(Sumber : doc. penulis)

Mengkaji Islamic Studies Berbasis Pesantren

Kelas Sosiologi

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

  

Saya tentu bersyukur dipercaya oleh IAIN Kediri untuk mengampu mata kuliah Dinamika dan Isu-Isu Pesantren bersama Dr. Anis Humaidi, MAg pada Program Doktor Islamic Studies. Mata kuliah yang sudah beberapa tahun terakhir menjadi arena untuk mendiskusikan berbagai hal terkait dengan pesantren. Tentu saya merasa gembira sebagai Guru Besar Sosiologi dipercaya untuk mengkaji pesantren sebagai bagian dari Islamic Studies yang selama ini juga menjadi perhatian para ilmuwan di bidang Islamic studies.

  

Sebagai bagian dari rumpun Ilmu Agama, maka kajian pesantren tentu akan dan harus dijadikan sebagai subject matter atau subjek kajian dalam rumpun ilmu agama, lalu sosiologi atau antropologi, komunikasi atau psikhologi menjadi cabang-cabang ilmu sebagai pendekatannya. Perlu memperoleh penekanan bahwa terdapat disiplin, bidang dan rumpun yang kurang lebih memiliki makna yang sama, yaitu rumah besar dalam ilmu dan kemudian cabang sebagai rumah kecil dari rumpun, disiplin atau bidang ilmu. 

  

Perlu juga dipahami bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki kekhususan dalam pembidangan ilmu. Di negara-negara di dunia hanya dikenal ada tiga bidang ilmu, yaitu ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu humaniora, sedangkan di Indonesia dikenal ada enam pembidangan  ilmu di dalam UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi disebut sebagai rumpun ilmu, yaitu ilmu agama, ilmu sosial, ilmu humaniora, sains dan teknologi, ilmu terapan dan ilmu formal. Jadi jika selama ini agama merupakan bagian dari humaniora, maka di dalam rumpun ilmu di Indonesia agama menjadi rumpun ilmu tersendiri atau bidang tersendiri. 

  

Sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), maka program sarjana berada pada level 6 dengan pendekatan monodisipliner, program profesi berada pada level 7 dengan monodisipliner, program magister dengan level 8 dalam pendekatan interdisipliner dan multidisipliner dan program doktor pada level 9 dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. Oleh karena itu, siapapun yang mengambil program doktor, maka akan menulis disertasi dalam level interdisipliner atau multidisipliner. 

  

Kebanyakan ilmuwan Indonesia membagi integrasi ilmu dalam tiga pendekatan, yaitu interdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. Saya membaginya menjadi empat, yaitu interdisipliner, crossdisipliner, multidisipliner dan transdisipliner. (Nur Syam, Integrasi Ilmu Madzhab Indonesia, 2023). Prof. Amin Abdullah dan Prof. Mujamil Qomar membagi menjadi tiga pendekatan. Interdisipliner adalah menggabungkan antara dua atau lebih cabang ilmu, yang satu cabang ilmu menjadi sasaran kajian dan yang lainnya menjadi pendekatan dalam satu bidang atau rumpun ilmu. Crossdisipliner adalah penggabungan dua atau lebih cabang ilmu dalam rumpun atau disiplin yang berbeda. Multidisipliner adalah penggabungan tiga atau lebih cabang ilmu dengan kesimpulan sesuai dengan masing-masing pendekatannya. Sedangkan transdisipliner adalah penggabungan tiga atau lebih ilmu untuk menghasilkan satu kesatuan utuh dalam kesimpulannya. 

  

Di antara contoh interdisipliner adalah tafsir tarbiyah, fiqih dakwah, sosiologi hukum, sosiologi komunikasi, antropologi politik, dan antropologi politik. Contoh crossdisipliner adalah sosiologi Islam, antropologi agama, sosiologi pesantren, antropologi budaya, sosiologi sastra, dan sosiologi bahasa. Contoh dalam studi Multidisipliner adalah problem  pesantren dalam pendekatan psikhologis, sosiologis dan komunikasi yang menghasilkan kesimpulan studi pada  masing-masing pendekatan. Pendekatan sosiologis akan menghasilkan kesimpulan sosiologis dan sebagainya. Sedangkan untuk contoh transdisipliner jika ada banyak cabang ilmu yang digunakan untuk mendekati satu subyek kajian dalam studi agama dan menghasilkan kesimpulan studi secara komprehensif.  

