In Memoriam Prof. Dr. Ma'shum Nur Alim
KhazanahSebagaimana biasanya, kalau saya bangun malam hari tidak tergesa-gesa membuka HP. Biasanya saya selesaikan dulu tugas-tugas malam dan baru kemudian membukanya. Saya selalu membuka WAG “Menuju Arsy (Bolo Swargo)” grup WA kawan-kawan NSC untuk melihat apakah sudah ada tulisan yang diupload. Maklum biasanya kawan-kawan upload tulisan pada sore atau malam hari, kecuali ada yang urgen untuk segera ditayangkan.
Saya membuka HP pada jam 03.00 WIB, dan betapa kagetnya ketika membaca WAG UINSA ternyata sudah ramai memberitakan meninggalnya Prof. Dr. Ma’shum Nur Alim, MAg, Wakil Rektor III, bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama UINSA. Saya baca dan temukan postingan Prof. HM. Ridlwan Nasir yang meyakinkan bahwa Prof. Ma’shum memang sudah meninggal dunia. Maka saya pun mengucapkan bela sungkawa melalui HP dengan mata berkaca-kaca, bahkan ketika saya menulis tulisan ini, mata saya masih meneteskan air mata, betapa rasanya Allah sedang menguji kita semua dengan ujian yang berat, berupa kematian demi kematian sahabat-sahabat terbaik kita semua. Saya menulis di WAG UINSA, yang berbunyi: “Subhanallah. Engkau panggil sahabat Prof. Ma’shum ke hadiratMU ya Allah. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun. Ya Allah kami semua melantunkan doa agar Sahabat kami yang baik ini Engkau masukkan dalam surgamu. Amin Ya Rabbal alamin”. Saya tahu air mata yang menetes ini merupakan air mata kesedihan, bukan untuk menyalahkan takdir-MU tetapi semata-mata karena peristiwa demi peristiwa ini terjadi secara beruntun. Semua di antara kita yakin bahwa peristiwa ini bukan adzab tetapi semata-mata cobaan atau ujian dari Allah agar kita semakin meningkatkan relasi spiritual kita kepada Allah SWT.
Prof. Ma’shum merupakan tipe lelaki yang murah senyum. Nyaris tidak pernah saya jumpai jika bertemu dengannya lalu tidak dalam keadaan tersenyum. Bukan senyum yang dibuat-buat atau senyum tebar pesona, tetapi memang Beliau memiliki sikap yang jarang dimiliki oleh orang lain, yaitu selalu memberi senyuman kepada orang yang berpapasan dengannya. Saya merasakannya setiap kali bertemu dengannya. Beliau juga orang yang humoris. Ada saja yang dijadikan sebagai guyonan. Kalau saya cerita sesuatu yang agak serius pastilah dia menyela dengan ungkapan: “halah” dan senyumannya yang merekah.
Prof. Ma’shum itu adik kelas saya, mungkin tiga tahun di bawah saya. Kalau tidak salah seangkatan Pak Mujib, Pak Basid, dan lain-lain. Yang saya tahu beliau juga seorang aktivis mahasiswa. Beliau aktif di PMII dan lanjut menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel. Sebagai aktivis, seingat saya juga selalu menunggui Kantor Komisariat Besar (Kombes) PMII IAIN Sunan Ampel. Kantor itu berpindah-pindah tetapi selalu berada di belakang IAIN Sunan Ampel. Ada banyak yang bertempat tinggal di Kantor Kombes PMII, seperti Cak Romadlon Sukardi, Ahmad Junaedi (alm) dan lain-lain.
