(Sumber : tempo.co)

Program Makan Gratis di Indonesia : Bisakah Kita Meniru Kesuksesan Negara Lain?

Horizon

Oleh Siti Hasanah 

  

Program makan siang gratis di sekolah telah menjadi salah satu inisiatif populer yang diimplementasikan oleh berbagai negara untuk meningkatkan gizi anak-anak dan mendorong prestasi akademik. Presiden Indonesia terpilih, Prabowo Subianto, berencana meluncurkan program serupa sebagai bagian dari delapan program besar selama masa jabatannya. Program ini ditargetkan mencakup lebih dari 80 juta anak pada tahun 2029, dengan tujuan menurunkan angka stunting yang mencapai 21,6 persen pada tahun 2022. Namun, meskipun tujuan ini sangat mulia, ada beberapa alasan mengapa program makan siang gratis di Indonesia mungkin tidak akan berhasil seperti di negara lain.

  

Pertama, Pendanaan dan Sumber daya di Indonesia yang terbatas, menurut saya tantangan terbesar dalam pelaksanaan program makan siang gratis di Indonesia adalah pendanaan dan alokasi sumber daya yang tepat. Program semacam ini membutuhkan investasi awal yang signifikan serta pendanaan berkelanjutan untuk memastikan kelangsungan operasionalnya. Realisasi program makan siang gratis ini diragukan karena memerlukan dana yang sangat besar. Berdasarkan APBN 2024, program ini menyerap 14,1 persen dari total anggaran. Anggaran yang dibutuhkan untuk program ini dua setengah kali lebih besar dibandingkan anggaran kesehatan dan hampir setara dengan anggaran pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari alternatif pembiayaan lain selain mengandalkan dana negara.Mengingat kondisi keuangan negara yang terbatas dan prioritas anggaran yang bersaing, pendanaan yang memadai bisa menjadi penghalang utama. Contoh dari program Akshaya Patra di India menunjukkan bahwa kemitraan yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta dapat meningkatkan kapabilitas dan keberlanjutan program tersebut (Epstein & Yuthas, 2012). Namun, di Indonesia, kerangka kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta masih belum sekuat yang dibutuhkan untuk program berskala besar seperti ini. Kesulitan dalam memobilisasi sumber daya finansial yang memadai dapat mengakibatkan program ini berjalan setengah hati atau terhenti sama sekali.

  

Kedua, Logistik dan distribusi yang kompleks, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kepulauan 17.000 lebih, dimana kondisi ini membuat logistik dan distribusi menjadi tantangan besar. Infrastruktur di banyak daerah terpencil masih terbatas, dengan minimnya fasilitas transportasi yang memadai dan  kondisi jalan yang buruk. (Candrianto et al., 2020).  Untuk program makan siang gratis berfungsi dengan baik, makanan harus didistribusikan secara merata dan tepat waktu ke seluruh wilayah, termasuk daerah yang sulit dijangkau. Pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk penyimpanan dan distribusi makanan yang aman juga menjadi masalah. Dengan geografi yang luas dan beragam, memastikan bahwa makanan yang didistribusikan tetap segar dan bergizi adalah tugas yang tidak mudah. Jika logistik dan distribusi tidak ditangani dengan baik, ada risiko besar terjadinya pemborosan makanan atau penurunan kualitas nutrisi, yang pada akhirnya mengurangi efektivitas program dalam menangani masalah stunting.

  

Ketiga, Korupsi dan Penyalahgunaan Dana. Masalah korupsi dan penyalahgunaan dana telah menjadi penyakit kronis dalam berbagai program pemerintah di Indonesia. Seperti yang terungkap dalam beberapa kasus korupsi terkait dana bantuan sosial, potensi penyalahgunaan dana dan sumber daya bisa menghambat implementasi program makan gratis yang efektif dan efisien (Gede Mirah Saskarayani & Krisna Puspawati, 2021). Korupsi tidak hanya akan mengurangi jumlah dana yang tersedia untuk program, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan program itu sendiri. Ketika publik tidak percaya bahwa dana yang dianggarkan akan digunakan dengan benar, partisipasi dan dukungan untuk program tersebut bisa menurun. Ini bisa mengakibatkan kurangnya partisipasi dari pihak yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama, yaitu anak-anak sekolah. Kurangnya kepercayaan juga dapat mempengaruhi partisipasi sektor swasta dalam mendukung program, yang pada akhirnya mengurangi potensi keberhasilan program tersebut.

