(Sumber : https://nursyamcentre.com/)

Membincang Kemandirian Bangsa: Asosiasi Dosen Pergerakan Untuk Indonesia Hebat

Horizon

Oleh: Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

  

Asosiasi Dosen Pergerakan (ADP) menyelenggarakan upacara Milad pertama yang diselenggarakan di Kota Makassar. Acara ini diselenggarakan oleh Pengurus ADP Pusat bekerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM), pada 3-4 Juni 2022. Acara diselenggarakan di Hotel Bintang lima, Hotel Claro, yang sebelumnya bernama Hotel Clarion di pusat Kota Makassar.

  

Begitu menjejakkan kaki di depan UNM, saya melihat baliho elektronik yang istimewa dengan latar foto para tokoh, yaitu Wapres (KH. Ma’ruf Amin), Ketua PBNU (KH. Yahya Cholil Staquf), Menteri Agama (Yaqut Cholil Qoumas), Ketua ADP (Prof. Abdurrahman Mas’ud), Rektor UNM/Wakil Ketua ADP (Prof. Hussein Syam), Ketua umum PB IKA PMII (Akhmad Muqawwam) dan Gubernur Sulawesi Selatan (Andi Sudirman Sulaiman).  Selain itu juga banyak rangkaian bunga ucapan selamat di sekitar Hotel Claro. Sebuah acara yang secara kasat mata mewah dan membanggakan. Ada empat acara yang diusung di dalam upacara Milad pertama ADP, yaitu Gerak Jalan Pergerakan, Focus Group Discussion (FGD) tentang moderasi beragama dan kebangsaan, Rapat Pimpinan ADP untuk pengembangan program, dan acara simposium dengan tema “Sinergi untuk Memperteguh Kemandirian Bangsa”.

  

Berkat kemajuan teknologi informasi, maka acara yang megah ini dapat diselenggarakan dengan sistem luar jaringan (luring) dan dalam jaringan (daring). KH. Yahya Cholil Staquf (Ketua PBNU) menyampaikan key note speech  melalui jaringan daring, demikian juga Dr. Sastro al Ngatawi, sementara itu saya, Prof. Abdurrahman, Prof. Hussein Syam, dan moderator Prof. Aksin Wijaya dengan sistem luring. Ruang Meeting Hotel Claro penuh dengan peserta, demikian pula yang mengikuti acara dengan sistem daring. Prof. Hussein Syam, menyatakan: “acara-acara  kita  diikuti oleh 1000 orang, kalau tidak percaya silahkan hitung sendiri”.

  

KH. Yahya menyatakan bahwa di dalam sejarah perkembangannya, NU dan PMII sudah terdapat orang-orang yang berpendidikan tinggi. Di masa lalu, betapa sulit mencari doktor apalagi professor, tetapi sekarang doktor dan professor sudah sangat banyak di NU maupun PMII. Bahkan sudah terdapat sebanyak 280 ekspatriat yang menjadi dosen bergelar doktor dan professor baik di Jepang, Amerika maupun Eropa. Hal ini menggambarkan bahwa NU termasuk PMII sudah berkembang menjadi organisasi yang hebat. Namun demikian kita tidak boleh berpuas diri dan tidak terus berkembang. Harapan saya, ADP akan dapat menjadi penyangga dunia akademik dan intelektual bagi NU baik sekarang maupun yang akan datang. Tantangan kita sangat kompleks, terutama di tengah media sosial yang permissive, misalnya tantangan paham keagamaan yang intoleran dan eksklusif, sehingga jika tidak diantisipasi akan dapat menimbulkan disharmoni antar masyarakat. ADP harus banyak berbuat dalam kiprah pembangunan bangsa.

  


Baca Juga : Solusi Atasi Bias Gender di Dunia Profesional

Sebagai pembicara pertama, saya sampaikan tiga hal, yaitu: Pertama, kemandirian bangsa harus dimaknai sebagai suatu kondisi, situasi atau keadaan suatu bangsa yang dapat berdiri sejajar dan sederajat dengan bangsa lain. Jika Indonesia berkeinginan menjadi bangsa yang mandiri, maka syaratnya harus berkemampuan untuk berdiri sejajar dan sederajat dengan bangsa lainnya. Makanya, ada beberapa variabel penting yang terkait dengan upaya untuk kemandirian bangsa, yaitu variabel kualitas pendidikan, kualitas kesejahteraan rakyat, kualitas SDM, kualitas keamanan bangsa dan lainnya. Oleh karena itu secara proposisional dapat dinyatakan bahwa “semakin berkualitas pendidikan bangsa Indonesia, maka akan semakin mandiri bangsa Indonesia, semakin berkualitas kesejahteraan bangsa Indonesia, akan semakin mandiri bangsa Indonesia, semakin berkualitas SDM  bangsa Indonesia,  juga akan semakin mandiri  bangsa Indonesia dan semakin damai bangsa Indonesia, juga akan semakin mandiri bangsa Indonesia”.

