Kekuatan Bersama atau Retaknya Kebersamaan: Perspektif Politik di Pemilihan Presiden 2024
HorizonDwi Mariyono, S.Ag., M.Pd., MOS
Program Doktroal Pascasarjana Universitas Islam Malang
Pelaksanaan Pemilu 2024 di Indonesia diselenggarakan serentak pada tanggal 14 Februari 2024 (Rabu) yakni jadwal Pileg dan Pilpres 2024. Keputusan ini dimuat dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024. Dalam menjelang Pemilihan Presiden (di Indonesia) menghadapi ujian kritis terhadap kekuatan bersama yang selama ini menjadi pilar keberlanjutan bangsa. Meski demokrasi adalah fondasi yang dibangun untuk memupuk kebersamaan, pertanyaan yang muncul kini adalah sejauh mana kita semua sebagai bangsa yang sarat dengan etika dan nilai mampu mempertahankan solidaritas di tengah dinamika politik yang semakin kompleks.
Dalam benak saya pemilihan Presiden bukan hanya ajang untuk menentukan pemimpin negara semata, tetapi juga refleksi dari kesatuan sosial. Dalam proses demokratisasi, warga negara memiliki hak untuk menyuarakan pilihan politik mereka, namun tantangan muncul ketika perbedaan pandangan mengancam kebersamaan yang telah terjalin selama bertahun-tahun.
Pentingnya memahami bahwa perbedaan pendapat adalah bagian integral dari demokrasi, namun menjadi pertanyaan kritis ketika perbedaan tersebut mengakibatkan keretakan dalam kebersamaan. Alih-alih membangun dialog dan pemahaman bersama, terkadang kita terjebak dalam sikap keras kepala dan polarisasi yang memicu ketegangan di antara sesama warga negara.
Bila demikian, bagaimana kita dapat menghidupkan kembali kekuatan bersama di tengah-tengah perbedaan politik? Pertama-tama, penting untuk kembali kepada nilai-nilai dasar yang mengikat kita sebagai bangsa. Kesadaran akan persatuan dalam keberagaman menjadi fondasi untuk membangun jembatan antara kelompok politik yang berbeda.
Selanjutnya, partisipasi aktif dalam proses politik harus diimbangi dengan tanggung jawab atas dampak yang dihasilkan. Setiap warga negara memiliki peran penting dalam membentuk arah bangsa ini, dan kesadaran akan konsekuensi dari pilihan politik harus menjadi pijakan untuk bertindak secara bijak.
Kebersamaan bukanlah konsep statis; ia membutuhkan perawatan dan pengembangan terus-menerus. Pemilihan Presiden bukanlah akhir dari perjalanan kita sebagai bangsa, tetapi awal dari babak baru dalam membangun masa depan bersama. Dengan memahami bahwa kekuatan bersama lebih besar daripada perbedaan politik, kita dapat bersama-sama merajut kembali benang kebersamaan yang mungkin terasa retak.
Baca Juga : Meleburkan NU-Ku, NU-Mu Menjadi NU-Kita
Dalam merajut kembali kebersamaan, kita perlu menjauhi retorika yang mengkotak-kotakkan masyarakat menjadi kubu-kubu yang bersaing. Pemilihan Presiden seharusnya menjadi panggung untuk mendiskusikan ide-ide, visi, dan solusi atas tantangan bersama yang dihadapi bangsa ini. Kita harus mampu melihat melebihi perbedaan warna politik dan bersatu dalam semangat mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera, dan bermartabat.
Pentingnya semua pihak mengambil peran aktif dalam mendidik masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam demokrasi juga tak bisa diabaikan. Masyarakat perlu memahami bahwa hak suara bukan sekadar hak, tetapi juga amanat untuk memilih pemimpin yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat. Dengan pemahaman yang mendalam, diharapkan masyarakat dapat memilih secara cerdas dan menghindari terperangkap dalam propaganda politik yang bersifat polarisatif.
Selain itu, media massa juga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini masyarakat. Media seharusnya berfungsi sebagai wahana penyampaian informasi yang adil dan objektif, bukan sebagai alat manipulasi untuk memperkuat ketegangan politik dengan menonjolkan calon satu dan memarginalkan calon lain.Masyarakat perlu kritis terhadap informasi yang diterima dan berusaha mencari pemahaman yang lebih mendalam.
Pemerintah sebagai garda terdepan penyelenggara demokrasi, perlu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berdemokrasi. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik harus dikedepankan agar rakyat merasa bahwa suara mereka benar-benar didengar dan dihargai.
Kekuatan bersama bukanlah mimpi yang mustahil. Dengan kesadaran akan pentingnya kebersamaan di atas segala perbedaan, kita dapat membangun fondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Pemilihan Presiden seharusnya menjadi momentum untuk merajut benang kebersamaan yang mungkin terputus, bukan sebagai pemicu untuk memperlebar jurang di antara kita. Dengan bersatu, kita dapat mencapai potensi penuh sebagai bangsa yang kuat dan berdaya menuju kebersamaan.
