Gerakan Pilantropi Pendidikan: Masyarakat Memiliki Modal Sosial Budaya
KhazanahProf. Dr. Nur Syam, MSi
Masyarakat Indonesia memiliki modal sosial budaya yang kiranya tidak dimiliki oleh masyarakat di negara lain. Hal ini tentu terkait dengan sosial budaya masyarakat Indonesia yang telah terjadi secara turun temurun dari masa pra kemerdekaan hingga sekarang. Modal sosial budaya tersebut telah menjadi darah dan daging masyarakat Indonesia yang berurat akar di dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Ungkapan ini saya sampaikan sebagai inti di dalam orasi ilmiah saya pada Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya (STIT Raden Wijaya) Mojokerto. Acara ini tentu dihadiri oleh Ibu Wali Kota Mojokerto, Ibu Ika Puspitasari, Ketua STIT Raden Wiyaya, Drs. Hasan Buro, MPd, MM., Wakil Ketua I STIT Raden Wijaya, Dr. Imron Rosyadi, Drs., SH, MH., Ketua BPPTNU Kota Mojokerto, Drs. H. Wachid Hasyim, MPdI, para pejabat di STIT Raden Wijaya, segenap dosen, wisudawan dan segenap keluarga, dan tamu undangan. Acara diselenggarakan di Gedung Sabha Mandala Madya Kota Mojokerto, 29/10/2023.
Masyarakat Indonesia dikenal oleh dunia internasional dengan sebutan masyarakat yang religious. Hal itu dapat dibuktikan dengan hasil survey dari World of Statistics tahun 2022 yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling religious, dengan presentase kepercayaan atas keberadaan Tuhan sebesar 97 persen. Ini merupakan prosentase terbesar di dunia. Dan hanya Turki yang mendekatinya dengan prosentase sebesar 91 persen. Sementara itu masyarakat Eropa semakin atheis. Bayangkan tingkat kepercayaan keberadaan Tuhan di beberapa negara berada di bawah 30 persen. Jadi Indonesia semakin religious sementara itu Eropa semakin atheis.
Sebagai akibat kepercayaan kepada Tuhan, maka masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas atau masyarakat yang sopan dan santun. Masyarakat yang menghargai rasa persahabatan, rasa solidaritas sosial yang sangat tinggi. Masyarakat yang menghargai kekeluargaan dan kekerabatan, yang menyukai gorong royong, musyawarah dan mufakat serta kesukarelawanan. Indonesia menjadi negara nomor satu di dunia dalam beberapa tahun terkait sebagai negara yang paling tinggi di dalam pilantropi.
Secara berturut-turut, lima kali, Indonesia menjadi negara paling dermawan di dunia. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Charity Aid Foundation (CAF) berdasarkan World Giving Index 2022, bahwa terdapat 10 negara dengan aksi dermawan terbaik, yaitu Indonesia, Kenya, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Myanmar, Sierra Leone, Kanada, Zambia dan Ukraina. Dari sebanyak 119 negara, maka Indonesia berada di peringkat pertama dengan 68 persen, Kenya 61 persen dan Amerika Serikat 59 persen. (Kompas.com 29/01/2023).
Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat menghargai dan memuja pilantropi. Masyarakat Indonesia tentu harus bangga karena pencapaian internasional yang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah umat Islam terbesar yang memiliki jiwa sosial yang sangat luar biasa. Di antara faktor yang menjadi penyebab tingginya pilantropi di Indonesia adalah kesadaran untuk berbagi melalui prinsip ajaran Islam, seperti zakat, infaq dan sedekah (ZIS). Melalui skema ZIS maka masyarakat Indonesia bisa melakukan gerakan memberi kepada orang lain. Sebuah kesadaran yang tumbuh dan berkembang karena ajaran Islam yang sangat luhur dalam rangka menyayangi orang lain, sebagai perwujudan ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah insaniyah atau ukhuwah basyariyah. Skema ZIS juga ditambah dengan gerakan wakaf dengan berbagai variasi programnya. Semua bisa berwakaf, sebab wakaf bisa juga menggunakan uang atau cash waqf dan tidak hanya wakaf dalam harta benda, baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak.
