(Sumber : nursyamcentre.com)

SKB 3 Menteri : Atribut Keagamaan Sebagai Simbol Kepemilikan dan Kebanggaan

Informasi

"Atribut keagamaan merupakan simbol keagamaan yang memiliki makna bagi penganutnya. Sudah saatnya mengenalkan dan memahami atribut agamanya di setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah negeri".

 

Hal ini sebagaimana disampaikan Wiwik Setiyani Dosen Sosiologi sekaligus Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik mengatakan, setiap umat manusia berbangsa dan beragama dalam bingkai rumah Bhinneka Tunggal Ika di Indonesia  tentu memiliki rasa kepemilikan dan kebanggaan atas setiap atribut yang dimilikinya.

 

"Atribut itu adalah identitas rasa bangga dan rasa memiliki," ucapnya saat diwawancara oleh crew NSC, Sabtu (06/02/2021).

 

Dengan begitu menghargai hak orang lain, seperti keputusan untuk memakai jilbab atau tidak memakai jilbab, baik bagi muslim dan non muslim ke sekolah adalah bagian dari menyemai toleransi dan moderasi beragama. Kata Wiwik, sudah semestinya sebagai sesama umat manusia yang berbangsa dan beragama penting untuk bisa memahami hak orang lain. Demikian juga, sudah semestinya mengedepankan toleransi beragama.

 

"Tidak boleh memaksakan kehendak orang lain. Al-Qur'an jelas mengajarkan pentingnya memahami hak orang lain," terangnya.

 

Keragaman Penting Untuk Ditanamkan

 

Walau demikian pendidikan akan nilai toleransi dan moderasi beragama dalam lingkungan pendidikan, baik jenjang dasar dan menengah negeri yang ideal adalah merujuk pada pancasila. Menurutnya, keragaman merupakan bagian penting yang harus ditanamkan. Baginya, penggunaan atribut keagamaan dari jenjang pendidikan dasar dan menengah negeri sebenarnya sebagai bentuk pengenalan dan pemahaman dari agama yang dianutnya.

 

"Sementara ketika mereka (siswa) melihat yang lain berbeda dan sudah menunjukkan yang lain itu berbeda. Oh ya (jadi paham dan mengerti). Kita berbeda tapi tetap menjadi satu kesatuan," jelasnya.


Baca Juga : Melangkah Tepat dalam Ruang Percepatan Paulo Virilio

 

"Justru yang berbahaya adalah mereka yang mengaku-ngaku agamanya. Lalu, agamanya yang dijadikan alat. Itu yang berbahaya. Agama itu harus dipahami dan diajari sesuai dengan syariatnya," tambahnya.

 

Lebih lanjut, Wiwik menuturkan penanaman nilai toleransi antar umat beragama sesungguhnya sudah bisa dilihat dari setiap kegiatan keagamaan masing-masing di sekolah. Ia juga mengatakan bahwa penanaman nilai toleransi sesungguhnya sudah diajarkan dan dijelaskan di semua agama, baik di lingkungan sekolah yang siswanya secara keseluruhan muslim ataupun non muslim. Dimana penanaman dan pemahaman akan nilai toleransi menjadi salah satu mata pelajaran yang dipelajari.

 

"Itu sebenarnya kan sudah diajarkan dan dijelaskan dalam pelajaran pendidikan agama. Agama yang diakui di Indonesia itu apa saja? . jadi dikenalkan. Namanya kan pendidikan agama toh. Jadi jika agamanya Islam, Budha , Kristen, atau Hindu kemudian yang didalami dan dipahami oleh agamanya masing-masing dalam pelajaran di sekolah," tuturnya.

 

Menutup pembicaraannya, ia menghimbau agar tetap berpikir positif pada setiap keputusan pemerintah. Sebab, menurutnya, setiap keputusan pasti sudah dipikirkan dampaknya.

 

"Kalo konsep-konsep yang akan ditanamkan oleh pemerintah di sekolah-sekolah tentu sudah berdasarkan pengkajian," pungkasnya.

 

Enam Keputusan Tiga Menteri

 

Berdasarkan informasi unggahan Keputusan Bersama Tiga Menteri, yaitu Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia,  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Agama Republik Indonesia tentang pengggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah negeri dijelaskan bahwa keputusan pemerintah telah berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsesus dasar bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

 


Baca Juga : Sedekah Millennial Di Era Digital

Selain itu, sekolah juga memiliki peran dan tanggung jawab untuk membangun dan memperkuat moderasi beragama dan tolerasi atas keragaman agama yang dianut, serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, membina dan memperkuat kerukunan antar umat beragama di lingkungan sekolah.

 

Sedang, pakaian seragam dan atribut merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi bergama dan toleransi atas keragaman agama. Adapun enam keputusan pemerintah terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah sebagai berikut.

 

1. Keputusan bersama mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.

 

2. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara; a). seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, b). seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

 

3. Pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.

 

4. Pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari sejak keputusan bersama ditetapkan.

 

5. Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama, maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar: pemerintah daerah memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidikan, dan atau tenaga kependidikan,

 

Gubernur memberikan sanksi kepada Bupati atau Walikota, Kementerian Dalam Negeri memberikan sanksi kepada Gubernur, dan Kemnterian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya.

 

Sementara, tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sedang, Kementerian Agama melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.

 

6. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintah Aceh. (Nin)