Hari Santri: Pesantren dalam Tuntutan Santri Milenial
KhazanahAkhir-akhir dikenal suatu istilah yang sangat terkenal di kalangan generasi milenial, yaitu Generasi Rebahan. Yaitu suatu generasi yang tidak memiliki keterikatan secara personal dan organisional, akan tetapi keterikatannya berbasis pada fungsi, kemandirian dan kebebasan dalam menentukan tentang bagaimana relasi sosialnya itu di dalam kehidupan yang lebih luas. Mereka adalah generasi independen.
Generasi rebahan adalah suatu generasi yang muncul disebabkan oleh penetrasi information technology (IT) yang sedemikian dahsyat dan mempengaruhi performance dan ekspressi di dalam kehidupan social. Generasi rebahan merupakan suatu generasi yang di dalam pola belajar lebih banyak berbasis pada pengalaman, berpikir eksplorer, inovatif, menguasai IT dengan baik dan menyukai kolaborasi. Era sekarang sudah bisa disaksikan bagaimana kerja inovatif dan kolaboratif tersebut bisa mengalahkan perusahaan mapan. Misalnya GoJek, GoFood, GoPay, dan sebagainya bisa menghancurkan perusahaan-perusahaan besar karena kerja kolaboratif yang dilakukannya.
Di dalam menghadapi dunia kerja, Generasi Rebahan juga lebih suka untuk bekerja secara independent, tidak terikat waktu, dan memilih pekerjaan yang benar-benar diminatinya. Oleh karena itu mereka tidak menyukai kerja dengan keterikatan yang mengikat, dan birokrasi yang rumit. Mereka cenderung berperilaku yang sistemik dan aplikatif. Orientasinya pada produk dan bukan semata-mata proses. Kerja tim itu bisa dilihat dari para youtuber terkenal, misalnya Raffi Ahmad dengan timnya, yang followernya sudah mencapai angka 10 juta orang, Atta Halilintar dengan timnya yang memiliki follower 7 juta orang dan Deddy Corbuzier dengan timnya yang followernya mencapai angka 6 juta orang. Mereka bekerja tidak terikat waktu yang birokratif, tetapi mengghasilkan karya-karya unggahan di YouTube yang luar biasa.
Para santri akan berada di dalam zaman milenial dengan berbagai karakternya ini. Mereka tidak akan bisa menghindari zaman baru yang serba IT. Zaman yang unik, di mana orang bisa berkomunikasi secara virtual, bisa berbisnis secara virtual, bisa bekerja secara virtual, bahkan bisa melakukan aktivitas kehidupan dengan menggunakan perangkat IT. Kita telah melihat landscape perubahan yang sangat luar biasa pada era Revolusi Industri 4.0 yang sekarang sedang terjadi. Siapa yang memiliki talenta di bidang ini, dan mampu melakukan kerja sama fungsional dengan lainnya, dan memahami cara kerja yang maksimal dengan menggunakan IT, maka dialah yang akan menguasai dunia sekarang ini.
Pada 20 tahun yang lalu, kita tidak pernah memperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan retail besar seperti Giant Super Market, akan tumbang dengan gelombang kekuatan bisnis on line yang terus tumbuh menggurita tetapi segmental. Yang sekarang berkembang adalah retail yang berada di tengah-tengah masyarakat dan bisnis online yang menyediakan kemudahan dan kepuasaan bagi para pelanggan. Masyarakat cukup berada di rumah, bekerja di rumah dan memanfaatkan waktunya untuk bekerja sesuai dengan pekerjaan yang harus dikerjakannya. Tahun 2020 kemudian meledak bisnis online dengan segala kelebihan dan kesimpelannya. Banyak start up yang tumbuh di era penggunaan IT yang memang sudah zamannya.
Sebagai bagian dari generasi milenial, maka para santri dewasa ini juga menghadapi hal yang sama, yaitu bahwa mereka harus menguasai TI yang baik agar bisa menyongsong kehidupan di masa depan yang baik. Jika para santri kemudian tidak menguasai TI maka mereka akan menjadi generasi pengikut, yang terus akan menjadi sasaran kaum Teknolog informasi yang akan semakin digdaya. Para santri tentu tidak boleh menjadi penonton saja, tetapi juga harus menjadi pemain. Para santri harus terlibat di dalam penguasaan TI agar bisa menjadi gererasi yang siap menghadapi dunia TI yang sebenarnya menantang terhadap generasi milenial.