Islam mengajarkan bahwa di dalam harta seseorang terdapat hak orang lain. Makanya skema ZIS dan wakaf bisa menjadi instrument yang ampuh dalam kerangka untuk menggerakkan masyarakat Islam untuk melakukan amal kebaikan atau ibadah sosial. Zakat untuk membersihkan harta. Islam mengajarkan di dalam Surat At Taubah, ayat 103: “khudz min amwalihim shadaqatan tuthohhiruhum wa tuzaqqihim biha,” yang artinya: “ambilah zakat dari sebagian harta mereka, untuk membersihkan dan mensucikannya.” Orang Islam dituntut tidak hanya saleh secara individual tetapi juga saleh secara sosial.
Islam mengajarkan bahwa ada relasi antara modal sosial, modal ekonomi dan modal budaya dengan pengembangan kualitas sumber daya manusia (SDM). Dan di antara konsep penting di dalam pengembangan SDM adalah pendidikan. Diyakini oleh para ahli, bahwa pendidikan merupakan instrument terbaik dalam pengembangan SDM. Artinya, bahwa pendidikan yang berkualitas akan mengantarkan SDM berkualitas. Jika kualitas pendidikan hebat, maka akan menghasilkan SDM yang hebat dan jika SDM hebat akan menghasilkan kualitas kehidupan yang hebat.
Masyarakat Islam memiliki modal sosial, modal ekonomi dan modal budaya yang sangat mendukung terhadap pengembangan pendidikan. Masyarakat Indonesia telah memiliki kesadaran untuk menyisihkan sebagian kecil hartanya untuk membangun masjid, membangun sarana prasarana sosial dan lain-lain. Makanya yang sangat penting untuk dikedepankan adalah bagaimana agar kesadaran tersebut diarahkan untuk memperkuat kualitas pendidikan. Berdasarkan RPJMN 2019-2024 yang menjadi focus pembangunan utama adalah pendidikan berkualitas. Dan saya yakin bahwa pendidikan berkualitas juga akan tetap menjadi program utama di dalam RPJMN 2025-2029. Pemerintah sangat sadar betapa pentingnya pendidikan untuk menghadapi bonus demografi, pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia yang diasumsikan sebagai Tahun Emas Indonesia.
Dalam lingkup mikro, Kota Mojokerto, maka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada pada angka 78,43 persen tahun 2023. Artinya relative tinggi. Memang masih kalah dibanding dengan Kota Madiun sebesar 81,25, Kota Kediri 79,50, Kota Surabaya 82,74. Untuk mengukur IPM dengan menggunakan indicator pendidikan dengan lama sekolah. Mojokerto lama sekolah adalah 10,80 tahun, sementara Kota Madiun sebesar 11,67 tahun, Kota Kediri 10,40 tahun, dan Surabaya 10,51 tahun. Artinya, bahwa program pengembangan pendidikan di Kota Mojoketo tentu sudah on the track.
Untuk mengejar pengembangan dan penguatan pendidikan, maka diperlukan upaya antara lain adalah dengan Gerakan Pilantropi Pendidian (GPP). Programnya misalnya adalah dengan memberikan Dana Abadi Pendidikan (DAP) khusus kepada institusi pendidikan swasta. Jika setiap institusi pendidikan diberikan DAP sebesar 1 Milyard, maka akan dapat menjadi dana abadinya.
GPP dapat diselenggarakan melalui pemihakan pemerintah dan pemihakan masyarakat melalui gerakan ZIS dan wakaf. Jika bisa seperti ini, maka lembaga pendidikan swasta, baik sekolah maupun madrasah akan dapat memperkuat kualitasnya. Sebagai dana abadi, maka jumlahnya tidak boleh berkurang, sebab yang didayagunakan adalah bagi hasilnya. Jika GPP bisa dilakukan secara memadai, maka ke depan akan didapatkan kualitas lembaga pendidikan yang kuat untuk Indonesia hebat.
Wallahu a’lam bi al shawab.