(Sumber : nursyamcentre)

Keluarga Moderat, Miniatur Kecil Sebuah Bangsa yang Beradab

Informasi

Seiring terus meluapnya informasi di media sosial yang mengantarkan pada fragmentasi keagamaan. Akhirnya tanpa dipungkiri memunculkan benih saling membenci dan saling berselisih antar sesama. Padahal agama Islam mengajarkan untuk senantiasa saling mencintai dan menyayangi antar sesama. Hingga dalam hal ini, peran orang tua menjadi penting dalam menanamkan paham moderasi beragama pada anak di lingkungan keluarga guna membentuk generasi yang toleran, cinta-kasih, dan saling menghargai antar sesama demi terwujudnya bangsa yang beradab.

 

Hal ini demikian disampaikan Hernik Farisia Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, ia mengatakan bahwa seiring hadirnya media sosial  di era digital, tak hanya mendorong bertumbuh kembangnya budaya moderat. Tapi, justru sebaliknya media sosial berkontribusi negatif sebagai alat utama dalam penyebaran isu-isu yang berdampak pada tumbuhnya benih saling membenci dan saling berselisih.

 

"Media sosial saat ini juga menjadi alat utama penyebaran isu-isu ekstrimisme dan radikalisme. Yang ini pada akhirnya mendorong pemahaman keagamaan yang fragmentatif (terkotak-kotak)," jelasnya saat diwawancara oleh crew NSC, Selasa (13/10).

 

Pendidikan moderasi beragama pada anak di lingkungan keluarga menjadi penting. Terlebih di era digital sekarang ini, media sosial cukup dibanjiri dengan berbagai informasi keagamaan yang memicu tumbuhnya kebencian dan perselisihan. Demikian disampaikan Hernik, ia mengatakan bahwa keluarga menjadi  salah satu bagian penting dalam membangun kesadaran digital agar terhindar dari pengaruh ekstrimisme dan radikalisme. Namun, dalam membangun kesadaran digital tersebut perlu dilakukan gerakan bersama.

 

"Oleh karena itu, perlu upaya bersama untuk mensinergikan tri pusat pendidikan, seperti keluarga, sekolah, dan masyarakat demi membangun kesadaran digital. Hal itu bisa dibangun mulai dari entitas yang paling kecil yaitu keluarga," ucapnya.

 

Keluarga menjadi lembaga pendidikan utama yang dapat berpengaruh dalam pembentukan perilaku anak. Seperti halnya disampaikan Hernik, ia mengatakan bahwa keluarga menjadi lembaga pendidikan utama dalam menguatkan paham moderasi beragama yang inklusif di tengah masyarakat. Bahkan, keluarga dapat menjadi fondasi pertama dalam menyemai nilai-nilai toleransi.

 

"Dengan demikian penguatan moderasi beragama menjadi sangat penting sebagai modal dasar dalam menyemai benih-benih moderasi. Karena keluarga adalah bagian terkecil dari sebuah negara. Oleh karena itu, ketika nilai-nilai moderasi telah tertanam dalam keluarga, maka secara bersama-sama kita akan lebih berdaya dalam mambangun kualitas warga negara yang lebih inklusif dan toleran," ujarnya.

 

Empat Hal yang Dapat Dilakukan


Baca Juga : NU dan Momentum 1 Abad

 

Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam menanamkan paham moderasi beragama pada anak di keluarga, yaitu pertama, budaya musyarawarah mufakat; kedua, memberi tanggung jawab dan memastikan anak menerima hak; ketiga, komunikasi dialogis; keempat, saling menghargai.

 

Hal ini sebagaimana disampaikan Hernik, ia mengatakan bahwa orang tua dapat menanamkan paham moderasi beragama pada anak dengan cara menanamkan budaya musyawarah mufakat. Sebab, salah satu dalam membangun paham moderasi beragama dalam keluarga adalah mengembangkan nilai toleransi. Sedang, mengembangkan nilai toleransi, salah satunya dapat melalui budaya musyawarah mufakat.

 

"Menanamkan budaya musyawarah mufakat, termasuk dalam hal-hal kecil yang menyangkut kepentingan bersama. Misalnya, memutuskan kegiatan berlibur bersama, merencanakan kunjungan ke rumah kakek atau nenek. Jalan musyawarah sebenarnya adalah pintu masuk untuk mempertemukan berbagai perbedaan pendapat, seperti perbedaan keinginan ke tempat rekreasi. Dari musyawarah itu kemudian, setiap orang dapat saling menyelami dan menerima pendapat atau kehendak orang lain tanpa harus memaksakan," ungkapnya.