Dalam meretas jalan menuju kebersamaan yang kokoh, pendekatan dialogis menjadi kunci. Pihak-pihak yang berbeda pandangan perlu diberi ruang untuk berbicara, mendengarkan, dan memahami perspektif satu sama lain. Diskusi yang terbuka dan konstruktif dapat menjadi jembatan untuk meredakan ketegangan politik yang mungkin muncul selama proses pemilihan presiden.
Tidak hanya itu, pendidikan politik juga memegang peran penting. Masyarakat desa, kota, apapun profesinya perlu diberdayakan dengan pengetahuan yang cukup tentang sistem politik, kebijakan, dan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Pendidikan politik yang baik dapat membentuk warga negara yang kritis, bertanggung jawab, dan mampu berkontribusi positif dalam proses demokrasi.
Tidak kalah pentingnya dengan partai politik yang notabene sebagai sebuah wadah untuk menyalurkan segala bentuk aspirasi. Partai politik juga memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan atmosfer yang kondusif. Mereka harus menjauhi praktik-praktik politik yang bersifat divisif dan berfokus pada kampanye yang memberdayakan masyarakat dengan informasi yang jujur dan relevan.
Baca Juga : Problem Forum Eksternum: Perlu Kedewasaan Tokoh Agama (Bagian Ketiga)
Pentingnya membangun solidaritas di antara berbagai elemen masyarakat menjadi semakin nyata. Inisiatif-inisiatif dari kelompok masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta dapat menjadi kekuatan tambahan dalam merajut kembali kebersamaan. Kolaborasi lintas sektor ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung inklusivitas dan kerja sama.
Akhirnya, untuk merestorasi kebersamaan, kita harus ingat bahwa Indonesia adalah rumah bersama bagi kita semua. Kita memiliki keragaman yang luar biasa, dan kekuatan sejati kita terletak pada kemampuan kita untuk hidup berdampingan meskipun berbeda. Pemilihan Presiden seharusnya menjadi tonggak untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kekuatan bersama lebih besar daripada perbedaan apapun.
Dengan bersatu, kita dapat menghadapi tantangan apapun yang menghampiri kita. Kebersamaan bukanlah impian yang tidak tercapai, tetapi sebuah realitas yang dapat kita wujudkan jika kita bersedia berkomitmen untuk membangunnya. Pemilihan Presiden adalah momen kritis untuk mengukur sejauh mana kita bersedia menjaga dan memperkuat kebersamaan kita sebagai bangsa yang besar. Pendekatan dialogis menjadi kunci utama dalam mencari titik temu kebersamaan di tengah perbedaan politik. Dialog membuka peluang untuk saling mendengarkan, memahami, dan mencari solusi bersama tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip mendasar. Dalam konteks pemilihan presiden, pendekatan dialogis dapat menciptakan platform yang memungkinkan berbagai kelompok untuk berbicara tentang visi mereka tanpa harus merendahkan pandangan yang berbeda.
Dialog memungkinkan pihak-pihak yang berbeda pandangan untuk melihat masalah dari berbagai sudut pandang, memahami kekhawatiran satu sama lain, dan membangun kepercayaan yang diperlukan untuk merajut kembali kebersamaan. Dengan berkomunikasi secara terbuka, masyarakat dapat menghindari polarisasi yang merugikan dan bersama-sama mencari solusi yang mengakomodasi kepentingan berbagai pihak.
Pentingnya dialog juga terletak pada fakta bahwa pemahaman bersama memerlukan proses yang berkelanjutan. Dalam sebuah dialog, pihak-pihak yang berbeda pandangan dapat mengidentifikasi nilai-nilai bersama, tujuan bersama, dan mencari titik temu yang menguntungkan semua pihak. Proses ini membutuhkan kesabaran, keterbukaan, dan tekad untuk mencapai konsensus yang saling menguntungkan.
Selain itu, pendekatan dialogis dapat membantu memecah stereotip dan prasangka yang mungkin muncul selama kampanye politik. Dengan membuka saluran komunikasi yang baik, masyarakat dapat melihat di luar citra politik dan mendiskusikan isu-isu nyata yang memengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. Penting untuk menciptakan forum dialog yang inklusif, di mana semua kelompok masyarakat merasa dihargai dan didengar. Pemerintah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, dan media massa memiliki peran penting dalam memfasilitasi dialog yang membangun dan mempromosikan kebersamaan.
Dengan mengutamakan pendekatan dialogis, kita dapat mengejar kebersamaan tanpa harus mengorbankan nilai-nilai demokrasi. Dialog membuka jalan bagi pemahaman bersama dan kolaborasi yang mendasari kekuatan sejati sebuah bangsa. Pemilihan presiden, sebagai ajang puncak demokrasi, dapat menjadi katalisator bagi perubahan positif jika didukung oleh pendekatan dialogis yang bijaksana dan inklusif. Membangun prasangka positif di semua lapisan masyarakat tidak dapat diabaikan, ini penting dalam upaya merajut kebersamaan, terutama dalam konteks pemilihan presiden. Prasangka positif mengacu pada sikap terbuka, penghargaan, dan ketertarikan terhadap kelompok atau individu yang berbeda. Ketika prasangka positif mendominasi, masyarakat memiliki peluang yang lebih besar untuk bersatu, memahami satu sama lain, dan bekerja bersama menuju tujuan bersama.
