(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Implementasi Moderasi Beragama Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Budha

Khazanah

Moderasi beragama merupakan system pengetahuan dan bertindak dalam beragama. Sistem dalam moderasi beragama tersebut adalah: 1) Komitmen kebangsaan. Siapapun yang merasa sebagai bangsa Indonesia harus memiliki komitmen untuk beragama secara moderat, 2) Toleransi. Siapapun yang merasa menjadi bangsa Indonesia harus memiliki sikap toleran terhadap sang liyan (the others).  3) Akomodasi terhadap budaya local. Sebagai khazanah kebangsaan, budaya local tidak boleh dihilangkan tetap harus dikembangkan ke arah yang lebih baik untuk kepentingan bangsa. 4) Anti kekerasan. Masyarakat Indonesia harus menolak kekerasan, baik kekerasan simbolik maupun aktual.

  

Masyarakat Indonesia masih menghadapi Gerakan-gerakan Ekstrimisme, sebab ekstrimisme  terus ada di sekeliling kita. Sebagai system sel, satu hilang tumbuh lainnya. Ada dua kelompok yang terus melakukan Gerakan-gerakan perlawnan terhadap moderasi beragama, yaitu: Kaum salafi takfiri dan salafi jihadi. Mereka memiliki strategi memilih sasaran yang tepat. Gerakannya bisa berpengaruh terhadap generasi muda. Di masa lalu, Gerakan ekstrimisme dilakukan oleh generasi tua. Sekarang dilakukan oleh generasi muda. Tambah lagi dilakukan oleh para perempuan.

  

Selain itu juga tantangan Semakin menguatnya teknologi informasi, sehingga banyak mengubah sendi-sendi kehidupan. Penyebaran berita bohong menjadi pekerjaan professional: buzzer, produksi hoaks dan menguatnya karakter untuk membunuh atau character assassination. Semakin menguatnya artifisial intelligent, sehingga berpotensi mengurangi peluang kerja bagi manusia. Semakin menguatnya sikap dan tindakan permissiveness, sehingga menganggap moral dan etika adalah dunia masa lalu. Moral dan etika hanya akan mengekang kemajuan dan bukan mendorong terjadinya perubahan. 

  

Masyarakat Indonesia juga berada di zaman disruptif ditandai dengan beberapa indicator, antara lain: Volatility atau penuh gejolak. Di sekitar kita banyak terjadi gejolak yang difasilitasi oleh perubahan teknologi dan ilmu pengetahuan. Uncertainty atau tidak menentu. Terjadi perubahan cepat yang terkadang tidak terduga. Arahnya bisa berubah dengan cepat. Complexity atau kompleksitas. Di sekililing kita banyak permasalahan yang kompleks atau rumit untuk diselesaikan disebabkan oleh perubahan social yang terjadi secara cepat, sementara banyak hal yang belum siap mengikuti perubahan tersebut. Ambiguity atau kebingungan. Sebagai akibat lebih lanjut adalah munculnya sikap dan tindakan ambigu karena kesulitan untuk menemukan solusi yang tepat. Perkembangan teknologi dan anak pinaknya, membuat manusia menjadi tergagap-gagap terutama para agamawan, termasuk ilmuwan keagamaan. 

  

Di antara perubahan yang mendasar juga dari sisi generasi muda. Para dosen menghadapi generasi milenial (generasi Y, Z) dengan usia di bawah 37 tahun.  Generasi X dan Z adalah generasi yang hidup di tengah revolusi industri. Terutama era Revolusi Industri 4.0. Semakin menguatnya artifisial intelligent, sehingga berpotensi mengurangi peluang kerja bagi manusia. Oleh karena itu, beberapa penulis menyoroti tentang perubahan yang terjadi di lingkungan institusi Pendidikan tinggi. 1) Hilangnya kapakaran. Tom Nichols, The Death of Expertise. Sudah tidak ada lagi pakar di tengah era revolusi industri 4.0. 2) Melemahnya perguruan tinggi. Terry Eagleton: The Slow Death of Universities. PT akan mati pelan-pelan karena revolusi industry 4.0. 3) Melemahnya perguruan tinggi. Merry Evans, Killing Thinking, The Death of Universities. 4) Banyak perguruan tinggi yang kolaps, sebagaimana pernyataan  Clayton Christenson dari Harvard Business School.

  

Untuk menghadapi era ke depan, maka dosen harus terus berubah menuju ke arah yang lebih baik. Setiap dosen memiliki kewajiban untuk mengembangkan budaya akademik, misalnya Budaya riset (individual maupun kolaboratif), Budaya menulis (individual atau kolaboratif), Budaya menulis karya akademik berbasis riset atau non akademik (misalnya: opini, resensi, informasi keagamaan), Budaya menerbitkan karya akademik maupun non akademik. Produk karya terpublis di jurnal terindeks (internasional maupun nasional).

  

Jadi, Dosen harus selalu mengembangkan kapasitas diri, Harus mengikuti perubahan zaman: program Pendidikan dan pembelajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Terus mengupdate pengetahuan, misalnya konsep-konsep baru dalam bidang kajian, teori dan metodologi kajian. Berpikir prospektif dan proyektif. Berpikir untuk mengembangkan inovasi di dalam kehidupan, di kampus maupun luar kampus.

  

Di dalam program pembelajaran moderasi beragama, maka dikenal ada tiga pola, yaitu: pertama, pola integrated, materi moderasi beragama dimasukkan atau diintegrasikan dengan mata kuliah yang bersemangat keagamaan yang moderat. Misalnya mata kuliah pengantar ilmu agama, mata etika, mata kuliah sosiologi agama, sosiologi agama Buddha, dan sebagainya. Kedua, pola separated, moderasi beragama dijadikan sebagai mata kuliah tersendiri dengan muatan materi moderasi beragama. pola ini tentu bagus selama masih ada space untuk menambah mata kuliah baru. Ketiga, pola campuran, selain memberikan porsi sebagai mata kuliah tersendiri juga para dosen dibebankan untuk mengintegrasikan pesan moderasi beragama ke dalam mata-mata kuliah yang relevan.

  

Untuk kepentingan pembelajaran moderasi beragama, maka emua dosen harus menjadi agen moderasi beragama. apapun mata kuliahnya, maka yang bersangkutan harus memahami dan mengamalkan ajaran agama yang moderat. Melakukan pelatihan bagi para dosen agar bersearah dengan misi menggelorakan semangat moderasi beragama. Melakukan perubahan kurikulum yang bersearah dengan upaya mengembangkan moderasi beragama. Mengembangkan program berbasis IT, misalnya web-web atau media sosial lain yang berkonten moderasi beragama. PTKB harus memiliki web yang bagus dengan konten yang berisi informasi yang akurat, benar dan bermanfaat. Mengembangkan kerja sama antar intitusi, baik institusi pemerintah maupun non pemerintah untuk mempercepat penguatan pemahaman dan pengamalan beragama yang moderat. Harus memperkuat institusi Pendidikan untuk meningkatkan kapasitas kelembagaannya, misalnya akreditasi, jurnal, penelitian, dan kerja sama kelembagaan untuk pengembangan institusi. Harus memperkuat program pembelajaran yang berbasis pada perubahan cara belajar dan gaya belajar mahasiswa yang lebih berarah kepada ICT.

  

Jadi dosen harus Harus memperkuat kapasitas diri bagi para dosen dengan Pendidikan yang lebih baik, penelitian yang outstanding, karya akademis yang berbobot dan menjadi teladan. Perubahan itu di tangan kita, maka marilah berubah, karena yang “abadi” adalah perubahan.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.