  

Kedua,  dari variabel-variabel tersebut ada dua saja yang akan saya bahas, yaitu kualitas pendidikan. Berdasarkan World Population Review 2021, pendidikan di Indonesia berada pada ranking ke 54 dari 78 negara di dunia. Singapura berada pada urutan 21, Malaysia urutan 38 dan Thailand urutan 46. Sementara Vietnam berada pada urutan 55. Kualitas Pendidikan Indonesia di Asia Tenggara juga belum optimal, kalah dibandingkan dengan Malaysia, Singapura dan Thailand. Oleh karena itu, maka di antara kebijakan yang penting bagi pemerintah Indonesia adalah mendongkrak kualitas pendidikan. Itu artinya, ADP sebagai wadah berkumpul para dosen harus terlibat di dalam penguatan kualitas pendidikan. Sementara itu, tantangan pendidikan juga luar biasa, misalnya teknologi informasi. Menurut Prof. Clayton Christenson,  Harvard Business School , bahwa pada 10-15 tahun ke depan di Amerika akan berkurang jumlah perguruan tinggi sebesar 50 persen, yaitu menjadi kira-kira 2.500 saja. Dan yang bertahan adalah PT dengan penerapan high technology. Melalui IT maka perguruan tinggi menjadi efektif dan murah. Khusus di Indonesia, maka tantangan PTN/PTKIN adalah melalui rencana perubahan UU Sisdiknas yang akan diamanatkan bahwa PTN/PTKIN harus menjadi PTN-BH delapan tahun pasca disahkannya UU Sisdiknas. Pertanyaannya adalah apakah kita sudah siap untuk melakukannya?

  

Ketiga, tantangan disharmoni bangsa. Kita sedang menghadapi era media sosial, yang sudah dikuasai oleh kalangan ultra konservatif dan konservatif. Jumlahnya sudah cukup banyak 11 persen untuk ultrakonservatif dan 25 persen untuk konservatif, dan yang moderat tinggal 52 persen. Itulah sebabnya PTKIN harus semakin kuat menyuarakan moderasi beragama melalui Rumah Moderasi Beragama yang sudah dimiliki. PTKIN tidak boleh kendor harus terus speak up agar konten moderasi beragama makin kuat dan kemudian mampu mengimbangi konten-konten yang sudah dikuasai oleh kalangan eksklusif. Tidak ada pilihan lain kecuali menggerakkan moderasi beragama agar Indonesia terhindar dari disharmoni dan konflik horizontal.

Sementara itu Prof. Abdurrahman menyatakan bahwa sesungguhnya NU, PMII dan pesantren memiliki kemandirian. Hanya saja di era sekarang perlu semakin ditingkatkan sebab tantangan kita juga semakin kompleks. Kita secara ideologis, institusional dan kultural memiliki kemandirian. Kita memiliki modalitas sosial yang baik berbasis agama yaitu ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah basyariyah. Melalui ukhuwah wathaniyah, maka kita berusaha untuk menegakkan keindonesiaan dan kebangsaan. Saya yakin ADP akan bermanfaat bagi penguatan SDM NU dan PMII dalam kancah kompetisi di dunia pendidikan dan kebangsaan. Kita memiliki toleransi, egaliter dan kerja sama, sehingga kita akan bisa maju di masa depan. Selain itu juga mengembangkan literasi media untuk menangkal berbagai tantangan atas perilaku intoleransi di tengah kehidupan.  

  

Prof. Hussein Syam,  menyatakan bahwa kader-kader PMII harus menunjukkan jati dirinya. sesungguhnya bisa menjadi pemimpin-pemimpin yang berkualitas pada levelnya masing-masing. Era sekarang adalah era kompetisi, maka yang diharapkan adalah kader PMII harus memiliki kemampuan kompetitif. Para dosen yang menjadi anggota ADP bisa menjadi pimpinan pada Perguruan Tinggi. Yang penting adalah kualitasnya. Siapa yang berkualitas, maka dia yang akan memenangkan pertarungan di era kompetisi.

  

Di dalam mengakhiri pidato ini, saya membaca dua pantun:

“Dari Jakarta ke Batusangkar

Lewat dulu kota Makassar

Menjadi warga ADP bukan kesasar

Karena isinya orang-orang pintar\"

“Berburu ke Padang Mahsyar

Mendapat surga dan bidadari

Ayo buru-buru mendaftar

Ke ADP pilihan sejati”

  

Wallahu a’lam bi al shawab.