(Sumber : Dokumentasi Pribadi )

in Memoriam Prof Dr. Rr. Suhartini, M.Si: Perempuan Pekerja

Khazanah

Saya sudah berjanji di dalam hati  tidak akan lagi menulis in memoriam sebagaimana biasanya jika ada sahabat atau orang yang saya kenal dengan baik itu wafat. Tetapi niatan ini harus saya batalkan kala kolega dan sahabat saya, Prof. Dr. RR. Suhartini, MSi  harus menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Internasional Mayapada Surabaya. 

  

Beliau yang wafat ini bahkan saya anggap sebagai kakak sendiri, sehingga saya nyaris tidak pernah memanggilnya dengan panggilan Ibu selayaknya seorang kolega, akan tetapi saya panggil  dengan panggilan khusus, Ning. Saya memanggilnya dengan panggilan Ning Ninin atau sekurang-kurangnya Mbak Ninin. Tidak sebagaimana kolega lain yang memanggil dengan panggilan Prof  setelah Ning Ninin memperoleh jabatan tertinggi dalam bidang akademik,  Profesor.

  

Saya dan Ning Ninin bukanlah satu Angkatan. Beliau satu kelas di atas saya. Seangkatan dengan Slamet Suryanto (alm). Angkatan tahun 1977. Sedangkan  saya angkatan 1978. Tetapi meskipun berbeda Angkatan tetapi hubungan kami sangat dekat, karena sesama aktivis PMII Rayon Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel dan juga aktivis organisasi Intra Kampus, Senat mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel. Bahkan saya sempat menemani Slamet Suryanto  sebagai Ketua Senat dan saya sebagai Sekretaris Senat, lalu Ning Nining sebagai Wakil Ketua  Senat Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel. 

  

Kami bersahabat. Mbak Ninin indekos di Asrama Putri IAIN Sunan Ampel, Slamet Suryanto di Pesantren Al Fatah dan saya di Gang Masjid. Makanya, kami sering bertemu, bersendagurau ala mahasiswa di zaman itu dan berbincang tentang aktivitas mahasiswa di IAIN Sunan Ampel. Mereka yang bisa indekos di Asrama Putri IAIN Sunan Ampel itu mahasiswi-mahasiswi pilihan. Tentu pilihan di dalam banyak hal. Pintar-pintar dan cantik. Jika waktu itu ada mahasiswa yang bisa pacaran dengan  mahasiswi  Asrama Putri itu berarti hebat. Saya pun tidak bisa. Atau tidak ada yang cocok. 

  

Beliau lulus terlebih dahulu dibandingkan saya. Saya lulus tahun 1984 dan wisuda tahun 1985, sementara itu Mbak Ninin lulus tahun 1983. Setelah lepas dari IAIN Sunan Ampel, maka Mbak Ninin mengabdi di Fakultas Dakwah dan berlanjut menjadi karyawan pada Fakultas Dakwah dan akhirnya menjadi dosen. Seangkatan Beliau yang menjadi dosen adalah Mbak Azizah, sementara yang seangkatan saya menjadi karyawan Fakultas Dakwah adalah Bu Shofiyah. Jika Mbak Ninin menjadi dosen dan akhirnya bisa menjadi guru besar, maka Bu Shofiyah menjadi birokrat, dan jabatan terakhirnya adalah Kepala Biro pada UIN Sunan Ampel.

  

Ning Ninin adalah pekerja keras. Beliau sangat disiplin. Beliau menerapkan aturan sebagaimana yang dipahaminya. Itulah yang menyebabkan banyak orang yang menganggap Mbak Ninin itu orang yang keras. Padahal sebenarnya adalah seorang yang tegas. Beliau memiliki kemampuan bekerja di atas rata-rata orang lain. Beliau itu tipe pekerja yang bisa bekerja cepat dan tuntas. Meskipun berlatarbelakang eksak, lulusan SMAN, akan tetapi semangat belajar ilmu social dan agama sangat luar biasa. Pantaslah rasanya kalau Beliau berhasil dalam studi di program magister dan doktor di Universitas Airlangga. Disertasinya kemudian dibukukan oleh UIN Press dengan judul: “Religiositas Kaum Profesional Muslim dalam Perspektif Teori Konstruksi Sosial dan Teori Dekonstruksi Derrida di Kota Surabaya”.  Meskipun Beliau dikenal sangat tegas, akan tetapi di mata saya, beliau adalah sosok yang humoris. Setiap bertemu saya pasti  jegigisan, di mana saja.  Di kantor, di rumah atau di tempat pertemuan. 

