Tanean Lanjhang dan Kehormatan Perempuan Madura
HorizonOleh: Mansur
(Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya)
Tanean lanjhang adalah pola pemukiman adat Madura yang Lestari hingga saat ini. Tanean lanjhang merupakan ruang makna tersendiri bagi orang Madura. Tata ruang Tanean lanjhang terdiri dari: rumah tongghu, dapor, kandang, langgar/kobhung dan tanean. Rumah tongghu merupakan rumah pertama dan utama dalam tatanan permukiman Tanean lanjhang (halaman panjang). Rumah tongghu posisinya di sebelah Utara dan menghadap ke selatan. Rumah tongghu bisa berupa model rumah Bangsal ataupun Pacènan. Rumah tongghu memiliki ciri sebagai berikut: di dalam ruang utama bagian dalam, atap rumah ditunjang oleh empat pilar (sasaka) di bagian tengah dengan formasi segi empat. Ruang utama memiliki pintu di bagian Selatan dan menjadi satu-satunya pintu keluar dari ruang utama. Ruang utama merupakan ruang keluarga inti mirip dengan kamar pada umumnya dengan ukuran lebih besar. Ruang utama dilengkapi dengan jendela yang posisinya berada di sebelah kanan dan kiri pintu utama. Dari ruang utama keluar menuju ampèr (teras/ruang tamu) yang fungsinya untuk menerima tamu kerabat dekat. Untuk kerabat jauh atau orang yang baru dikenal biasanya ditemui di Langgar/Kobhung. Yang namanya ampèr (ruang tamu) ini ukurannya tidak lebih besar dari ruang utama dan hanya ditunjang oleh 2 pilar sejajar dan lebih pendek. Dari ampèr ini penghuni rumah tongghu hanya bisa keluar ke halaman melalui satu pintu juga yang posisinya lurus dengan pintu ruang utama. Jadi, rumah tongghu hanya memiliki satu pintu keluar. Tidak ada pintu lain di belakang atau pun di bagian samping.
Selain rumah tongghu, pemukiman Tanean Lanjhang memiliki dapor (dapur) yang posisinya tepat berhadapan di depan rumah tongghu. Aktifitas memasak dan menyantap hidangan dilakukan di dalam dapor. Dapor orang Madura pasti berdampingan dengan kandang sapi di sebelah Timur dapor yang juga menghadap ke utara hanya dibatasi dinding gedek bambu. Sedangkan posisi Langgar/kobhung menempati posisi di ujung Barat pemukiman bersebelahan dengan sumur dan jeding di Selatannya. Langgar dijadikan ruang untuk mendidik anak, salat berjamaah dan pertemuan. Perpaduan rumah tongghu di sebelah utara, dapor di bagian Selatan dan Langgar/kobhung di sisi Barat, maka ruang kosong di tengah disebutlah dengan tanean. Pola tanean ini dikelilingi oleh pagar tanaman perdu yang tidak begitu rapat dan menempatkan pintu masuk ataupun keluar di bagian Timur lurus dengan tanean.
Rumah tongghu hanya berisi keluarga inti sampai anak-anak mencapai usia dewasa. Anak remaja laki-laki diajari mandiri sejak usia sekolah dan tidur di langgar/kobhung. Sedangkan anak perempuan tetap tidur di rumah tongghu. Kegiatan perempuan hanya boleh diantara rumah tongghu, dapor, tanean, sumur, dan Langgar. Sedangkan Bapak sebagai kepala rumah tangga bisa mengawasinya dari Langgar/kobhung. Dengan adanya satu pintu rumah ataupun dapor Sang Bapak akan mudah melindungi para perempuannya. Ketika anak perempuan beranjak dewasa dan saatnya menikah, maka akan dibangunkan rumah yang sama di sebelah Timur rumah tongghu. Begitu juga untuk anak-anak perempuan kedua, ketiga dan seterusnya akan dibangunkan rumah terpisah berjajar rapi di sebelah Utara. Apabila sisi Utara sudah tidak memungkinkan, maka akan dibangunkan di samping kandang menghadap ke Utara, atau di belakang rumah tongghu.
Rumah tongghu terus dihuni oleh keluarga inti, yaitu bapak dan ibu. Apabila Sang Bapak meninggal dunia, maka Ibu tetap mendiami rumah tongghu sebagai Kepala Rumah Tangga. Kecuali Sang Ibu sudah terlalu sepuh, maka anak perempuan tertua akan dipindahkan dan hidup serumah dengan ibu di rumah tongghu menggantikan posisi ibu sebagai Kepala Rumah Tangga. Apabila sang anak perempuan tertua meninggal dunia maka akan digantikan anak perempuan tertua berikutnya. Demikian seterusnya. Sementara itu, posisi jeding atau kamar mandi yang semula berdekatan dengan sumur, maka ketika ada keluarga yang menikah, maka jeding mulai berbagi dan ada pula yang membuat jeding sendiri di belakang rumahnya.
Para perempuan beraktifitas dari pintu ke pintu yang lain dengan mudah bisa diperhatikan oleh Kepala Rumah Tangga dari arah langgar/kobhung. Langgar/kobhung menjadi pusat pengawasan dan keamanan untuk seluruh anggota keluarga. Dengan demikian bisa dipahami, bahwa adanya hanya satu pintu di rumah dan satu pintu di dapur serta satu pintu keluar halaman merupakan upaya tata ruang tanean lanjhang untuk menjaga kehormatan para perempuan. Bagi orang Madura, perempuan merupakan pertahanan terakhir dalam menjaga kehormatan rumah tangga.
Suami orang Madura akan sangat tersinggung apabila perempuannya ada yang mengganggu. Apalagi sampai ada orang tidak dikenal memasuki rumah tanpa izin. Tata krama orang Madura dalam menemui tamu, baik tidak dikenal ataupun yang baru dikenal hanya sebatas ditemui di Langgar/kobhung saja. Selama di Langgar/kobhung ada tamu tidak dikenal para perempuan tidak diperkenankan keluar rumah. Namun, apabila tetamu merupakan orang yang dikenal atau kerabat dekat, maka ditemui di ampèr. Karena itu, menjaga para perempuan sama halnya dengan menjaga kehormatan keluarga. Orang Madura berani bersimbah darah demi menjaga kehormatan perempuannya; Lebbhhi bhegus potè tolang è tèmbheng potè mata.