Manuskrip Tua
HorizonOleh Zubairi
Alumni prodi Sosiologi IAIN Sunan Ampel
Tidak salah, ungkapan "hidup itu dinamis". Bisa saja, tahun - tahun yang sudah kita lalui, terdapat banyak cerita unik yang sayang untuk kita lewati. Namun tidak mungkin, skenario perjalanan, cerita, irama dan ritme itu bisa kita mainkan kembali saat ini.
Seperti cerita perjalanan hari ini (kok seperti sidak yang lumrah dilakukan banyak pejabat negeri ini saja!!!), saat saya ke salah satu kantin kampus UIN Sunan Ampel di Surabaya. Saya berjalan memasuki beberapa lorong kampus yang relatif megah dibandingkan 10 tahun yang lalu. Mata saya tertuju pada deretan kursi yang tertata rapi di depan beberapa kios berukuran sekitar 3x2 m, yang siap memanjakan pengunjung walau hanya ingin meneguk segelas kopi.
Nuansa dan pemandangan baru bagi saya, yang tidak pernah ada jauh sebelum akhirnya saya lama sekali tidak lagi datang ke kampus ini. Kangen rasa kopinya, suasana dan canda gurau bersama teman- teman dan sahabat- sahabat waktu itu, seketika muncul dalam memori ingatan saya.
Saya melihat-lihat sekitar, mulai dari tulisan menu yang ditawarkan untuk pengunjung, sampai siapa saja yang datang (sambil menatap wajah orang-orang itu satu persatu dengan penuh harap, semoga ada wajah lama yang saya kenal). "Sangat berbeda jauh meninggalkan khas kantin tempo dulu" gumam saya.
" Sekarang beda mas, gak kayak dulu... Tumben kesini, ayoo ada apa?... " Suara Mbak Bunga (S), pelayan kantin "senior" di kampus ini, tiba-tiba "membubarkan" lamunan saya. Yang menarik, Mbak Bunga tidak menawarkan apa yang mereka jual, tapi seakan dia tau, kalau pagi itu saya hanya butuh cerita tentang keadaan kampus, mahasiswa dan kantin yang dulu jadi satu-satunya pusat bagi mahasiswa untuk "rasan-rasan".
"Masih enak zaman dulu"... Kata-kata yang masih saya ingat dari Mbak Bunga, sampai akhirnya saya meninggalkan tempat duduk saya di kantin itu. Saya tidak tau versi "enak" menurut Mbak Bunga, apakah enak yang dirasakan Mbak Bunga adalah kebijakan birokrasi kampus terhadap kantin, atau daya beli mahasiswa yang datang ke kantin atau bahkan lainnya?. Entah-lah... Dari cerita mulai birokrasi kampus, kebijakan, hingga mahasiswa, tidak bisa saya rangkum dengan utuh. Saya tukut asumsi saya menjadi liar. Yang jelas, suasana yang saya rasakan dibandingkan saat ini, masih jauh lebih enak masa-masa dulu. Apa karena saya produk tempo dulu? Sudahlah, ini hanya versi saya saja kok.
Baca Juga : Tanda-Tanda Surah Makkiyah dan Madaniyyah
Kantin yang menjadi salah satu dari sekian banyak ruang kreasi pada masanya, membuat saya kangen kembali ke masa itu. Kantin bukan sekedar tempat ngopi dan makan bagi mahasiswa. Lebih dari itu, kantin menjadi tempat rapat, diskusi, sekolah, berbagi, dan selebihnya tempat para aktivis PDKT pada idolanya. Hehe
Cukup sederhana, kalau ingin informasi jadwal diskusi terkini, buku terbaru serta istilah mahasiswa teranyar, cukup nongkrong di kantin seharian, kita dijamin lebih pintar satu strip diatas teman-teman kelas pada waktu itu. Ah, yang bener???
Sangat jarang menemui mahasiswa yang tidak membawa buku ke kantin walau hanya sekedar pamer bahwa ia memiliki buku terbitan baru. Terus? apakah mahasiswa sekarang kurang pintar kalau dibandingkan mahasiswa zaman dulu? Oh tidak... Dunianya berbeda dan ruangnya-pun tentu juga berbeda, tinggal mahasiswa nya, mau apa tidak mengisi ruang yang sudah tersedia itu. Dengan laptop dan internet yang tersedia mungkin???
Bisa saja, kalau dulu pamer buku terbitan terbaru, mahasiswa saat ini bisa pamer gadget baru. Kan sama-sama berisi ilmu!!! Yang penting pintar-pintar mahasiswanya. Mau tidak ruang kosong itu ber-isi atau dibiarkan saja mengalir bersama lingkungan non mahasiswa yang juga memegang gadget. Hmmm, terserah... Saya akan mengamati dari kacamata zaman saya dulu saja!!!
Selain kantin, ruang diskusi lainnya adalah DPR, tapi bukan DPR yang itu, yang kabarnya hanya sibuk bersidang dalam hal-hal yang sudah terlanjur viral. Essttt. Dibawah Pohon Rindang... Yup itu dia DPR yang saya maksud. DPR adalah tempat diskusi di ruang terbuka yang terletak dibeberapa titik di dalam kampus, tempat nya indah, suasananya tidak kalah dengan ruang sidang ber-AC saat ini. Apalagi saat hangat-hangat nya diskusi, ada beberapa mahasiswi lewat tidak jauh dari diskusi kita yang membentuk lingkaran. Wah... Keren sekali, dan disitu semangat kita diperlihatkan, bahkan; sesi pertanyaan-pun, (bagi penanya) menjadi ruang narasumber. Dia bisa menggiring dengan hanya pertanyaan, akan menjadi sebuah pernyataan panjang, biar seolah-olah dia adalah narsumnya. Biasa, mahasiswi lewat ye!!!
Sekarang??? Ruang diskusi online kan gak kalah keren. Kita bisa belajar plus bonus. Bonusnya kita bisa dirumah atau di kos, dan nyambi menyelesaikan pekerjaan lain disela narasumber masih bicara. Luar biasa bukan!!!
Sayangnya DPR kini sudah tidak terlihat lagi, bahkan selama-lamanya. Perkumpulan mahasiwa di sudut-sudut kampus hanya menyisakan cerita. Cerita masalalu, masa dimana mahasiswa dikenal kritis.
Orientasi kerja sudah ada sejak dulu, bahkan sejak kampus berdiri, itu pasti menjadi cita-cita dan visi-misi di sebuah perguruan tinggi. Tapi mahasiswa zaman dulu melupakan itu semua, yang ada, dibenak sebagian besar mahasiswa waktu itu, "YANG PENTING PINTAR DAN KRITIS DULU"... Urusan kerja, tidak dibentuk dari kampus dan jurusan yang mereka pilih. Bukti? Banyak aktivis zaman dulu, meraka kerja dan handal dibidang bukan jurusannya!!! Apa mungkin kebetulan ya???
Ok. Baiklah....
Zaman ini mengajak kita berpetualang jauh meninggalkan semuanya, kita tidak akan pernah menemukan ladang yang indah dari petualangan itu sebelum kita mampu menentukannya sendiri. Tentukanlah!!! Agar sejarah tidak mencatat kalian sebagai pelengkap dari petualangan di zaman berikutnya.