Bukan Cuma Malas, Ini Alasan 20,31% Gen Z di Indonesia Berstatus NEET
InformasiEva Putriya Hasanah
Pernah dengar istilah NEET? Kalau belum, santai aja, kamu nggak sendirian kok . NEET itu singkatan dari “Not in Education, Employment, or Training.” Jadi, istilah ini dipakai buat menggambarkan orang-orang yang tidak lagi bersekolah, tidak bekerja, dan juga tidak ikut pelatihan apa pun. Istilah NEET sendiri pertama kali dikenalkan di Inggris lewat laporan pemerintah bertajuk Bridging the Gap: New Opportunities for 16-18 Year Olds Not in Education, Employment or Training pada tahun 1999. Sejak saat itu, istilah NEET mulai dipakai di berbagai negara, seperti Jepang dengan istilah hikikomori dan Spanyol dengan istilah generasi ni-ni.
Nah, yang bikin menarik, di Indonesia ternyata ada sekitar 20,31% Gen Z yang masuk kategori NEET. Kalau dihitung-hitung, itu artinya hampir 1 dari 5 anak muda di generasi ini lagi “nganggur” dalam arti yang lebih luas. Wah, cukup banyak juga ya? Angka ini cukup besar, apalagi kalau kita ingat bahwa Gen Z adalah generasi yang diharapkan menjadi motor penggerak masa depan bangsa. Tapi, sebelum buru-buru ngecap mereka malas atau nggak produktif, yuk kita coba lihat dari sudut pandang yang lebih santai dan terbuka.
Tapi, sebelum buru-buru ngecap mereka malas atau nggak produktif, yuk kita coba lihat dari sudut pandang yang lebih santai dan terbuka. Soalnya, jadi NEET itu nggak selalu berarti mereka nggak mau berusaha, lho . Ada banyak faktor yang membuat seseorang masuk ke kategori ini, dan sering kali tarifnya lebih kompleks dari sekedar “males-malesan.”
Pertama-tama, kita harus sadar kalau dunia kerja sekarang tuh beda banget sama zaman dulu. Kalau dulu, mungkin lulusan SMA aja udah cukup buat dapet kerja yang layak. Tapi sekarang? Persaingan semakin ketat, dan banyak perusahaan yang meminta kualifikasi tinggi, bahkan membuat pekerjaan yang terlihat sederhana. Jadi, buat Gen Z yang baru lulus sekolah atau kuliah, masuk ke dunia kerja itu tidak melebihi yang dibayangkan. Apalagi data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kalau tingkat kemiskinan terbuka (TPT) di Indonesia untuk kelompok usia 15-24 tahun mencapai 16,1%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya. Jadi, jelas banget kalau anak muda menghadapi tantangan besar buat dapet pekerjaan.
Selain itu, ada juga faktor ekonomi keluarga yang tidak bisa diabaikan. Nggak semua orang punya keistimewaan buat langsung kuliah atau ikut pelatihan setelah lulus sekolah. Biaya pendidikan yang semakin mahal membuat banyak anak muda harus berhenti di tengah jalan. Mereka tidak punya pilihan selain “beristirahat” dulu sambil mencari cara untuk melanjutkan pendidikan atau pelatihan. Jadi, kalau ada yang bilang jadi NEET itu Cuma soal malas, ya nggak sepenuhnya benar.
Tapi, ada juga sisi lain yang menarik. Beberapa Gen Z yang jadi NEET sebenarnya punya alasan yang lebih pribadi. Misalnya, mereka lagi nyari jati diri atau mencoba mengejar passion mereka. Di era digital sekarang, banyak sekali peluang untuk belajar mandiri melalui internet. Ada yang belajar coding , desain grafis, atau bahkan jadi content writer dari rumah. Tapi sayangnya, aktivitas ini sering kali tidak dihitung dalam statistik resmi. Jadi, meskipun mereka tidak terdaftar di lembaga formal, bukan berarti mereka tidak belajar atau berkembang.
Di sisi lain, tekanan sosial juga mempunyai peran besar. Generasi sekarang hidup di era media sosial, di mana semua orang terlihat “sukses” dan “bahagia.” Tekanan untuk terlihat berhasil di mata orang lain itu nyata banget lho . Ada yang akhirnya memilih untuk “menghilang” sementara waktu karena merasa tidak cukup baik dibandingkan teman-temannya. Ini juga salah satu alasan kenapa banyak anak muda jadi NEET. Mereka membutuhkan waktu untuk memulihkan diri dan menemukan arah hidup yang sesuai.
Terus, bagaimana solusinya? Ya, ini PR besar buat kita semua, bukan Cuma pemerintah, tapi juga masyarakat. Pertama , kita perlu menciptakan lebih banyak peluang kerja dan pelatihan yang terjangkau. Program-program pelatihan yang fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan pasar kerja bisa jadi solusi buat mereka yang tidak punya akses ke pendidikan formal. Misalnya, pelatihan berbasis teknologi atau keterampilan praktis yang bisa langsung diterapkan di dunia kerja.
Kedua , penting banget buat mengubah cara pandang kita terhadap anak muda yang jadi NEET. Jangan langsung ngecap mereka malas atau nggak punya masa depan. Sebaliknya, kami harus mendukung mereka untuk menemukan jalan mereka sendiri. Kadang-kadang, mereka hanya membutuhkan dorongan kecil atau kesempatan untuk membuktikan diri. Misalnya, program magang atau kerja paruh waktu bisa jadi langkah awal yang bagus buat mereka.
Dan yang terakhir, kita juga harus lebih peka terhadap kesehatan mental generasi muda. Tekanan untuk selalu terlihat sukses itu nyata, dan tidak semua orang bisa menghadapinya dengan mudah. Jadi, menyediakan ruang aman bagi mereka untuk berbicara dan mencari bantuan adalah langkah penting. Jangan lupa, kesehatan mental itu sama pentingnya dengan kesehatan fisik.
Intinya, jadi NEET itu bukan akhir dari segalanya. Banyak dari mereka yang sebenarnya punya potensi besar, Hanya butuh waktu dan dukungan untuk berkembang. Jadi, daripada menghakimi, yuk kita coba bantu mereka buat bangkit dan menemukan jalan mereka sendiri. Karena, pada akhirnya, masa depan bangsa ini ada di tangan mereka juga, kan?