(Sumber : Nur Syam Centre)

Mengenal dan Mengambil Hikmah Pandemi Covid-19

Horizon

Oleh: Titik Triwulan Tutik

(Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara, UIN Sunan Ampel Surabaya)

   

Pada akhir tahun 2019, dunia digemparkan dengan munculnya Coronavirus jenis baru yang lebih dikenal dengan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Virus ini pertama kali muncul di kota Wuhan, China. Covid-19 menyerang siapa saja baik pada bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Selain itu, virus ini dengan cepat menyebar di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia. Covid-19 telah menjadi pandemi, sehingga dunia menyatakan perang pada virus ini. 

  

Di dalam penanggulangan penyebaran Covid-19, berbagai uaya baik preventif maupun kuratif dilakukan. Mulai dari pencarian vaksin dan lockdown. Indonesia menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Di dalam penerapannya dilakukan seperti peliburan sekolah, kerja, dan “pemberhentian” terhadap semua aktivitas sosial kemasyarakatan maupun keagamaan yang melibatkan banyak orang.  Misalnya, seminar, workshop, rapat, daan aktivitas kantor lainnya, serta aktivitas keagamaan seperti shalat jama’ah, kegiatan kebaktian gereja, pura, dan kegiatan keagamaan lainnya.

  

Usaha yang telah dilakukan untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 belum menunjukkan hasil. Meskipun telah banyak negara di dunia yang melakukan lockdown, namun kasus Covid-19 masih menunjukkan trend kenaikan di banyak negara, termasuk Indonesia. Kasus baru yang terus dilaporkan menyebabkan kekhawatiran akan munculnya gelombang kedua penularan Covid-19. Terutama, banyak negara telah melonggarkan aturan lockdown demi kelansungan ekonomi negara.

  

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, menggantungkan harapan pada vaksin dan pemberlakuan lockdown tidak akan menyelesaikan krisis. Bahkan, WHO memprediksi bahwa pandemi ini akan tetap ada selama empat hingga lima tahun mendatang. Lockdown memang cara yang tepat guna meminimalisir penyebaran, namun bukan cara yang efektif untuk menghentikan Covid-19. Covid-19 akan benar-benar berhenti menyebar ketika 60-70 persen populasi telah mendapatkan kekebalan dari infeksi virus mematikan ini. Herd Immunity (kekebalan otomatis pada diri seseorang) tidak mungkin terjadi pada virus ini. Hal ini disebabkan Covid-19 mempengaruhi hampir seluruh kelompok usia. Selain itu, Covid-19 juga bermutasi dengan cepat dalam bentuk dan jenis lain. Sehingga, virus tersebut akan semakin kuat dan memunculkan gejala yang berberda pula. 

  

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mencatat setidaknya ada lima penyakit yang pernah ditetapkan sebagai pandemi global. Pertama, Influenza 1918 atau Flu Spanyol yang disebabkan oleh Virus H1N1 yang berasal dari burung. Kedua, Influenza A (H2N2) tahun 1957 yang disebabkan oleh mutasi Virus H1N1. Ketiga, Influenza A A (H3N2) tahun 1968yang juga disebabkan oleh transmutasi Virus H1N1. Keempat, infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) tahun 1981. Kelima, Flu Babi (H1N1pdm09) tahun 2009 dan terus berkembang sebagai virus flu musiman yang menyebabkan banyak kematian setiap tahun. 

  

Kemudian muncul pertanyaan, Lalu apa yang harus dilakukan?  Satu hal yang perlu diingat adalah di dunia ini yang tetap adalah perubahan itu sendiri. Hidup terus berevolusi mengikuti perputaran dan sunatullah (apa yang telah Allah SWT tentukan). Covid-19 telah memberikan hikmah, bahwa hidup tidak akan selalu sama (tetap). Manusia sebagai khalifatullah fil Ard harus beradaptasi dengan hal tersebut. Akal pikiran adalah rahmat Allah SWT. Kunci manusia untuk selalu beradaptasi, membangun peradaban baru, mampu berdamai sehingga dapat hidup berdampingan dengan Covid-19, merupakan jalan terbaik. Jangan berharap Covid-19 akan musnah, layaknya pandemi yang lain. Namun, mulailah mempersiapkan diri untuk mengarah pada kebiasaan baru (New Normal).

