(Sumber : kota blitar)

Penurunan Angka Pernikahan di Indonesia: Implikasi Gender dan Perubahan Sosial

Informasi

Eva Putriya Hasanah

  

Dalam beberapa tahun terakhir, angka pernikahan di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, tercatat hanya 1,6 juta pernikahan, turun 128 ribu dibandingkan tahun sebelumnya. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan dalam pola pernikahan, tetapi juga berkaitan erat dengan isu gender dan peran perempuan dalam masyarakat.

  

Meningkatnya Perempuan Mandiri

  

Salah satu penyebab utama penurunan angka pernikahan adalah meningkatnya jumlah perempuan mandiri. Bagong Suyanto, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, menyatakan bahwa kesempatan bagi perempuan untuk bersekolah dan bekerja semakin terbuka lebar. Ketergantungan perempuan terhadap laki-laki menurun, dan mereka kini lebih fokus pada pengembangan diri dan karier. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan tidak lagi melihat pernikahan sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai keamanan finansial atau status sosial.

  

Data BPS menunjukkan bahwa meskipun jumlah perempuan pekerja formal masih di bawah laki-laki, jumlah perempuan yang bekerja sebagai tenaga profesional hampir menyamai jumlah laki-laki. Ini adalah langkah maju yang signifikan dalam perjuangan kesetaraan gender. Perempuan kini memiliki lebih banyak pilihan dalam hidup mereka, dan banyak yang memilih untuk menunda pernikahan demi mengejar pendidikan dan karier.

  

Tren Menunda Pernikahan

  

Selain meningkatnya kemandirian perempuan, ada juga tren di kalangan generasi muda yang cenderung menunda pernikahan. Banyak anak muda yang lebih memilih untuk menikmati masa muda mereka, mengejar pendidikan, dan membangun karier sebelum memikirkan untuk menikah. Pernikahan kini dipandang sebagai kebutuhan sekunder, bukan lagi sebagai tujuan utama dalam hidup. 

  

Fenomena ini mencerminkan perubahan nilai-nilai dalam masyarakat. Generasi muda saat ini lebih memilih untuk menjalin hubungan yang lebih fleksibel dan tidak terikat, sehingga mereka merasa tidak perlu terburu-buru untuk menikah. Hal ini juga menunjukkan bahwa mereka lebih menghargai kebebasan dan otonomi dalam memilih jalan hidup mereka.


Baca Juga : Fungsi Baru Bank Syariah Sebagai Nazhir Wakaf Uang

  

Dampak Ekonomi dan Sosial

  

Penurunan angka pernikahan juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi. Bagong Suyanto mencatat bahwa jumlah laki-laki dengan kondisi ekonomi mapan semakin sedikit, dan mencari pekerjaan kini semakin sulit. Kondisi ini membuat banyak pria merasa tidak siap untuk menikah, karena mereka merasa belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi pasangan dan keluarga. 

  

Dampak dari penurunan angka pernikahan ini bisa sangat luas. Salah satunya adalah potensi penurunan angka kelahiran. Jika lebih sedikit orang yang menikah, maka kemungkinan untuk memiliki anak juga akan berkurang. Ini bisa menjadi masalah jangka panjang bagi masyarakat, terutama dalam hal keberlanjutan populasi dan tenaga kerja di masa depan.

  

Isu Gender dalam Konteks Pernikahan

  

Penurunan angka pernikahan ini juga membuka diskusi lebih luas mengenai isu gender. Dalam banyak budaya, pernikahan sering kali dianggap sebagai pencapaian penting bagi perempuan. Namun, dengan meningkatnya kemandirian perempuan, norma-norma tradisional mengenai pernikahan mulai dipertanyakan. Perempuan kini memiliki lebih banyak kontrol atas hidup mereka dan dapat menentukan kapan dan dengan siapa mereka ingin menikah, jika mereka memilih untuk menikah sama sekali.

  

Namun, meskipun ada kemajuan, tantangan masih tetap ada. Masyarakat masih sering menilai perempuan berdasarkan status pernikahan mereka. Stigma terhadap perempuan yang memilih untuk tidak menikah atau menunda pernikahan masih kuat, dan ini dapat mempengaruhi keputusan mereka. Oleh karena itu, penting untuk terus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menghormati pilihan individu, terlepas dari apakah mereka memilih untuk menikah atau tidak.

  

Kesimpulan

  

Penurunan angka pernikahan di Indonesia adalah fenomena yang menarik untuk diperhatikan, terutama dalam konteks isu gender. Dengan semakin banyaknya perempuan mandiri dan tren menunda pernikahan, kita melihat perubahan besar dalam cara pandang terhadap hubungan dan pernikahan. Meskipun ada tantangan yang harus dihadapi, seperti potensi penurunan angka kelahiran, kita juga memiliki kesempatan untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat dan bermakna.

  

Sebagai generasi muda, penting bagi kita untuk menyikapi perubahan ini dengan bijak. Menikah atau tidak menikah adalah pilihan pribadi yang harus dihormati. Namun, kita juga perlu menyadari bahwa pernikahan bukanlah satu-satunya cara untuk membangun hubungan yang sehat dan bahagia. Mari kita sambut perubahan ini dengan sikap positif dan terbuka, serta terus mendukung satu sama lain dalam mengejar impian dan tujuan hidup. Dengan cara ini, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman pilihan hidup.