(Sumber : nursyamcentre.com)

Da'i, Memang Rawan Disalahpahami

Informasi

Tak lama penusukan terjadi pada pendakwah bernama Syekh Ali Jaber saat mengisi pengajian di Masjid Falahuddin, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung, Minggu (13/09). Usai peristiwa penusukan pada pendakwah tersebut beredar informasi bahwa pelaku adalah salah seorang yang mengalami gangguan jiwa. Dilansir dari Kompas.com (14/09), berdasarkan penyelidikan sementara yang dilakukan oleh Kapolresta Bandar Lampung mengatakan bahwa pelaku tak memiliki riwayat menjalani perawatan di rumah sakit jiwa. Sementara, Kabid Humas Lampung mengatakan bahwa selama pemeriksaan, pelaku lancar menjawab pertanyaan dari penyidik.

 

Sedangkan, Prihananto, Dosen Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Ampel Surabaya menyatakan bahwa sulit untuk mengatakan jika pelaku penusukan terhadap Syekh Ali Jaber memiliki tanda-tanda gangguan jiwa. Sebab, berdasarkan penelusuran pada beberapa media sosial milik pelaku, seperti instagram dan facebook menunjukkan seperti media sosial orang-orang pada umumnya.

 

"Dari penelusuran rekam jejak digital pelaku, seperti unggahan foto dan status di media sosial tidak menunjukkan tanda-tanda mengalami gangguan jiwa. Akun instagram dan facebooknya seperti akun sosial media orang-orang pada umumnya. Tak hanya itu, berdasarkan informasi dari tetangga pelaku, istrinya baru saja melahirkan," ucapnya saat diwawancara oleh crew NSC pada Senin, (14/09).

 

Komunikasi Dakwah yang Rahmatan Lil Alamin

 

Dalam perspektif komunikasi dakwah, peristiwa penusukan pendakwah Syekh Ali Jaber juga bisa dilihat keterkaitannya antara penerima pesan atau mad'u dan pesan dakwah yang disampaikan oleh da'i yaitu Syekh Ali Jaber. Seperti halnya disampaikan Prihananto, ia menyampaikan bahwa bisa jadi peristiwa penusukan Syekh Ali Jaber disebabkan karena adanya permasalahan yang muncul karena pesan dakwah yang disampaikan oleh da'i.

 

"Pertanyaannya, adakah kaitannya dengan pelaku. Pelaku kemudian menyimpan sakit hati karena ucapan atau pesan dakwah Syekh Ali Jaber dalam setiap dakwahnya, baik di YouTube atau TV?. Hingga, sebab sakit hati yang dirasakan akhirnya mengakibatkan pelaku menjadikan Syekh Ali Jaber menjadi target untuk dilukai," ucapnya.

 

Tindakan kekerasan atau pembunuhan yang muncul karena pesan dakwah yang disampaikan oleh da'i bisa saja terjadi. Demikian disampaikan Prihananto, ia mengatakan bahwa dalam komunikasi dakwah tak dapat dipungkiri dapat terjadi suatu kesalahpahaman dalam menangkap pesan dakwah dari da'i. Hal ini dalam komunikasi dakwah disebut semantic problems. Semantic problems adalah komunikasi dakwah yang dipahami secara salah oleh komunikan atau mad'u karena faktor bahasa yang digunakan oleh komunikator atau da'i.

 

"Namun, dari sisi ini jika diamati isi pesan dakwah Syekh Ali Jaber tidak pernah menyampaikan konten kebencian, bahkan ada yang berpendapat komunikasi dakwahnya adalah rahmatan lil alamin," tuturnya.


Baca Juga : Dr. KH. Afifuddin Muhajir, M.Ag: Kamus Berjalan Dalam Forum Bahtsul Masail

 

Hambatan Perceptual Distorsion

 

Selain, semantic problems, terdapat hambatan lain dalam komunikasi, yaitu perceptual distorsion. Sebagaimana disampaikan Prihananto, ia mengatakan bahwa dalam komunikasi dakwah juga terdapat hambatan lain, yaitu perceptual distorsion. Perceptual distorsion adalah perbedaan cara pandang, cara berpikir, dan perspektif sempit terhadap orang lain.

 

"Bisa jadi pelaku penusukan memiliki persepsi dan cara pandang yang sempit kepada Syekh Ali Jaber. Sehingga digolongkan oleh pelaku bahwa Syekh termasuk pendakwah yang berseberangan dengan pelaku. Inilah yang terkadang digunakan untuk menjustifikasi bahwa pelaku termasuk jaringan teroris atau radikal," ujarnya.

 

Prihananto pun kembali mengatakan bahwa sudah semestinya peristiwa penusukan Syekh Ali Jaber diungkap secara komprehensif, mulai dari faktor penyebab, motif pelaku, hingga jaringan yang melingkupi. Sebab, menurutnya peristiwa kekerasan dan pembunuhan terhadap da'i dan imam masjid tak hanya terjadi hanya sekali, melainkan terjadi hampir beberapa kali dan terjadi di berbagai kota di Indonesia, seperti Garut, Tuban, dan Bandung.

 

"Merupakan tugas polisi untuk mengusut tuntas dan cepat agar tak memunculkan spekulasi liar dalam memaknai peristiwa tersebut. Jika peristiwa semacam ini tidak kunjung terungkap maka akan melahirkan berbagai pendapat di tengah masyarakat," jelas Prihananto.

 

Dakwah Perlu Berhati-hati Dan Waspada

 

Di penghujung wawancara, Prihananto menyampaikan bahwa praktisi dakwah hendaknya selalu berhati-hati dan waspada dalam menyampaikan pesan-pesan dan ajaran Islam kepada masyarakat. Di samping itu, pendakwah atau da'i juga perlu merencanakan pesan dakwah yang disampaikan dengan baik agar pesan dakwah dapat tersampaikan kepada mad'u tanpa menimbulkan sakit hati ataupun melukai perasaan.

 

"Misalnya, peristiwa persekusi  yang terjadi pada pendakwah bukan tidak mungkin bisa disebabkan oleh pilihan diksi, kalimat, dan bahasa yang digunakan oleh komunikator atau pendakwah. Bukankah kita selalu diajarkan dan diingatkan untuk berhikmah, bertutur kata dan menasehati dengan baik, serta jika harus berdebat maka berargumentasi yang rasional. Dengan strategi komunikasi seperti ini, walau kebenaran yang kita katakan itu pahit akan didengar, diterima, dan dipahami oleh audience secara manis," pungkasnya. (Nin)