023, tercatat jumlah pengguna media sosial di Indonesia mencapai 167 juta orang. Jumlah tersebut setara 78 persen dari jumlah total pengguna internet di Indonesia yang mencapai 212,9 juta.
Banyaknya pengguna medsos ini membuka berbagai profesi baru seperti Youtuber, influencer, content creator, big data analyst, media social specialist, hingga artificial intelligence specialist. Namun, yang paling menarik perhatian saat ini adalah hadirnya artis atau selebgram sebagai influencer, youtuber, atau content creator dalam dakwah agama Islam. Pengguna terbanyak medos adalah anak-anak usia remaja. Inilah yang menyebabkan maddah (konten dan materi) dakwah di medsos banyak dilihat oleh mereka.
Akun-akun di Instagram, seperti: @fotografermuslim, @tausiahku, @dakwah_tauhid, dan @hanan_attaki sering mengirim konten berisi pesan-pesan dakwah. Selain itu, akun pribadi selebgram yang dikenal melakukan hijrah, seperti: Mario Irwinsyah, Ari Untung, Teuku Wisnu, Fenita Arie, Tantri Kotak, juga aktif mengirim pesan dakwah di medsos pribadinya. Fenomena hadirnya dai dari selebgram dan influencer ini menjadi anugerah atau petaka dalam dunia dakwah Islam melihat tidak semua selebgram mempunyai bekal keilmuan yang cukup untuk berdakwah?
Anugerah
Kapan mulainya dai dari selebgram? Fenomena dai muda selebgram yang sangat ramai dibicarakan dimulai tahun 2013 dengan munculnya ustadz Jefri Al Buchori. Ustadz yang lebih beken atau terkenal dengan Ustadz Uje ini berdakwah di kalangan anak anak muda dengan pendekatan dan gaya bahasa gaul dan komunikatif yang sangat dapat diterima oleh mereka. Hadirnya Ustadz Uje menjadi anugrah bagi anak-anak muda waktu itu karena anak-anak yang gaul bisa mengenal Islam lewat TV dan YouTube. Setelah itu banyak artis dan selebgram lain yang mengikuti jejaknya sampai sekarang dengan mengisi konten-konten positif yang benafaskan islam.
Munculnya dai-dai muda dan dai dari selebgram menjadi anugerah. Menurut Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ahmad Zubaidi, konten-konten agama itu untuk mengalahkan konten-konten yang tidak senonoh dan berbau pornografi maupun konten keagamaan yang kadang memecah-belah umat dan provokatif. Oleh karena itu, ia juga mendorong agar dai muda juga menguasai teknologi informasi, khususnya dengan menggunakan media sosial untuk berdakwah. Dia mengatakan, dakwah di media sosial harus masif dan menarik bagi anak-anak muda yang sedang mencari ilmu dan jati diri.
Baca Juga : Harga Diri Masyarakat Miskin
Petaka
Fenomena banyaknya ustadz dadakan yang berasal dari selebgram, influencer, youtuber, dan content creator yang menghiasi layar kaca televisi dan media sosial saat ini harus disikapi dengan hati-hati oleh masyarakat. Kehadiran mereka dalam dunia dakwah bisa menjadi petaka bagi agama dan masyarakat.
Pada kenyataannya, tidak semua dai selebgram yang tampil, bisa menjadi panutan dan referensi karena memang tidak semua memiliki latar belakang pendidikan agama yang mencukupi. Banyak konten yang bagus, namun saat menjawab komentar di Instagramnya, kelihatan kalua mereka sangat kurang ilmunya.
Seringkali tampilan fisik dan kelihaian retorika dalam merangkai kata menjadi daya tarik bagi anak-anak muda dan pengguna medsos. Namun, karena keterbatasan ilmunya, materi yang disampaikan menjadi kontroversi di masyarakat. Ingat kasus Teuku Wisnu dan Sascia Mecca yang menyampaikan kalau kegiatan kirim doa bagi orang mati adalah bid’ah. Mereka pun tidak bisa menjawab ketika diajak berdebat dan diminta menyampaikan berbagai dalil larangan kirim doa bagi orang yang sudah meninggal. Yang lebih parah lagi, youtuber dan influencer menjadi dai karena faktor utamanya adalah faktor ekonomi semata. Dengan follower ratusan ribu, mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang dari upload ke Youtube.
Munculnya para ustad selebgram yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagai dai menyebabkan adanya distorsi dalam konten agama yang disampaikan. Di samping itu, masyarakat terkena imbasnya dan terseret kepada pemahaman agama yang tidak sesuai dengan tuntunan.
Melihat fenomena ini Pengurus Lembaga Dakwah PBNU KH Muhammad Nur Hayid menjelaskan tiga syarat yang harus dimiliki seorang dai ketika sudah siap dan berani mengajak-ajak orang lain. Tiga syarat itu adalah seorang dai harus punya akhlak yang mulia dan siap menerima keragaman atau perbedaan di masyarakat, punya keluasan dan kedalaman ilmu, dan ketekunan dalam melaksanakan ibadah.
Fenomea selebgram yang menjadi ustadz atau dai dadakan memang bisa menjadi anugerah dan petaka dalam agama dan bagi generasi muda. Sebagai jalan keluar, selebgram dalam membuat konten didampingi oleh ustadz sungguhan yang memiliki kompetensi agama yang cukup. Selebgram tersebut bisa juga berkonsultasi dengan ulama atau kyai yang ada di pesantren. Di samping itu, organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah bisa mengundang mereka secara berkala untuk diberi pencerahan tentang berbagai materi yang ingin mereka angkat. Mengapa mengundang selebgram, influencer, youtuber, dan content creator dakwah ini penting bagi organisasi keagamaan? Karena mereka mempunyai banyak pengikut yang harus diselamatkan dari kesalahan mengambil materi dan juga karena jangan sampai mereka direkrut oleh organisasi agama yang bertentangan dengan NKRI yang bisa melahirkan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.