Tantangan utama para santri adalah bagaimana mereka bisa menguasai TI dengan berbagai kelebihannya. Padahal para santri di dunia pesantren kebanyakan adalah mereka yang belum mengenal terhadap dunia IT dengan segala kerumitannya. Oleh karena itu, para santri harus mengejarnya pada masa berikutnya. Terhadap hal ini, maka pesantren harus membuka diri terhadap kemajuan IT dengan kearifan. Kiranya ada beberapa hal-hal yang perlu dilakukan:
Pertama, pesantren memberikan peluang bagi santri dalam program pembelajaran di SMP/MTs dan SMA/MA untuk bisa pengakses TI dalam waktu terbatas, misalnya untuk program pembelajaran. Bukankah sekarang sudah saatnya institusi pendidikan memberikan peluang bagi pasa siswanya untuk bisa menggunakan aplikasi pembelajaran yang jumlahnya semakin bejibun. Pembelajaran manual sudah harus dilengkapi dengan penggunaan aplikasi pembelajaran yang akan memberikan peluang bagi siswanya untuk belajar lebih efektif.
Kedua, pesantren harus mengubah kebijakan yang tertutup terhadap penggunaan IT dan memberikan peluang bagi para santri/siswa institusi pendidikannya untuk lebih ramah terhadap perkembangan teknologi informasi. Para santri tidak boleh menjadi seperti katak dalam tempurung. Manusia yang hidup di era modern dan terbuka dengan kenyataan yang kesebalikannya, yaitu manusia tertutup dan kolot. Sebagaimana diketahui bahwa generasi milenial itu identic dengan dunia IT, maka ketika mereka dikekang dengan pembatasan yang sangat ketat, justru akan menghasilkan generasi yang tidak jujur, tidak fair dan melakukan kebohongan-kebohongan.
Ketiga, pola yang dilakukan adalah semi terbuka. Artinya ada jam-jam tertentu di mana santri bisa mengakses internet dan menggunakannya untuk kemaslahatan. Bagi mereka harus diajari tentang literasi media. Kecerdasan bermedia perlu ditanamkan dengan sebaik-baiknya agar mereka tidak salah memilih konten dan jalur media social yang salah. Pesantren harus membawa para santri untuk melek teknologi agar mereka bisa memilah dan memilih mana-mana konten dan jalur yang bisa diambil sekaligus memiliki dampak positif bagi diri dan masa depannya.
Keempat, kenyataan social sekarang tentu juga memaksa dunia pesantren untuk menyediakan sejumlah orang yang memiliki fungsi menjaga marwah pesantren atas penggunaan media social. Mereka diharapkan akan menjadi “penyangga” moralitas bagi para santri agar tetap berada di dalam jalur yang benar di dalam memanfaatkan media social. Mereka adalah orang-orang terpilih yang memiliki konsern dan tanggung jawab yang memadai untuk menjaga pesantren dari dampak buruk media sosial.
Kelima, pesantren juga harus menyediakan tim cyber, yang memiliki keahlian untuk memberikan respon dan feedback atas konten-konten media social yang bisa berdampak buruk bagi pengembangan Islam wasathiyah. Tim cyber inilah yang akan melakukan kerja kolaboratif dalam kerangka untuk menyuarakan Islam wasathiyah melalui media social yang didesain oleh dunia pesantren. Mereka adalah pasukan “tempur” yang siap merespon atau menanggapi konten menyesatkan dan sekaligus pengunggah konten positif tentang pesantren dan santri Islam Wasathiyah, menegaskan tentang Indahnya Islam dan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Saya berkeyakinan bahwa ke depan para santrilah yang akan menguasai panggung Indonesia dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Makanya, dunia pesantren harus menyiapkan mereka agar bisa menjadi pemain dan merengkuh potensi menjadi hebat di masa yang akan datang. Dan kuncinya adalah kearifan pesantren dalam merespon perubahan zaman.
Wallahu a’lam bi al shawab.