  


Baca Juga : Tips Jaga Fisik dan Mental Kala Pandemi

Terdapat dua hal penting sebagai introspeksi diri (Muhasabah) atas kemunculan Covid-19. Pertama, menjaga kesehatan (preventif) lebih utama daripada harus berobat (kuratif). Allah telah mengingatkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Artinya, Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus menjadi budaya dan kebiasaan. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Sutiman Bambang Sumitro, Guru Besar Ilmu Biologi Universitas Brawijaya, bahwa Covid-19 akan memberikan banyak perubahan dalam cara hidup, bepergian, bahkan bekerja. Namun, untuk jangka panjang, satu-satunya hal yang dapat membantu meminimalisir penyebaran Covid-19 adalah mempraktikkan social distancing dan sanitasi yang baik.

  

Layaknya lima penyakit yang pernah ditetapkan sebagai pandemi global, Covid-19 tidak bisa sepenuhnya hilang. Virus ini akan bermutasi dan tercipta jenis baru. Sehingga, masyarakat harus menerapkan ola hidup bersih. Misalnya pada tatanan kebiasaan baru (New Normal), masyarakat tetap menjalani keseharian normal, namun ditambah empat perilaku yang dianjurkan pemerintah. Empat perilaku tersebut adalah jaga jarak (social distancing), pakai masker, cuci tangan dan bersihkan barang-barang yang dipegang banyak orang bergantian. Selain itu juga perlu diingat bahwa masyarakat tidak boleh bersin dan meludah sembarangan agar tidak tertular dan menularkan Covid-19. 

  

Kedua, ibadah sebagai wujud pengabdian yang tidak hanya mengenai ruang dan waktu, namun juga mengalir dalam aliran jiwa, raga dan darah. Ini merupakan esensi ibadah yang sesungguhnya. Apa sebenarnya yang terjadi dengan pandemi Covid-19 ini? Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan gambaran mengenai setiap bencana maupun musibah yang terjadi. 

  

Allah SWT telah mencurahkannya dalam Surah Ar-Rum ayat 41. 

  

“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” 

  

Ayat tersebut jelas menerangkan bahwa penyebab utama semua kerusakan yang terjadi di bumi dengan berbagai bentuknya adalah perbuatan buruk dan maksiat yang dilakukan oleh manusia. Hal ini menunjukkan bahwa perbuatan maksiat adalah sumber kerusakan yang tampak di bumi. Artinya, manusia harus mengambil hikmah dari apa yang telah Allah SWT firmankan. Manusia harus kembali pada jati diri manusia selaku hamba Allah SWT. 

  

Ahmad Mustofa Bisri yang akrab disapa Gus Mus membuat puisi berjudul “Bubarnya Agama”. Peggalan bait Gus Mus tersusun atas kata bijak yang syarat akan hikmah. Ia berusaha mengajarkan kita untuk kembali mengenal diri sendiri dan mengenal Tuhan sebenar-benarya, bukan sekadar formalitas maupun dogmatisasi. Penggalan bait puisi karya Gus Mus sebagai berikut:

  

…..


Baca Juga : Agama, Pemilu dan Pilihan Rasional Etis

Corona datang

Seolah membawa pesan

Ritual itu rapuh!

…..

Corona mengajarimu,

Tuhan itu bukan (melulu) pada keramaian

Tuhan itu bukan (melulu) pada syariat

Tuhan itu ada pada jalan keterputusanmu

Dengan dunia yang berpenyakit

Corona memurnikan agama

Bahwa taka da yang boleh tersisa

Kecuali Tuhan itu sendiri!

Temukan Dia…!

  

Sementara ini, kita masih sibuk menyebar sisi buruk Covid-19. Namun, belum mencari hikmah apa di balik adanya pandemi ini. Kita yakin tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan, semua memiliki tujuan dan hikmah. Percayalah bahwa Allah SWT menurunkan sesuatu dengan hikmah. Ada pelajaran besar dalam hal ini. Bagi mereka yang arif dan bijaksana akan mampu melihat dan menyadari. “Apa yang mustahil bagi manusia, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Berharaplah hanya kepada-Nya”. Sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Baqarah ayat 26:

  

“Sesungguhnya, Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”

  

Secara garis besar terdapat dua pilihan hidup dalam suasana Covid-9, yakni menghindar dari Covid-19 dengan melakukan sosialisasi diri sesuai anjuran pemerintah. Serta, berdamai dan hidup berdampingan dengan Covid-19. Artinya, dengan membangun peradaban baru dalam bentuk perilaku dan tata cara hidup. Hal ini merupakan tugas utama manusia sebagai khalifatullah. Meskipun begitu, langkah terbaik adalah stay at home. Jika harus keluar rumah, maka harus mengikuti Protokol Kesehatan Covid-19. 

  

Wallahu a’lam bish-shawab