(Sumber : nursyamcentre.com)

Kontroversial Habib Kribo : Mengenal Jawa Hingga Arab

Informasi

Habib Zein Assegaf atau yang kerap disapa Habib Kribo menjadi trending topik di media sosial khususnya twitter akhir-akhir ini. Hal tersebut dikarenakan Habib Kribo diduga oleh netizen menghina bangsa Arab melalui video singkat yang diunggah di akun media sosial milik pribadi.

 

Video singkat tersebut menampilkan Habib Kribo tengah berdebat dengan Haikal Hassan dalam program Catatan Demokrasi Tv One (04//01), menyebut jika Habib Bahar Bin Smith perlu ditahan oleh pihak yang berwajib. Demikian mengatakan bahwa Arab tak memiliki kehormatan jika tak ada Ka'bah. Tak hanya itu, juga menyampaikan bahwa Arab adalah bangsa yang tak memiliki budaya dan tak melahirkan sosok intelektual.

 

"Arab itu, kalau tidak ada Ka'bah, enggak punya kehormatan. Apa sih adat budaya Arab? Enggak ada," ujarnya.

 

Selain itu dalam video singkat yang diunggah di kanal Youtube miliknya juga viral terkait aksi pembuangan sesajen. Dirinya mengatakan bahwa tak ada salahnya dengan sebuah sesajen. Apalagi jika beranggapan bisa membuat Allah Murka.

 

"Dalam al-Qur'an itu yang membuat Allah murka bila menyakiti orang lain, dzalim, membunuh. Lah ini ada sesajen, ada keyakinan, menaruhkan barang sesajen disitu, pastilah dia punya filosofi, dia punya nilai tersendiri," ujarnya.

 

"Masa gara-gara sesajen Tuhan Marah, kan enggak mungkin dong," tambahnya.

  

Hangajawi Bukan Hangarabi

 

Di tengah perdebatan hangat di twitter terkait hal yang diduga menghina bangsa arab, Nur Syam Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya dalam tulisan yang berjudul 'Moderasi Beragama Ala Walisongo : Hangajawi Bukan Hangarabi' disampaikan bahwa hendaknya generasi muda belajar sejarah, terutama proses Islamisasi di Nusantara khususnya di Jawa.


Baca Juga : Kiat Menghadapi Era Digitalisasi Bagi Anak Dan Ortu

 

"Jangan karena belajar di tempat lain,misalnya Arab Saudi lalu kepingin menjadi orang Arab dengan segala budaya dan kebiasaannya. Setiap masyarakat memiliki budayanya sendiri sesuai dengan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi yang relevan dengan lingkungan alamnya," jelasnya (Red : nursyamcentre.com/ 'Moderasi Beragama Ala Walisongo : Hangajawi Bukan Hangarabi', 11/04/21).

 

Nur Syam juga menyampaikan bahwa para Waliyullah menggunakan konsep Hangajawi atau menjadi orang Jawa bukan Hangarabi atau menjadi orang Arab.

 

"Para Waliyullah itu adalah sayyid atau keturunan Rasulullah SAW. Mereka ini justru mengajarkan konsep Hangajawi dan bukan Hangarabi," ujarnya.

 

Konsep Hangajawi merupakan konsep yang terdapat di dalam berbagai Babad, misalnya Babad Cirebon. Demikian disampaikan Nur Syam bahwa Para Wali dengan sangat arif memasuki relung dalam kebudayaan Jawa dan dari dalam melakukan perubahan secara bertahap dan sistematis untuk mengubah kebudayaan tersebut dan menyelaraskan dengan ajaran Islam.

 

"Cerita wayang dalam tradisi Hindu lalu digubah menjadi tradisi Islam lokal. Mengapa wayang yang digunakan, sebab wayang merupakan tradisi Jawa yang sangat merakyat kala itu. Jadi bukan mengharamkan wayang sebagai tradisi Jawa tetapi menggubahnya yang bersesuain dengan ajaran Islam," tuturnya.

 

Hangajawi atau menjadi orang Jawa artinya juga Orang Islam tetapi memakai blangkon, sarung, celana panjang, slametan, tabarukan, nyekar, wayangan, klenengan, dan tradisi lokal lainnya. Seperti yang dikatakan Nur Syam bahwa yang terpenting tak bertentangan dengan ajaran Islam. Misalnya ketika nyekar ke makam wali bukan menyembah wali. Sebab yang harus disembah hanyalah Allah swt. Bukan justru menjadi Hangarabi.

 

"Menjadi Islam dengan segala sesuatunya seperti orang Arab.Pakaiannya harus seperti orang Arab, gerakan tubuhnya harus seperti orang Arab, makannya harus seperti orang Arab, dan mewajibkan semua tradisinya diubah sebagaimana di Arab. Menjadi Arab dalam beragama Islam harus dimaknai menjadi orang Islam dalam keyakinan tentang Allah, meyakini kenabian Muhammad SAW, dan prinsip-prinsip Islam yang mendasar," ucapnya.

 

"Jangan hanya melihat dimensi outward looking tetapi inner looking, tidak terpaku pada simbol tetapi harus melihat substansinya," tambahnya.

 

Tidak Memaksakan Gagasan

 

Sementara, di akhir tulisannya Nur Syam mengatakan bahwa bila ada seseorang yang berkeinginan untuk menjadi Arab boleh saja. Hanya saja tak layak untuk memaksakan gagasannya kepada orang lain di luar dirinya.

 

"Bagi yang berkeinginan untuk menjadi Arab juga boleh dengan catatan tidak menyebarkan gagasan dan memaksa orang Islam lainnya sesuai dengan dirinya. Tidak melakukan monotafsir atas kebenaran tafsir agama. Kemutlakan hanya pada ajaran Islam dan bukan tafsir atas ajaran Islam," pungkasnya. (Nin)