Keagungan Surah Al-Fatihah
KhazanahAllah Subhanahu Wata’ala (SWT) memberikan kelebihan dalam banyak hal kepada manusia yang memang sedari awal didesain untuk dijadikan sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Bahkan ketika malaikat menanyakannya bukan menentangnya, maka Allah SWT memberikan penjelasan panjang lebar tentang desain menghadirkan manusia di muka bumi. Malaikat sebagai makhluk Allah SWT yang paling taat, maka tentu menerima penjelasan tersebut dengan sami’na wa atha’na, mendengarkan dan menaatinya.
Keutamaan lainnya adalah Allah SWT menjadikan manusia sebagai sebaik-baik makhluk Allah di dunia ini. Ada banyak makhluk Allah SWT yang menghuni dunia, akan tetapi sesuai dengan penjelasan Allah SWT, maka manusialah yang diciptakan sebagai makhluk yang paling utama. Hal ini tentu dikaitkan dengan penciptaan manusia dengan keunggulan intelegensi yang dimilikinya. Binatang hanya diberikan oleh Allah satu kecerdasan yaitu kecerdasan rasional (perilaku memilih, ya atau tidak), sedangkan manusia diberikan kecerdasan rasional yang sangat lengkap tidak hanya sekedar memilih ya dan tidak, tetapi juga memberikan argumentasi atas pilihan tersebut. Selain itu juga kecerdasan emosional atau kecerdasan berbasis hati dan perasaan, serta kecerdasan sosial atau kecerdasan manusia sebagai makhluk sosial serta kecerdasan spiritual atau kecerdasan ketuhanan.
Selain itu juga berbagai janji Allah SWT atas kehidupan manusia yang lebih baik di akhirat, jika manusia patuh dan taat kepada-Nya. Hal tersebut banyak diberitakan di dalam Al-Qur\'an maupun Hadits Nabi Muhammad SAW. Dan sebagai umat Islam tentu harus yakin bahwa yang dijanjikan oleh Allah melalui kitab Suci Al-Qur\'an maupun melalui Sabda Nabi Muhammad SAW pasti akan ditunaikan atau dibalas. Keyakinan seperti ini yang harus dipegang teguh. Al-Qur\'an menyatakan: “Innallaha la yukhliful mi’ad” yang artinya: “Bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji-Nya”.
Di antara yang dijanjikan banyak pahala adalah dengan membaca Surah Al Fatihah. “‘An Abi Sa‘id Rafi‘ al-Mu‘alla Radhiyallahu ‘anhu qala, qala Rasulullah shalla Allah ‘alaihi wa sallam, ‘Ala ‘uallimuka a’zhama suratin fi al-qur’an qabla an takhraja min al-masjid,’ fa’akhoda biyadihi, falamma aradna an nakhraja, qultu, ‘Ya Rasulullah, innaka qulta la’u‘a’llimannaka a’zhama suratin fi al-qur’an.’ Qala, ‘Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, hiya al-sab‘u al-matsani wa al-qur’an al-‘azhim alladzi utituhu.’” (Rawahu al-Bukhari).
Yang artinya: “Dari Abi Sa‘id Rafi‘bin al-Mu‘alla RA: Rasulullah SAW berkata kepadaku, ‘Maukah aku ajarkan engkau surat yang paling agung di dalam Al-Qur\'an sebelum engkau keluar masjid?’ Lalu beliau memegang tanganku, maka ketika kami hendak keluar, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau mengatakan, aku akan mengajarkanmu surat yang paling agung di dalam Al-Qur\'an?’ Beliau menjawab, ‘Alhamdulillah lillahi rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam), yaitu al-sab‘ al-matsani (tujuh ayat yang diulang), dan Alqur’an al-azhim (Alqur’an yang agung) yang telah diberikan kepadaku.\" (HR al-Bukhari). (Imam al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin, h. 434).