  

Islamic studies sebagai ilmu agama memiliki banyak cabang misalnya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu fiqih, ilmu tasawuf, ilmu akhlak, ilmu fiqih, Ilmu ushul fiqih, ilmu Bahasa Arab, ilmu sejarah Islam, Ilmu sastra Islam, ilmu tarbiyah dan ilmu dakwah. Salah satu ciri ilmu adalah bisa diperdebatkan, bisa dikomparasikan, bisa dievaluasi dan bisa menghasilkan novelty atas kajian yang baru. Ilmu keislaman merupakan hasil pemikiran, cipta dan rekayasa manusia atas penafsiran pada teks suci. Pemahanan atas teks suci bisa bervariasi tergantung pada siapa yang menafsirkannya. Makanya banyak sekali ahli tafsir yang dapat berbeda pendapat di dalam menafsir atas teks suci. Kata yang paling fenomenal di dalam teks suci, misalnya jihad, khilafah, dan kaffah merupakan konsep di dalam Islam yang bisa ditafsirkan berbeda antara satu ahli tafsir dengan lainnya. 

  

Konsep pernikahan di dalam Islam juga bervariasi berdasarkan pendapat para ulama. Masing-masing ulama ahli fiqih bisa berijtihad sesuai dengan kemampuan nalarnya untuk memberikan ketentuan hukum dalam perkawinan. Di dalam madzhab Syafi’i sebagai madzhab yang paling ketat, maka menyaratkan harus terpenuhi semua rukun pernikahan, yaitu ada mempelai berdua, ada wali, ada dua saksi dan ada shighat. Sementara itu ada yang tidak mewajibkan adanya wali bagi perempuan yang sudah dewasa, misalnya Madzhab Dhahiri. Jadi ada banyak pendapat atau tafsir atas teks Alqur’an atau Hadits Nabi Muhammad SAW yang ditafsirkan oleh para ulama. 

  

Jika menggunakan pendekatan, misalnya sosiologi pesantren,  maka ada lima dimensi dalam kajian sosiologi pesantren, yaitu dimensi keyakinan beragama kaum pesantren, dimensi pengetahuan agama di kalangan pesantren, dimensi ritual-ritual di pesantren, dimensi konsekuensi beragama kaum pesantren dan pengalaman beragama kaum pesantren. Dapat dilakukan kajian tentang keyakinan tentang aspek teologis dalam pesantren, misalnya keyakinan teologis seperti apa yang berada di pesantren. Bagaimana keyakinan tentang ajaran Islam memberikan pedoman pada perilaku kaum pesantren, bagaimanakah makna keyakinan tersebut dalam dunia pesantren dan sebagainya. Dimensi keyakinan tersebut dapat dirumuskan dalam ungkapan what is believe? What is pesantren, what is value of pesantren dan seterusnya.

  

Lalu juga bisa dilihat dari dimensi pengetahuan atau dimensi intelektual tentang Islam dalam pesantren. Ada banyak teks suci dan non teks suci yang dipelajari di pesantren. Teks suci terkait dengan tafsir atas teks suci (Alqur’an dan Hadits), lalu juga non teks suci yaitu pemahaman ulama tentang kajian atas teks suci yang dilakukan, misalnya mengkaji tafsir Al Kasysyaf, tafsir Misbah, Tafsir Al Azhar, atau mengkaji atas Kitab Bulughul Maram, Kitab Ihya’ Ulumuddin, Kitab Al Muwathho’ dan sebagainya. Dengan bahasa lain dinyatakan sebagai tafsir atas Alqur’an atau commentary, lalu kajian atas tafsir yang sudah dihasilkan oleh ulama atau commentary on commentary. 

  

Tidak kalah menarik juga kajian atas ritual-ritual di pesantren yang telah mentradisi dalam jangka yang sangat lama. Bagaimana ritual tersebut dilakukan dan bagaimana maknanya bagi dunia pesantren atau juga bagaimana pengaruh tradisi ritual pesantren atas prilaku komunitas pesantren. Pada dimensi konsekuensial maka yang dikaji adalah bagaimana pengaruh ajaran agama dalam versi pesantren menentukan terhadap paham dan perilaku komunitas pesantren. Misalnya tafsir jihad perdamaian atau peacefull jihad menjadi ruhul harakah dalam dunia pesantren, bagaimana value dalam pesantren menjadi pedoman atau pattern for behaviour dalam dunia pesantren dan sebagainya. Yang terakhir adalah pengalaman beragama yaitu seperangkat pengalaman dalam berhubungan dengan kekuatan gaib. Ada dua corak pengalaman beragama, yaitu pengalaman psikhologis dan pengalaman sosiologis. Pengalaman psikhologis jika pengalaman beragama tersebut memang benar-benar bercorak individual dan tidak bisa diduplikasi oleh pengalaman orang lain. Sedangkan pengalaman sosiologis jika pengalaman beragama komunitas pesantren tersebut bisa juga terjadi pada orang lain, sehingga bisa dibuat tipologinya.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.