Meneliti Moderasi Beragama: Farida Memperoleh Gelar Magister
Kelas SosiologiProf. Dr. Nur Syam, MSi
Faridah Amiliyatul Qur’ana berhasil memperoleh gelar Magister dalam cabang Islamic Studies dengan mempertahankan tesisnya yang berjudul “Dinamika Sosio-Religius Pada Penerapan Moderasi Beragama di Kota Pasuruan”. Sebagai Pembimbing adalah Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si., dan Dr. Sokhi Huda, M.Ag., promotor sekaligus juga penguji dan penguji lainnya adalah Dr. Rofhani, MAg dan Dr. H. Hasan Ubaidillah, MAg.
Dari penelitian yang dilakukannya, maka didapatkan abstraknya sebagai berikut: “Penelitian ini berangkat dari persoalan antara kehendak mewujudkan moderasi beragama dan problem intoleransi beragama yang memunculkan dinamika sosio-religius di kalangan masyarakat Kota Pasuruan, Jawa Timur. Mereka sangat beragam, terdapat 4 etnis, 6 agama dan 5 aliran penghayat kepercayaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif lapangan. Sumber primer diperoleh dari 24 informan. Penelitian ini mengungkap secara mendalam terkait implementasi moderasi beragama; tantangan dan peluang yang dihadapi serta dinamika sosio-religius pada penerapan moderasi beragama.
Hasil penelitian ini menunjukkan tiga poin temuan. Pertama, masyarakat Kota Pasuruan telah mengimplementasikan moderasi beragama dalam konteks kehidupan sosio-religius melalui dialog lintas agama; membangun harmoni dalam kampung moderasi beragama; mengelaborasi budaya dan kearifan lokal khas Kota Pasuruan yang mengandung spirit moderasi beragama; menguatkan literasi moderasi beragama dan jalan santai kerukunan untuk memperkuat harmonisasi beragama. Kedua, adanya tantangan dan peluang moderasi beragama. Tantangannya berupa tantangan internal dan eksternal. Tantangan internalnya adalah klaim kebenaran dan persoalan kepentingan mutlak, sedangkan tantangan eksternalnya adalah relasi dalam komunitas; pembakaran gereja; konflik antara jamaah NU dan jamaah Salafi-Wahabi yang memperebutkan pengelolaan masjid; dan penolakan pembangunan gereja dan pura. Peluangnya berupa kegiatan yang memiliki spirit harmonisasi lintas agama dan peran para tokoh agama dalam memperkuat cara pandang moderasi beragama bagi manifestasi tindakan yang moderat. Ketiga, adanya dinamika cara pandang dan sikap masyarakat Kota Pasuruan yang awalnya sebatas relasi mayoritas-minoritas kemudian naik tingkat menjadi hubungan yang setara. Hubungan kesetaraan antar umat beragama melahirkan penghormatan kepada umat yang berbeda agama dan mengakui keberadaan umat agama lain sehingga terjadi tradisi gotong-royong, bakti sosial, ater-ater (saling memberi makanan), mendayo (saling berkunjung pada hari raya lintas agama), dan kampung moderasi beragama”.
Penelitian ini menggunakan teori konflik dan perdamaian sebagaimana dikembangkan Oleh Johan Vincent Galtung, dan teori toleransi sebagaimana dikembangkan Rainer Forst. Dalam pandangan Galtung, bahwa konflik dan perdamaian dirumuskan dalam teori ABC Triangle. C=A+B+C. A=attitudes, B=Behavior, C=Contradiction. Jika terjadi sikap penolakan atas realitas sosial, maka akan berpengaruh atas prilaku dan kemudian akan terjadi kontradiksi. Jika kontradiksi itu meluas dan mendalam, maka akan menumbuhkan konflik antar faksi atau golongan. Semakin meluas dan mendalam kontradiksi, yang disebabkan oleh sikap penolakan dan prilaku penolakan, maka intensitas konflik akan lebih besar. Untuk menghadirkan perdamaian maka yang harus dilakukan adalah peace keeping, peace making dan peace building. Jika dirumuskan dalam proposisi maka dapat dinyatakan: “semakin kuat upaya untuk menjaga harmoni atau perdamaian dan berselaras dengan upaya untuk membuat perdamaian, maka akan memperkuat upaya membangun harmoni dan perdamaian”.
Sedangkan teori Rainer Forst yang juga digunakan di dalam penelitian berkaitan dengan proposisi toleransi, bahwa di dalam kehidupan terdapat realitas sosial yang diterima dan ada yang ditolak tetapi masih ditoleransi, akan tetapi jika terdapar realitas social yang tidak lagi dapat ditoleransi, maka disitulah akan memunculkan tindakan intoleran. Besar kecilnya Tindakan intoleran sangat tergantu pada sampai batas tertinggi penolakan atas realitas sosial dimaksud. Berdasarkan kajiannya, Forst menyatakan ada enam hal terkait dengan tolerensi yaitu konteks toleransi, adanya komponen bantahan, adanya komponen penerimaan, diperlukan adanya batas toleransi, perlu adanya toleransi berbasis pada pilihan masing tetapi dihargai dan akan terjadi proses pembiasaan. Bisa dinyatakan secara sederhana bahwa proses pembangunan toleransi adalah melalui proses toleran, intoleran dan retoleran.
Saya mengapresiasi atas kajian yang dilakukan oleh Farida, sebab kajian seperti ini akan memberikan tambahan literatur di bidang moderasi beragama yang sekarang telah menjadi bagian tidak dapat dipisahkan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Melalui Gerakan Moderasi Beragama (GMB), maka kita berharap bahwa masa depan Indonesia akan semakin baik, karena kita sedang mempersiapkan Indonesia Emas 2045, yang tentu Indonesia harus semakin baik.
Ada tiga prinsip penting yaitu kita harus menjaga Keindonesiaan, Keagamaan dan Kemoderenan. Jika semua penganut agama menyadari hal ini, maka generasi tua sekarang tidak perlu khawatir dengan Indonesia di masa depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.