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori ini memberikan gambaran bahwa Surah Al Fatihah merupakan surah di dalam Al-Qur\'an yang utama. Dinyatakannya sebagai surah yang paling agung di dalam Al-Qur\'an. Keagungan ayat Sab’ul Matsani tersebut terangkum dalam kata “A’zhamu surati fil qur’an” atau suraH di Al-Qur’an yang paling agung. Berdasarkan hadits ini, maka orang yang membaca surah Al Fatihah berarti membaca keagungan surat di dalam Al-Qur’an.
Surah Al Fatihah merupakan surat pembuka di dalam Mushaf Al-Qur’an al azhim. Jika dikaji secara mendalam, maka kandungan surah Al Fatihah merupakan kandungan dari seluruh isi di dalam Al-Qur’an. Ayat ini merupakan rangkuman dan substansi tentang seluruh kandungan Al-Qur’an. Jika dihayati, maka kandungan surah Al Fatihah tersebut meliputi ungkapan rasa puja dan puji kepada Allah Dzat yang Maha Kuasa atas segala alam dan isinya. Tidak ada satu zat pun yang menyamai dan menyekutukannya. Allah SWT merupakan zat yang paling berkuasa atas seluruh makro kosmos dan sistem yang terdapat di dalamnya. Allah yang mengatur seluruh sistem tersebut, sehingga terjadi keteraturan yang tidak bisa dinalar dengan kekuatan inteligensi rasional manusia.
Selain itu juga memberikan gambaran tentang basis yang paling utama Allah dari sifat-sifat Allah, yaitu Dzat Maha Kasih dan Sayang atau Rahman dan Rahim. Di dalam konteks ini maka rahman adalah kasih sayang Allah kepada semua makhluk di dunia tanpa membedakan apakah jenisnya, misalnya binatang melata, binatang memamah biak dan manusia, dan juga tidak membedakan warna kulit, ras, keturunan, agama dan kebangsaan manusia. Di dunia ini terdapat ras manusia, yaitu kaukasoid, negroid, dan mongoloid, dengan warna kulit hitam, putih, kuning dan kemerah-merahan. Semua diberikan kasih sayang Allah SWT Dzat Yang Maha Kasih dan Sayang. Sedangkan Rahim merupakan term khusus yang diberikan kepada umat Islam, yang meyakini dan mempercayai keberadaan-Nya, dan mematuhi segala perintah dan larangannya, yang sama sekali tidak menyekutukan-Nya. Salah satu di antara kerahiman Tuhan adalah kehidupan yang bahagia fi dunya wa al akhirah atau sa’idun fid daraini.
Kemudian juga menjelaskan bahwa hanya kepada Tuhan Allah SWT saja manusia menyembah dan memohon segala sesuatu. Ayat ini juga berisi tentang doa manusia kepada Allah agar selalu diberikan petunjuk kepada jalan yang benar. Jalan itu adalah jalan menuju Allah Azza wa jalla. Jalan Islam adalah jalan kebenaran, sehingga orang yang telah berserah diri kepada Allah dengan segenap jiwa, raga dan rohnya, maka berarti manusia tersebut telah menjadi manusia yang berada di jalan Allah swt. Jalan tersebut adalah jalan kebahagiaan dan bukan jalannya orang yang berada di jalan kesesatan dan tidak diridloi oleh Allah SWT.
Dengan demikian, orang yang membaca surah Al-Fatihah, berarti orang yang selalu bersyukur dengan memuja dan memuji Allah yang maha Rahman dan Rahim, yang menjadi tempat manusia untuk berserah diri dan memohon kebaikan. Jadi ada dimensi penyerahan diri, dimensi doa atau permohonan dan sekaligus juga memohon agar tidak berada di dalam jalan orang yang tersesat.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Referensi:
Abi Zakariyya Muhyiddin Yahya al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin (Surabaya: Dar al-‘Ilm, t.t.), 434.