Nasihat Habib Jafar Untuk Penanya “Kapan” di Hari Lebaran
InformasiEva Putriya Hasanah
Tak terasa bulan Ramadhan tinggal hitungan hari lagi. Sebentar lagi, seluruh umat muslim di dunia akan menyambut hari Raya Idul Fitri. Hampir semua umat muslim sangat menantikan hari ini. Salah satunya Bunga (bukan nama sebenarnya). Bertemu dengan keluarga besar di Hari Raya Lebaran tentu hal yang menyenangkan. Bunga bisa bertatap muka lagi dengan sepupu yang sudah lama tinggal di luar kota atau paman-tante yang merantau ke negeri orang. Namun di antara kebahagiaan lebaran tersebut, terselip satu kekhawatiran di hati Bunga. Tentu saja, pertanyaan-pertanyaan itulah yang membuat Bunga khawatir.
Bunga sendiri sudah mempersiapkan segala hal untuk menyambut lebaran, seperti baju baru, makanan, minuman, THR untuk keluarga, dan persiapan lainnya. Namun ada satu yang tidak dipersiapkan oleh Bunga, yakni jawaban dari pertanyaan keluarga besar tentang “kapan”. "Kapan nikah? Kapan kerja? Kok gendutan? atau kalimat Kapan gaji naik? Anaknya baru satu, kapan nambah?" Demikianlah. Banyak orang yang tidak sadar bahwa pertanyaan basa-basi yang dilontarkan oleh sebagian besar orang menyinggung dan membuat orang tidak nyaman, termasuk Bunga.
Pada saya Bunga menceritakan, di hari lebaran tahun lalu, ia lebih memilih tinggal di rumah, absen hadir dalam pertemuan keluarga sejak hari pertama. Sedangkan tahun ini, ia masih kebingungan antara akan bersikap sama seperti tahun lalu atau memilih untuk lebih legowo dengan situasi yang ada, sehingga dirinya akan hadir di pertemuan keluarga.
Sebuah Nasihat dari Habib Jafar
Pengalaman Bunga ini mengingatkan saya pada perkataan yang disampaikan oleh Habib Jafar dari tayangan YouTube Deddy Corbuzier yang mengatakan :
“Jangan paksa orang untuk menikah, jangan paksa orang untuk punya anak. Bahkan milikilah sensitivitas untuk tidak bertanya kapan nikah dan kapan punya anak khususnya saat lebaran nanti. Mereka harus menikah saat mereka siap menikah. Bahkan kalau mereka sekedar mau menikah jangan menikah, menikahlah saat mereka mampu. Kalau tidak, akan terjadi entah KDRT atau kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh orang tuanya,\" ujarnya.
Habib Jafar menambahkan,"Termasuk juga kalau kita belum siap secara parenting, bahkan mungkin secara fisik ibu nyakitin anak, ayah nyakitin anak itu mungkin fenomenanya minor atau sedikit. Tapi secara mental ibu dan ayah yang menyebabkan trauma kepada anak itu banyak sekali," sambungnya.
Baca Juga : Fikih SDGS dan Ketimpangan Sosial
"Kata guru kami Habib Umar bin Hafiz milikilah sensitivitas terhadap orang lain. Kalau orang sudah tobat jangan tanya masa lalunya, kalau orang belum menikah jangan tanya kenapa belum menikah atau kapan menikah. Kalau dia belum punya anak jangan tanya kapan punya anak, kenapa enggak punya anak," kata dia.
Habib Jafar, juga menyebut bahwa pertanyaan yang sering ditanyakan pihak keluarga kepada anggota keluarga mereka yang masih single atau belum memiliki anak bisa saja menyakiti hati mereka.
"Karena lo enggak tahu betapa beratnya dia bergumul dengan semua itu. Bergumul dengan promilnya, bergumul dengan kejombloannya, dia udah begini, begitu tapi dia enggak dapat (jodoh). Dan omongan lo mungkin simpel bagi lo tapi di hati dia betul-betul bikin berantakan," kata Habib Jafar.
Habib Jafar bahkan juga menyinggung soal bukan hanya anjing saja yang liurnya mengandung najis. Lisan manusia juga menjadi air liur yang paling najis senajis-najisnya lantaran dapat menyakiti hati orang lain.
"Makanya kembali ke Anji naja satu lisan Al Badhaat, kata nabi Muhammad. Anjing itu memang liurnya dengan rahmat cinta Allah diciptakan najis. Tapi ada liur yang dibikin najis senajis-najisnya secara esensial oleh orang yang memilikinya yaitu najisnya lisan manusia. Najisnnya liur manusia karena bikin sakit hati orang lain," katanya
Bukanlah Tugas Individu untuk Mengontrol Orang Lain
Setiap orang harus menyadari bahwa siapapun tidak bisa mengontrol apa yang orang lain katakan atau tanyakan kepada kita. Yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana kita merespons pertanyaan-pertanyaan tersebut dan membentengi diri kita agar tidak terlalu sakit saat mendengarnya.
Mengapa kita tidak bisa mengontrol kalimat orang lain? Hal ini karena setiap orang memiliki pikiran dan pendapat yang berbeda-beda. Mereka mungkin memiliki ekspektasi atau harapan tertentu terhadap kita, dan pertanyaan \"kapan\" adalah salah satu cara mereka mengekspresikan hal tersebut. Namun, kita harus ingat bahwa hidup ini adalah milik kita sendiri. Kita memiliki hak untuk menjalani hidup kita sesuai dengan keinginan dan waktu yang kita tentukan.
Bagaimana cara kita membentengi diri agar tidak terlalu sakit saat mendengarkan pertanyaan "kapan"? Kita harus memiliki keyakinan diri yang kuat. Ketika seseorang bertanya kapan kita akan melakukan sesuatu, kita tidak perlu merasa terintimidasi atau tertekan. Kita dapat menjawab dengan tegas dan positif, bahwa setiap hal memiliki waktu yang tepat dan kita sedang bekerja menuju pencapaian itu.
Selanjutnya, kita harus belajar untuk tidak membandingkan diri kita dengan orang lain. Setiap individu memiliki perjalanan hidup yang unik. Jika ada teman atau saudara yang mencapai hal-hal tertentu lebih cepat daripada kita, itu bukan berarti kita gagal. Kita harus menghargai perjalanan kita sendiri dan fokus pada kemajuan pribadi yang sedang kita capai. Kita tidak perlu merasa rendah diri atau gagal hanya karena belum mencapai hal-hal tertentu pada waktu yang diharapkan. Kita perlu menghargai dan mencintai diri kita sendiri dalam setiap fase kehidupan yang kita jalani.
Percayalah, setiap orang sudah melakukan yang terbaik di hidup ini!