(Sumber : Dok. Pribadi)

Background Study RPJPN 2025-2045: Bappenas dan Kemenag Lakukan Kick Off Meeting

Informasi

Bappenas dan Kemenag melakukan kerja bareng dalam rangka kick off meeting untuk membahas background study RPJPN yang diselenggarakan di Aula HM Rasyidi Kementerian Agama (Kemenag) di Jalan Thamrin Jakarta, pada Senin, 12 September 2022. Hadir di dalam acara ini, Sekjen Kemenang Prof. Dr. Nizar Ali, Plt. Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas, Dr. Subandi, MSc., Dirjen Bimas Islam, Prof. Dr. Kamaruddin Amin, Dirjen Pendis, Prof. Dr. Mohammad Ali Ramdani, Dirjen PHU, Prof. Hilman Latif, Direktur Agama, Pendidikan  dan Kebudayaan, Dr. Amich Al Humami, dan sejumlah pejabat eselon II dan III Kemenag RI. Acara ini diselenggarakan dengan system hybrid. Ada yang  luring dan  daring. 

  

Sebagai narasumber dan pemantik diskusi adalah: Dr. (HC) Lukman Hakim Saifuddin, Romo Franz Magnis Suseno, Prof. Dr. Nur Syam, MSi dengan moderator Dr. Fuad Jabali. Pak Lukman Hakim Saifuddin (Menag RI 2014-2019) membahas “Evaluasi Kebijakan Pembangunan Bidang Aagam”, Romo Magnis Suseno berbicara tentang “Masa Depan Pembangunan Bidang Agama”, dan Prof. Nur Syam membicarakan tentang “Arah Kebijakan Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan” dan Dr. Amich Al Humami membicarakan tentang “Arah Pembangunan Bidang Agama, Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia 2025-2045”.   

  

Pak Lukman Hakim Saifuddin membicarakan tentang Moderasi Agama sebagai pilar pembangunan karakter di Indonesia 2025-2045. Pembangunan di Indonesia akan sangat tergantung pada pemahaman agama dan perilaku beragama yang mengedepankan pemahaman dan perilaku beragama yang moderat. Yang dimoderasikan bukan agamanya akan tetapi pemahaman dan perilaku beragama umatnya. Karena agama sesungguhnya sudah mengajarkan sikap moderat sesuai dengan pesan agama itu sendiri. Di dalam konteks ini maka relasi antara agama dan negara merupakan relasi yang symbiosis mutualisme. Negara tidak bisa mencampuri penafsiran agama, sebab penafsiran agama itu merupakan wewenang para ulama atau pemimpin agama. Negara berfungsi mengatur relasi antar umat beragama. Tetapi harus diingat bahwa jangan sampai terjadi dominasi mayoritas dan tirani minoritas. Jangan sampai umat yang mayoritas melakukan upaya-upaya untuk melakukan monopoli tafsir agama, sebab hal ini akan membawa kepada masalah relasi antar umat beragama. Menurut Pak Lukman bahwa dalam 25 tahun ke depan, moderasi beragama harus terus ditegakkan agar terjadi kerukunan umat beragama yang merupakan pilar kerukunan bangsa.

  

Romo Franz Magnis Suseno, menyatakan bahwa agama itu sesungguhnya memiliki potensi pemecah belah selain berfungsi untuk melakukan harmoni di antar warga bangsa. Jangan sampai Indonesia ini menjadi sepabagimana negara-negara lain, seperti Irak dan Siria, dan negara-negara lain yang berkonflik karena factor agama. Dalam konteks sampai 25 tahun mendatang, kita berharap bahwa pembangunan agama dan keagamaan akan mengarah kepada terciptanya keadilan social. Oleh karena itu yang harus dikedepankan adalah bagaimana membangun kerukunan dan harmoni dalam rangka mencapai keselamatan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

  

Prof. Nur Syam, menyatakan bahwa terdapat banyak tantangan pendidikan agama dan keagamaan di masa depan, yaitu VUCA dengan saudara-saudaranya. Dunia di masa depan itu sangat tidak menentu, banyak gejolak dan ambivalen. Di antaranya diciptakan oleh semakin menguatnya teknologi informasi. Di era tersebut maka terjadi misalnya Pesantren digital, ulama digital, santri digital dan sebagainya yang tentu akan mengubah paradigma monitoring, control dan evaluasi mengenai pendidikan agama dan keagamaan. Tidak kalah penting juga tantangan mempertahankan tradisi atau memasuki modernitas. Pendidikan agama dan keagamaan ditantang untuk memasuki era ini. Dan yang tidak kalah penting adalah mengenai tantangan pendidikan yang dikelola oleh kaum Salafi melawan Pendidikan Salafiyah. Keberhasilan dalam mendirikan lembaga-lembaga pendidikanw selama ini memantik untuk mengembangkan pendidikan berbasis pesantren. 

  

Maka yang diperlukan adalah bagaimana Kemenag harus semakin memperkuat regulasi dalam kerangka untuk melakukan pengawasan terhadap perkembangan pendidikan agama dan pendidikan keagamaan dimaksud. Harus benar-benar dirumuskan regulasi yang ke depan akan menjadi instrument pengawasan atas perkembangan pendidikan agama dan keagamaan. Selain itu yang sangat penting adalah menjaga pendidikan bermutu berkelanjutan. Ke depan di saat Indonesia Emas 2045 maka kita akan dapat melihat hanya Pendidikan berkualitas saja yang akan survive. 

  

Dari berbagai pemaparan para nara sumber ini sesungguhnya terdapat kata kunci bahwa dalam pembangunan bidang agama dan keagamaan, maka yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana upaya untuk menciptakan keadilan social yang merupakan kata kunci pembangunan dengan mengedepankan Pendidikan agama dan keagamaan yang bermutu berkelanjutan berbasis pada moderasi beragama.

Wallahu a’lam bi al shawab.