  

Beliau itu secara akademis menonjol dan juga seorang birokrat kampus yang andal. Nyaris tidak pernah tidak menjabat. Dimulai dari jabatan terendah sebagai sekretaris Jurusan BPM dan kemudian berlanjut sebagai Ketua Jurusan, dan Dekan Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel. Pada waktu menjabat itulah kemudian bersama-sama saya, Pak Syahudi Siroj, dan kawan-kawan dibawah koordinasi Pak Imam Sayuti Farid kemudian mendirikan prodi baru, yaitu sosiologi dan psikhologi. Sebelum menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dan Fakultas Psikhologi UIN Sunan Ampel, maka prodi sosiologi dan psikhologi itu berada di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel. Jadi embrio dua Fakultas pada UIN Sunan Ampel itu adalah legacy Mbak Ninin dan kawan-kawan. 

  

Di dalam menjaga mutu karya akademik mahasiswa (baca skripsi), maka kami bertiga, Pak Syahudi, Mbak Ninin dan saya, melakukan pembagian tugas. Kami bertigalah yang harus tanda tangan terlebih dahulu sebelum para penguji lain membubuhkan tandatangannya. Kami tidak dalam satu tim. Berpencar dalam tim. Jika ada Pak Syahudi di dalam tim, maka saya dan Mbak Ninin di tim lain. Begitulah cara kami di masa lalu menjaga kualitas karya tulis mahasiswa. Antara tahun 1990 sampai 1999 maka kerja kami untuk menjaga kualitas lulusan seperti itu. Maklum jumlah mahasiswa belum banyak seperti sekarang sehingga masih sangat terkontrol.

  

Meskipun Beliau itu senior saya, tetapi tidak merasa malu untuk membicarakan karya-karya akademisnya dengan saya. Bahkan terkadang harus datang ke rumah saya. Karya tulis beliau yang dimuat di  Journal of Indonesian Islam ( JIIS) Vol. 14, Number 01, June 2020, dengan topik: “Hidayah As a Social Reality, The Dynamics of Religiosity Among Muslim Professional in Surabaya”, yang kemudian dapat menjadi syarat untuk memperoleh jabatan professor juga dibicarakan dengan saya. Pada waktu Beliau mengedit karya tulis  mahasiswa, dalam dua buku, maka saya dimintanya untuk memberikan support yang berupa kata pengantar ringan. Beliau membimbing karya tulis mahasiswa dan kemudian dibukukan dalam judul “Agama dan Masyarakat dalam Perspektif Sosiologi Agama” dan \"Agama dan Kebudayaan dalam Perspektif Sosiologi Agama”. Rupanya buku ini yang menjadi karya terakhirnya. Saya masih ingat Beliau menyatakan: “biar mahasiswa memiliki kenang-kenangan kuliah bersama saya. Tulisannya saya bukukan”. 

  

Beliau dikukuhkan sebagai Guru Besar Sosiologi Agama pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UIN Sunan Ampel, pada 31 Maret 2021 dengan orasi ilmiah berjudul “Struktur Bangunan Religiositas Mahasiswa di Musim Pandemi  dalam Tinjauan Teori Strukturasi Giddens”. Beliau dikukuhkan bersama Prof. Moh. Fathoni, Prof. Masruhan, Prof. Imam Mawardi, Prof. Jauharoti Alfin, dan Prof. Zaki Fuad. Saya abadikan peristiwa pengukuhan tersebut dalam NSC dengan judul “UINSA: Panen Profesor. Mereka dikukuhkan oleh Prof. Madar Hilmy Selaku Rektor UINSA pada waktu itu.

  

Sebagai guru besar UINSA, Beliau dishalati  di dua tempat. Di rumah duka dan di Masjid UINSA. Shalat di rumah duka dilakukan agar kaum muslimin di tempat tinggalnya, Perumahan Kebraon,  dapat menghormati untuk yang terakhir kali. Beliau  termasuk tokoh di perumahan tersebut. Sedangkan shalat di Masjid Ulul Albab UINSA adalah atas kebijakan Rektor UINSA, Prof. Akhmad Muzakki, MAg, M.Phil. Grad. Dip. SEA, PhD yang meminta kepada keluarga almarhumah agar bisa dishalati juga di UINSA. Banyak kolega di UINSA yang juga ingin memberikan penghormatan terakhir. Saya, Pak Syahudi, Pak Yoyon, Cak Ali Nurdin,  dan Cholik  bisa ikut shalat di rumah duka. 

  

Beliau lahir pada 13 Januari 1958 dan wafat pada 7 Maret 2023.  Meninggalkan suami H. Khusnul Rafiq dan tiga anak lelaki. Saya yakin bahwa Beliau adalah orang yang baik, yang meninggalkan inovasi dan legacy bagi UINSA dan sudah sepantasnya Beliau menjadi barisan orang yang memperoleh ridlonya Allah SWT dan memperoleh tempat di dalam surga yang dijanjikan oleh Allah SWT atas hambanya yang baik. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun. Laha al fatihah.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.