Baca Juga : Dr. Wartoyo: Cum Laude Melalui Penelitian Koperasi Syariah
Pertama-tama, prasangka positif membuka pintu untuk kerjasama antar-lapisan masyarakat. Tanpa prasangka positif, polarisasi dapat tumbuh subur, menciptakan kesenjangan antar-kelompok yang sulit diatasi. Sebaliknya, sikap saling percaya dan penghargaan terhadap perbedaan memungkinkan masyarakat untuk fokus pada persamaan dan tujuan bersama, sehingga meminimalkan potensi konflik yang merugikan.
Selanjutnya, prasangka positif membantu mengurangi ketegangan politik yang dapat muncul selama periode pemilihan presiden. Dengan melihat satu sama lain sebagai rekan sebangsa yang memiliki hak untuk memiliki pandangan politik mereka sendiri, masyarakat dapat menghindari perpecahan yang mungkin terjadi sebagai akibat dari prasangka negative. Penting juga untuk mencatat bahwa prasangka positif berkontribusi pada terciptanya atmosfer yang inklusif. Semua lapisan masyarakat, tanpa memandang latar belakang politik, agama, atau budaya, merasa diterima dan dihargai. Hal ini menciptakan dasar yang kuat untuk kebersamaan, di mana setiap warga negara merasa memiliki peran penting dalam membangun masa depan bangsa. Selain itu, prasangka positif dapat membantu membentuk kepemimpinan yang melayani kepentingan semua.
Dalam pemilihan presiden, pemimpin yang dipilih oleh masyarakat dengan prasangka positif memiliki peluang lebih besar untuk mewakili keberagaman dan kepentingan seluruh rakyat. Oleh karena itu, pendidikan dan promosi prasangka positif perlu menjadi bagian integral dari upaya menciptakan atmosfer yang kondusif menjelang pemilihan presiden. Masyarakat perlu didorong untuk menghargai perbedaan dan melihatnya sebagai sumber kekayaan, bukan sebagai pemicu ketidakharmonisan. Dengan membangun prasangka positif di seluruh lapisan masyarakat, kita dapat menciptakan fondasi yang kuat untuk kebersamaan yang kokoh, bahkan dalam konteks dinamika politik yang kompleks.
Prasangka negatif, jika dibiarkan tumbuh, dapat menjadi benih potensi konflik yang merugikan. Saat prasangka negatif merajalela, masyarakat cenderung terpecah belah menjadi kelompok-kelompok yang saling curiga dan merasa superior satu sama lain. Inilah yang kemudian dapat memicu konflik sosial yang merugikan stabilitas dan keharmonisan bangsa. Prasangka negatif memberikan efek yang mengakibatkan pembentukan kelompok-kelompok yang tertutup dan tidak mau menerima pandangan atau identitas yang berbeda. Hal ini menciptakan kesenjangan antar-kelompok, yang pada gilirannya dapat memperburuk ketegangan sosial dan politik. Pada saat pemilihan presiden, jika prasangka negatif mendominasi, masyarakat mungkin sulit untuk berdialog dan bekerja sama dalam mencapai keputusan bersama.
Selain itu, prasangka negatif dapat memberi makan konflik politik yang lebih intens. Masyarakat yang dipenuhi dengan prasangka negatif cenderung melihat perbedaan sebagai ancaman daripada sebagai peluang untuk pertumbuhan dan pembelajaran bersama. Ini dapat menciptakan iklim yang memicu retorika polarisasi, kampanye hitam, dan perpecahan yang mempersulit pemilihan presiden. Prasangka negatif juga dapat menghambat partisipasi politik yang konstruktif. Masyarakat yang merasa tidak dihargai atau dikucilkan karena pandangan politik mereka mungkin merasa putus asa dan enggan untuk terlibat dalam proses politik. Ini dapat merugikan demokrasi karena mengurangi pluralitas suara dan menghambat keberagaman pendapat yang seharusnya menjadi kekuatan utama dalam sistem demokratis.
Penting untuk diingat bahwa prasangka negatif bukanlah hal yang pasti atau tak terelakkan. Dengan pendekatan yang bijak, inklusif, dan dialogis, masyarakat dapat mengatasi prasangka negatif dan membangun dasar yang kokoh untuk kebersamaan. Pendidikan, kesadaran, dan upaya kolaboratif dari berbagai pihak dapat membantu mengurangi prasangka negatif dan mendorong masyarakat untuk melihat nilai di balik perbedaan politik mereka. Dengan demikian, upaya ini menjadi kunci untuk mencegah konflik potensial dan membangun masyarakat yang bersatu dalam keragaman.
Pertanyaannya, apabila calon yang kita positifkan, kita unggulkan dengan berbagai tindakan dengan menegatifkan calon lain dan kebetulan kalah. Selanjutnya saya berada dimana dan kita bagian dari siapa?
Wallahu a’lam bi alshawab.