Andaikan Menachem Ali Dosen Prodi Studi Agama-Agama
KhazanahProf. Dr. Nur Syam, MSi
Hari Sabtu, 24/08/2024, saya memanjakan telinga saya dengan unggahan Ustaz Menachem Ali, seorang ahli filologi yang sangat terkenal yang sekarang sedang ngetop dalam tayangan youtube dalam kaitannya dengan ilmu perbandingan agama. Ilmu ini sesungguhnya merupakan ilmu yang sangat penting dalam relasinya dengan kepentingan membuka wawasan pemahaman agama yang lebih inklusif. Melalui pemahaman agama yang inklusif, maka akan terjadi keinginan untuk saling memahami agama masing-masing dengan keyakinan yang benar sesuai dengan paham keagamaannya.
Saya mengagumi Menachem Ali karena kemampuannya untuk menganalisis atas teks berdasar atas studi filologi. Kemampuan untuk menganalisis teks-teks agama tersebut disebabkan oleh kemampuannya dalam bahasa-bahasa yang banyak digunakan oleh teks-teks agama, terutama naskah atau manuskrip yang selama ini nyaris tidak terbuka di ruang publik.
Menachem Ali adalah manusia polyglot. Ada banyak bahasa yang dikuasainya. Dan yang unik adalah bukan bahasa-bahasa yang sedang ngetren di masyarakat. Jika yang dikuasai Bahasa Korea, Bahasa Jepang, Bahasa Mandarin atau bahasa yang banyak digunakan dewasa ini tentu bukan hal yang unik. Tetapi yang dikuasai tersebut Bahasa Ibrani, Bahasa Suryani, Bahasa Persia, Bahasa Latin, Bahasa Sansekerta, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan tentu Bahasa Indonesia.
Melalui kemampuan berbahasa seperti itu, maka pantaslah jika dengan mudah dapat memahami teks, misalnya Naskah Laut Mati, Alqur’an yang tersimpan di Museum Birmingham, Bibel, Teks-teks Injil Apokrif, Injil Barnabas, Alqur’an edisi Mesir 1927 yang tanpa harakat, manuskrip Qumron, Taurat Samaria, Taurat Yahudi, Kitab Weda dalam agama Hindu dan teks dalam agama Buddha, dan karya-karya dalam ilmu tafsir yang tertua maupun teks-teks Islam dalam berbagai kitab di pesantren. Melalui pemahaman Menachem Ali dalam berbagai bahasa dimaksud, maka dengan sangat rasional Menachem Ali dapat memberikan penjelasan dengan sangat rasional tentang sejarah agama dengan cara membandingkan berbagai teks dan bukan hanya historiografi yang berbasis pada kejadian yang dijelaskan oleh satu teks saja.
Jika kita mendengarkan atas penjelasan-penjelasan yang disampaikannya, maka akan dapat dipahami tiga hal, yaitu: pertama, di dalam berbagai kajian yang dilakukan melalui youtube, maka dapat dipahami bahwa agama itu sangat rasional. Agama bukan doktrin saja tetapi juga memiliki penjelasan rasional yang jelas. Peristiwa-peristiwa di dalam berbagai kitab suci dapat dicari pembenarannya secara rasional.
Memang bukan penjelasan empiris tetapi rasional. Misalnya untuk menjelaskan apakah Nabi Ibrahim itu dibakar hidup-hidup oleh penguasa pada zamannya, maka dijelaskan bahwa di dalam Kitab Injil memang tidak dijelaskan akan tetapi dijelaskan oleh Alqur’an dan juga Kitab Taurat atau perjanjian lama yang tergolong Apokrif. Di dalam teks Injil Kanonik memang tidak dijelaskan, akan tetapi dijelaskan oleh Injil yang tidak memperoleh pengakuan dari gereja. Artinya peristiwa tersebut berdasarkan perbandingan naskah dapat ditelusuri dan ternyata terdapat pembenarannya.
Kedua, banyak peristiwa di dalam Alqur’an yang selama diterima secara taken for granted, dianggap sebagai keyakinan saja, akan tetapi dapat dijelaskan secara ilmiah. Cara yang dilakukannya adalah dengan membandingkan berbagai teks atau manuskrip yang ada kaitannya dengan peristiwa dimaksud. Melalui penguasaan bahasa-bahasa yang dijadikan sebagai bahasa di dalam manuskrip lalu bisa ditemukan kebenarannya.
Baca Juga : Dinamika Perselisihan di Antara Muslim Indonesia Perihal Covid-19
Peristiwa Fir’aun tenggelam di Laut Mati, misalnya dapat diverifikasi di beberapa teks, terutama teks Taurat dan juga akhirnya dapat diverifikasi secara empirik. Bekas-bekas kereta Fir’aun dan juga tulang-tulang kuda dapat ditemui di Laut mati. Hanya saja belum bisa dibuka, sebab antara pemerintah Arab dan Mesir belum melakukan upaya bersama untuk membuka artefak-artefak dimaksud.
Cerita tentang Ashabul Kahfi yang selama ini menjadi legenda di kalangan umat Islam ternyata bisa didapatkan bukti-buktinya berdasarkan naskah Laut Mati yang menyimpan cerita tentang bagaimana Ashabul Kahfi, sejumlah tujuh pemuda yang diperkusi oleh masyarakatnya sehingga melarikan diri ke dalam Goa. Ternyata di berbagai goa tersebut didapatkan naskah-naskah yang memberikan pembenaran terhadap Surat Al Kahfi. Ada ratusan naskah dan belum semuanya bisa dibuka untuk publik.
Ketiga, menggairahkan kajian manuskrip yang memiliki signifikansi penting untuk memperkuat keimanan di dalam agama-agama. Melalui upaya untuk memahami teks-teks terkait dengan agama, maka membuka kembali atas manuskrip kuno ternyata sangat penting. Melalui kajian tersebut akan dapat menjadi instrument untuk memahami kebenaran kitab suci dengan berbagai informasinya. Melalui kajian atas manuskrip tersebut dapat memberikan gambaran bahwa Alqur’an, misalnya, ternyata berisi informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ilmu perbandingan agama atau studi agama-agama di Indonesia nyaris hilang. Dalam arti masih dikaji di institusi Pendidikan Islam tetapi nyaris tidak terdengar suaranya. Di masa lalu, Ilmu perbandingan agama pernah menjadi ikon, misalnya melalui Prof. Mu’ti Ali di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lalu di dalam perkembangannya juga terdapat nama, misalnya Kautsar Azhari Nur dan lain-lain, akan tetapi gaungnya kalah dengan informasi di media sosial yang dianggap ngetren. Tetapi Dondy Tan lalu mengunggahnya di media social, dan terakhir adalah Menachem Ali. Ilmu perbandingan agama yang berbasis pada kajian filologi menjadi menarik untuk diperbincangkan.
Saya terus terang membayangkan bahwa Menachem Ali adalah dosen UIN dalam prodi studi agama-agama, yang memang memiliki visi sebagaimana yang diungkapkan oleh Menachem Ali. Beliau dapat menjadi ikon bagi studi agama-agama. Menachem Ali dapat menjadi penggerak distingsi dan ekselensi bagi prodi studi agama-agama. Sayangnya Menachem Ali sudah menjadi dosen di Universitas Airlangga, tetangga sendiri.
Untuk kepentingan branding studi agama-agama, maka kehadiran dosen dengan kapastitas mumpuni sebagaimana Menachem Ali sangat diperlukan. Beruntunglah andaikan studi agama-agama memiliki tokoh yang luar biasa tersebut.
Wallahu a’lam bi al shawab.