Prof. Ma’shum menyelesaikan pendidikannya dari Strata satu dan Strata tiga di IAIN Sunan Ampel. Beliau mengambil studi pada jurusan Aqidah Filsafat, dan melanjutkan S2 dan S3 pada program studi pemikiran Islam. Pada waktu mengambil program doktor, kalau tidak salah meneliti tentang Nahdlatul Ulama, dibimbing oleh Prof. Thoha Hamim dan saya menjadi salah satu pengujinya. Beliau menyelesaikan program doktornya pada saat Prof. Ahmad Zahro sebagai Direktur Pascasarjana. Dalam karir jabatan, Prof. Ma’shum juga sangat baik. Pernah menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, dan lanjut menjadi Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama. Sebagai seorang yang membantu Prof. Masdar Hilmy, maka beliau memang sering bepergian ke luar kota. Ada banyak tugas-tugas Pak Rektor yang dilakoninya, terutama dalam forum-forum pertemuan nasional. Pada waktu ada pertemuan di IAIN Pamekasan dalam meeting para pimpinan PTKIN yang tergabung dalam Persemakmuran IAIN Sunan Ampel, yaitu forum para pimpinan eks IAIN Sunan Ampel, maka beliau juga datang. Saya diminta oleh Pak Dr. Muhammad Qasim, Rektor IAIN Pamekasan untuk memberikan presentasi tentang “Pengembangan PTKIN di Masa yang Akan Datang”. Sayang sekali saya tidak bisa lama berada di Pamekasan karena bertepatan ada acara yang harus saya datangi di Surabaya. Saya bertemu lagi dengan beliau di depan Klinik Adi Hayati, Ketintang Surabaya. Saya berjalan kaki di pagi hari dan beliau akan tes Antigen untuk kepentingan pergi keluar kota. Kalau tidak salah ke Yogyakarta. Waktu itu saya nyatakan: “Sampeyan kok masih perga-pergi saja”. Beliau menjawab: “Saya ini petugas lapangan. Kalau Pak Rektor udzur, maka saya yang mewakilinya”. Bahkan, di dalam WAG Asyraqalan, Prof. Suyitno juga memberikan kesaksian bahwa Prof. Ma’shum masih terlibat di dalam kegiatan istighosah bersama Forum WR/WK3 untuk mendoakam keluarga besar Diktis pada Sabtu Sore.
Saya tidak ingat apakah kepergiannya itu terkait dengan pertemuan para Wakil Rektor III atau yang lain, tetapi dari WAG UINSA ternyata beliau memang ke Yogyakarta dan bahkan sempat bersepeda sejauh 15 KM. Prof. Ma’shum menyelesaikan acara gowes itu dan tidak menyatakan ada masalah. Artinya beliau segar bugar. Peristiwa itu terjadi 20 hari yang lalu. Sebelumnya, beliau juga ke Jakarta, ke Medan dalam pertemuan yang digelar untuk pengembangan PTKIN. Beliau seorang pejabat yang kritis. Artinya, sering berbeda pendapat dengan lainnya. Tetapi hal itu dilakukan sebagai upaya untuk memberikan kepastian bahwa program atau kegiatan yang akan dilakukan memang memiliki kepentingan yang mendasar. Jadi bukan sekedar berbeda, tetapi untuk meyakinkan dengan argumentasi bahwa pilihan keputusan itu sebagai sesuatu yang benar dan logis. Tentang hal ini, saya pernah menanyakannya dalam forum khusus bertiga: saya, Pak Ma’shum dan Pak Abu Azam dan dinyatakannya bahwa apa yang dilakukan adalah untuk meyakinkan bahwa keputusan itu benar dan rasional.
Prof. Ma’shum lahir pada 14 September 1960 di Desa Wonokerto, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik dan meninggal pada 11 Juli 2021. Beliau meninggalkan seorang istri dan empat orang anak. Istrinya bernama Dra. Hj. Nur Hidayati yang menikah pada tanggal 5 Nopember 1986. Prof. Ma\'shum sebenarnya memiliki lima orang anak yakni Manthiqi Purnama Sari yang lahir pada tahun 1987, Masna Hikmawati yang lahir tahun 1991, Nur Maziyya yang lahir tahun 1993, M. Nailu Ma\'ali yang lahir tahun 1996 dan Masnunah yang lahir tahun 1998. Namun, putri pertamanya, Manthiqi Purnama Sari telah wafat mendahului beliau.
Beliau menjadi PNS di IAIN Sunan Ampel pada 1 Maret 1989. Tentu ada banyak inovasi yang dilakukan dalam pengembangan kerjasama dengan perguruan tinggi maupun dengan lembaga-lembaga pemerintah dan non pemerintah. Di antara kerja sama tersebut misalnya dengan UIN Banten dan UIN Banjarmasin tentang pengembangan KKN Internasional, dengan UIN Mataram tentang pengembangan kewirausahaan mahasiswa dan dengan perbankan syariah, misalnya Bank Jatim Syariah. Semula di UINSA hanya ada Bank BTN, tetapi melalui Prof. Ma’shum kemudian bisa bekerja sama dengan Bank Syariah Mandiri dan Bank Jatim Syariah. Salah satu buku yang diterbitkannya berjudul “Hermeunetika Penafsiran”.
Selamat menghadap Ilahi Rabbi Pak Prof. Ma’shum. Semua sahabat di UIN dan juga para professor PTKIN dan Asosiasi WR/WK III PTKIN juga mendoakan panjenengan. Panjenengan dikenal oleh sesama kolega di UINSA sebagai pejabat yang murah senyum dan ingin berbuat wajar sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Ya Allah, sekali lagi Prof. Ma’shum adalah orang yang baik, dan sangat pantas Engkau memberikannya tempat di surga. Amin. Lahu alfatihah…
Wallahu a’lam bi al shawab.