  

Keempat, tantangan dalam memastikan keamanan pangan, Di Indonesia, meningkatkan standar keamanan pangan pada skala usaha kecil dan menengah seringkali merupakan tantangan yang signifikan. Program makan gratis harus dapat menjamin bahwa makanan yang disajikan tidak hanya bergizi tetapi juga aman untuk dikonsumsi, guna menghindari kontaminasi atau penyakit berbasis pangan. Namun, banyak usaha kecil dan menengah di Indonesia menghadapi kendala seperti kurangnya pengetahuan tentang praktik keamanan pangan yang baik, keterbatasan infrastruktur, dan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi standar keamanan pangan yang ketat (Muderedzi et al., 2019). Selain itu, pengawasan dan regulasi yang tidak konsisten serta minimnya inspeksi rutin memperburuk situasi ini. Misalnya, di daerah-daerah terpencil, distribusi makanan yang aman dan berkualitas sering kali terhambat oleh infrastruktur yang buruk dan kurangnya fasilitas penyimpanan yang memadai. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya kontaminasi dan penyebaran penyakit yang terkait dengan makanan, yang pada akhirnya dapat mengurangi efektivitas program makan gratis tersebut. Oleh karena itu, memastikan keamanan pangan dalam skala besar di Indonesia memerlukan upaya kolaboratif antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas untuk mengatasi tantangan-tantangan ini.

  

Melihat tantangan-tantangan yang ada, sangat jelas bahwa program makan siang gratis di Indonesia akan menghadapi berbagai hambatan signifikan. Pendanaan yang terbatas, kompleksitas logistik dan distribusi, serta masalah korupsi dan penyalahgunaan dana merupakan beberapa alasan utama mengapa program ini mungkin tidak akan berhasil seperti di negara lain. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih terintegrasi dan berkelanjutan. Ini termasuk memperkuat kemitraan dengan sektor swasta, membangun infrastruktur yang memadai, dan mengatasi masalah korupsi dengan mekanisme pengawasan yang lebih ketat. Selain itu, pendidikan gizi harus menjadi bagian integral dari program ini untuk memastikan bahwa anak-anak tidak hanya menerima makanan, tetapi juga belajar tentang pentingnya pola makan sehat. Namun, tanpa langkah-langkah konkret untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, program makan siang gratis di sekolah-sekolah Indonesia mungkin tidak akan mencapai tujuannya dan hanya menjadi beban tambahan bagi anggaran negara yang sudah terbatas. Oleh karena itu, meskipun niat dan tujuan dari program ini sangat baik, keberhasilannya masih sangat diragukan.

  

Di samping itu, pemerintah perlu mengadopsi teknologi modern untuk memantau dan mengevaluasi efektivitas program secara real-time, memungkinkan penyesuaian cepat jika ditemukan masalah. Pendekatan berbasis data dapat membantu mengidentifikasi daerah yang paling membutuhkan dan memastikan alokasi sumber daya yang efisien. Juga penting untuk melibatkan komunitas lokal dalam pelaksanaan program untuk meningkatkan rasa kepemilikan dan akuntabilitas. Dengan meningkatkan partisipasi masyarakat, program ini dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan. Akhirnya, transparansi dan komunikasi yang baik antara semua pemangku kepentingan, termasuk orang tua, guru, dan pihak sekolah, sangat penting untuk membangun kepercayaan dan dukungan terhadap program ini. Hanya dengan komitmen yang kuat dan upaya bersama, program makan siang gratis di Indonesia dapat mencapai tujuan mulianya. Di samping itu, pemerintah juga harus melakukan evaluasi rutin untuk mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan dan memastikan program berjalan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian, langkah-langkah ini dapat membantu meningkatkan peluang keberhasilan program makan siang gratis di Indonesia.

  

DAFTAR PUSTAKA

  

Candrianto, Aulia, F., Gusti, M. A., Novenica, M., & Juniardi, E. (2020). Analysis of Placement Maximizing Planning in Warehouse Using FSN Analysis Using Class Based Storage Method (Case Study: PT. XYZ). 124, 682–695. https://doi.org/10.2991/aebmr.k.200305.134

  

Epstein, M. J., & Yuthas, K. (2012). Scaling Effective Education for the Poor in Developing Countries: A Report from the Field. Journal of Public Policy & Marketing, 31(1), 102–114. https://doi.org/10.1509/jppm.11.066

  

Gede Mirah Saskarayani, I. A., & Krisna Puspawati, K. (2021). Legal Analysis of Corruption Cases Social Assistance the Minister of Social Responsibility Based on the Criminal Action of Corruption and Its Impacts. Ganesha Law Review, 3(1), 56–67. https://doi.org/10.23887/glr.v3i1.322

  

Muderedzi, J., Eide, A. H., Braathen, S. H., & Stray-Pedersen, B. (2019). Exploring the Relationship Between Food Insecurity, Gender Roles and HIV/AIDS Among Tonga Carers of Disabled Children of Binga in Zimbabwe. Sexuality and Culture, 23(4), 1131–1146. https://doi.org/10.1007/s12119-019-09610-w