 

Sementara, cara yang kedua, yaitu komunikasi dialogis. Membangun pola komunikasi dialogis juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk menanamkan paham moderasi beragama. Sebagaimana disampaikan Hernik, ia mengatakan bahwa komunikasi dialogis juga menjadi salah satu cara untuk menanamkan paham moderasi beragama pada anak. Sebab, dengan komunikasi dialogis dapat menumbuhkan sikap saling peduli antar anggota keluarga.

 

"Jadi, misalnya, ketika memutuskan si kakak mau les, namun pilihan les kakak itu bukan berdasarkan pilihan orang tua. Tapi, dari hasil komunikasi dengan anak dan dengan melihat minat bakatnya," imbuhnya.

 

Namun, komunikasi dialogis juga berarti lain, yaitu bermakna tidak menjustifikasi. Seperti halnya disampaikan Hernik, ia mengatakan bahwa komunikasi dialogis terjalin tanpa adanya justifikasi  antar anggota keluarga.

 

"Misalnya, ketika kakak dan si adik bertengkar, kuta tidak boleh secara langsung menegur kakak dengan mengatakan, 'kakak, adiknya kenapa menangis?'. Kakak yang menyebabkan adik menangis?. Akan lebih baik jika kita mengajak adik dan kakak duduk bersama sambil bermain dan menanyakan, 'Apakah mama boleh tahu kenapa adik menangis? Apa yang adik rasakan? Siapa yang mau bercerita dulu, mama akan senang mendengarkan," tuturnya.

 


Baca Juga : Sumur Mbah Mutamakin

Selain budaya komunikasi dialogis dalam keluarga, menanamkan paham moderasi beragama dapat dilakukan dengan pemberian tanggung jawab dan pemenuhan hak anak. Demikian disampaikan Hernik, ia mengatakan bahwa penting bagi orang tua untuk berbagi tugas dan tanggung jawab pada anak. Hal ini, menurutnya, juga dapat menjadi jalan dalam menanamkan paham moderasi beragama.

 

"Memberi tanggung jawab dan memastikan anak-anak menerima haknya, misalnya hak untuk bermain dan hak untuk memperoleh gizi yang seimbang. Selain itu, saat pandemi seperti sekarang ini, anak-anak dapat dibiasakan bertanggung jawab pada dirinya, seperti merapikan tempat tidurnya, merapikan mainannya, mengembalikan sendiri tempat makannya, dan menjaga adiknya," jelasnya.

 

Terakhir, yang dapat dilakukan orang tua dalam menanamkan paham moderasi beragama dalam keluarga, yaitu saling menghargai. Demikian disampaikan Hernik, ia menyampaikan bahwa membangun sikap menghargai juga menjadi salah satu upaya untuk menanamkan nilai-nilai moderat.

 

"Ketika sedang belajar, kakak yang saat ini kelas tiga, terbiasa belajar dengan mendengarkan musik. Sementara, adik tidak bisa belajar jika ada suara berisik. Hingga, untuk membangun sikap saling menghargai dan memahami satu sama lain, perlu dibangun kesepakatan dengan cara, misalnya kakak belajar menggunakan headset dan adik tetap bisa melanjutkan belajrnya tanpa harus terganggu dengan kakak," terangnya.

 

Meski demikian, yang tak kalah penting adalah bagaimana merawat nilai-nilai moderasi beragama yang telah terbangun dalam keluarga. Adapun salah satunya yang dapat dilakukan orang tua, yakni tidak memunculkan sikap saling tidak percaya antar sesama anggota keluarga. Sebab, sikap saling tidak percaya menjadi awal yang berpengaruh pada lunturnya nilai-nilai moderat dalam keluarga. Seperti halnya disampaikan Hernik, ia menyampaikan bahwa sikap saling tidak percaya akan melahirkan sikap saling curiga yang berujung pada tumbuhnya rasa benci antar sesama.

 

"Sikap ini bertolak belakang dengan nilai-nilai dasar toleransi yakni sikap percaya dan cinta (kasih)," lirihnya.

 

Ia pun menambahkan bahwa sudah semestinya keluarga menghadirkan suasana dan nuansa bersama yang penuh sikap percaya dan cinta dalam geliat perbedaan yang ada di dalam keluarga.

 

"Sehingga perbedaan bukan untuk menumbuhkan rasa benci dan curiga, tapi untuk saling menguatkan dan bekerja sama," pungkasnya.