Tantangan Umat Muslim Indonesia : Bumerang Wacana di Media Sosial
InformasiSeiring berkembangnya teknologi, tak terelakkan wacana keberagamaan terus berkelindan tak terbatas ruang dan waktu hingga terjadi di ruang dunia maya, Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pun menyelenggarakan Webinar Nasional bertajuk 'Islam dan Realitas Keberagamaan di Indonesia'. Acara ini berlangsung tepat pada tanggal 30 November 2020 secara luring dan daring melalui saluran Meeting Online Zoom.
Webinar Nasional kali keenam ini diselenggarakan secara luring khususnya bagi para panitia penyelenggara. Demikian Webinar Nasional diadakan secara daring untuk seluruh peserta di tengah kondisi dan situasi pandemi guna tetap memutus rantai penyebaran Covid-19. Adapun acara ini diikuti oleh peserta dari berbagai kota di Indonesia, mulai dari Surabaya, Malang, Jakarta, hingga Medan. Sedang, peserta Webinar Nasional terlihat datang dari berbagai kalangan, yaitu peneliti, pemerhati, tokoh agama, mahasiswa, dan akademisi. Jumlah keseluruhan peserta sebanyak 129 peserta.
Turut mengundang beberapa narasumber ahli sekaligus pemerhati dalam bidang kajian Islam dan realitas keberagamaan di Indonesia, seperti Prof. Dr. Nur Syam Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Arif Zamhari Dosen Metodologi Studi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Isrofin Najah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Demikian hadir Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim dan Direktur Pascasarjana Prof. Dr. Umi Sumbulah serta jajaran birokrat lainnya.
Menjadikan negara Indonesia tetap dalam suasana aman dan damai tentu tak lepas dari merajut persatuan dan kesatuan antar sesama umat manusia dan umat beragama. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Prof. Nur Syam, ia menyampaikan bahwa sudah semestinya terus memikirkan untuk menjadikan Indonesia tetap dalam atmosfer persatuan dan kesatuan.
"Berpikir-berpikir ulang untuk tetap terus menguatkan persatuan dan kesatuan dengan konsep Islam Wasathiyah," lirihnya di awal saat membuka presentasinya di hadapan seluruh peserta Webinar Nasional.
Nur Syam melanjutkan presentasinya, ia menerangkan bahwa Indonesia saat ini berada dalam pilihan konsep Islam yang tepat, yaitu Islam Wasathiyah sebagai pilihan pemahaman dan pengalaman beragama. Sebab, menurutnya, dengan konsep Islam Wasathiyah, Indonesia tetap menjadi bangsa yang damai dan tentram. Bahkan, ia pun mengatakan bahwa pancasila juga sebagai common platform yang tepat.
"Pancasila sebagai karya agung para founding fathers negeri ini. Menjadi aturan dan hukum yang sangat mendasar bagi perjalanan bangsa ini. Tidak bisa dibayangkan andaikan Indonesia tidak berdasar Pancasila yang dapat menjadi tawaran bersama negeri ini. Jangan sampai Indonesia seperti USSR, yang pecah menjadi 15 negara," tuturnya.
Terjadinya Dominasi Konservatisme
Baca Juga : Belajar Bersama: Tradisi yang Terabaikan
Tantangan umat Muslim di era digital saat ini kian berpotensi memecah-belah antar sesama terlebih di ruang maya, yakni pertama, terjadinya dominasi narasi keagamaan konservatisme di media sosial. Seperti yang disampaikan Nur Syam, ia menjelaskan bahwa media sosial saat ini didominasi oleh narasi konservatisme. Sementara, politisasi agama menjadi kontribusi bagi peningkatan narasi konservatisme dan Islamis di media sosial.
"Kontestasi narasi keagamaan dominan di Jawa, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh. Sementara, narasi keagamaan konservatif didominasi dengan isu gender," ucap Nur Syam.
Tak hanya isu gender, Nur Syam kembali menerangkan bahwa ragam narasi konservatisme di media sosial meliputi hubungan dengan negara dan kelompok lain, seperti perempuan, surga, aurat, politik, pemimpin. Demikian narasi amalan buruk, seperti kafir, dosa, syirik, musyrik, munafik. Begitu juga seputar amalan baik, yang meliputi surga, shalat, taat, pahala, puasa, akhirat, ukhuwah dan Islamiyah.
"Hal ini terkait dengan dominasi paham konservatisme di media sosial dengan presentase konservatisme 67,2%, moderat 22,2%, liberal 6.1% dan islamis 4,5%," ungkapnya.
Narasi Jihad, Khilafah dan Hijrah
Demikian paham konservatisme yang telah menyebar melalui media sosial kerap kali ditemui menggunakan tagline dan kata yang sudah tak asing lagi, seperti 'Jihad', 'Khilafah', dan 'Hijrah'. Kata Nur Syam, media sosial yang mengusung tema 'Jihad' didukung oleh banyak orang dari berbagai penjuru dunia. Demikian tak dipungkiri ada juga sejumlah orang Indonesia yang ikut terlibat dalam gerakan tersebut.
"Banyak orang dari berbagai penjuru dunia untuk terlibat di dalam gerakan ISIS tersebut. Dari Indonesia juga banyak yang terlibat, yang kembali ke Indonesia pasca kejatuhan ISIS sebanyak 678 orang," ungkap Nur Syam.
Namun, kata yang paling viral di media sosial yakni 'Khilafah'. Demikian kata ini menjadi cita-cita besar bagi sekelompok orang di Indonesia dengan memperjuangkan hingga nafas terakhir sekalipun. Tak hanya itu, kata 'Hijrah' juga tak kalah trend dan viral di media sosial. Nur Syam pun mengatakan kata 'Hijrah' saat ini marak diperbincangkan di media sosial.
"Konsep jihad ini dari Islam. Tapi, konsep jihad yang ini berarti perang yang diteriakkan dengan kuat oleh kelompok radikalisme negatif. Demikian khilafah adalah konsep Islam. Konsep khilafah ada secara historis dan realitas empirisnya. Hanya saja saat ini khilafah menjadi cita-cita sebagian kelompok kecil di Indonesia. Apalagi ingin merubah dasar negara. Jadinya akan berbenturan dengan yang lain," ujarnya.
"Jadi narasi keagamaan semakin kuat jika dengan politisasi agama. Bahkan, saat para ibu tertular konservatisme melalu media sosial. Lalu, bisa jadi ibu itu akan menularkan konservatismenya pada anak-anaknya. Akhirnya lintas generasi penularannya," tambahnya.
Harus Speak Up, NKRI Harga Mati
Demi menjawab tantangan masa kini dan masa mendatang tersebut, maka kelompok Islam Wasathiyah perlu berbicara dengan lantang dan kuat untuk menyebarkan paham Islam yang rahmatan lil alamin. Demikian yang disampaikan Nur Syam, ia mengatakan bahwa untuk kedepannya, kelompok Islam Wasathiyah harus lebih banyak lagi memproduksi narasi Islam Wasathiyah yang dilakukan oleh seluruh sektor, baik lembaga pendidikan, organisasi, dan kementrian dengan memanfaatkan media sosial.
"Kelompok Islam Wasathiyah harus speak up!. Kementerian, organisasi sosial keagamaan, LSM, lembaga pendidikan dan masyarakat yang berbasis Islam Wasathiyah harus sadar terhadap tantangan ke depan yang sangat produktif ini. Dengan terus meneguhkan empat konsensus kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinnekaan sebagai praksis kehidupan. NKRI harga mati," pungkasnya. (Nin)