(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Keutamaan Membaca Al-Qur\'an Secara Berjamaah

Khazanah

Salah satu kelebihan manusia atas makhluk ciptaan Allah lainnya adalah diberinya kemampuan hidup secara sosial. Manusia bisa melakukan interaksi dengan manusia, komunitas dan masyarakatnya secara memadai. Dan memang salah satu karakter manusia adalah kecenderungannya untuk hidup berkelompok. 

  

Binatang juga diberikan kemampuan untuk hidup berkelompok tetapi hanya dengan sebangsanya saja. Misalnya harimau, ia hanya bisa berkumpul dengan sesama harimau. Kuda, dubuk, kijang, kerbau, singa, zebra, dan sebagainya juga bisa berkelompok tetapi hanya dengan sesamanya saja. Bahkan yang satu bisa menjadi santapan yang lainnya. Bukankah kerbau, kijang, zebra bisa menjadi makanan terlezat oleh bangsanya harimau, citah, singa, dubuk dan sebagainya? Jadi hewan memang tidak dibekali kemampuan untuk melakukan interaksi dengan berbagai varian lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan manusia yang diberikan oleh Allah SWT kemampuan untuk hidup secara sosial.

  

Manusia sesungguhnya diciptakan Allah SWT sebagai khalifahnya di muka bumi. Manusia dibekali dengan seperangkat kecerdasan yang memungkinkannya untuk hidup dan menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan lingkungan sosial yang terkadang ramah dan terkadang juga ganas. 

  

Sebagai makhluk sosial, yang selalu berhubungan dengan alam, manusia dan lingkungannya, manusia diberikan kecerdasan yang mumpuni dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kecerdasan rasional, emosional, sosial dan spiritual itulah yang mejadi pembeda dengan makhluk Tuhan lainnya. Melalui kepemilikan berbagai macam kecerdasan tersebut, maka manusia bisa menjadi pemimpin dunia dalam banyak aspek, termasuk mengelola sumber daya alam dan juga sumber daya manusia. 

  

Agar manusia bisa hidup dalam keteraturan sosial, maka Allah SWT memberikan pedoman yang berupa agama.  Yaitu seperangkat aturan yang memungkinkan manusia bisa melakukan komunikasi, negosiasi, sinergi dan juga kolaborasi dengan manusia lainnya. Agama memberikan pedoman kepada manusia agar dengan pedoman tersebut manusia bisa selamat di dalam menjalani kehidupan. Agama dengan demikian mengajarkan kepada manusia agar memiliki kemampuan untuk hidup bersama dalam mengelola alam yang disediakan Allah SWT untuknya.

  

Disediakan bagi manusia untuk berhubungan dengan Sang Pencipta, Allah SWT, dan juga pedoman untuk berhubungan dengan sesama manusia dan bahkan pedoman untuk berhubungan dengan alam berupa tetumbuhan dan makhluk Tuhan lainnya. Allah SWT memang menjadikan manusia sebagai prototipe bagi sebaik-baik ciptaan-Nya. Jadi Allah SWT memang mendesain manusia sebagai makhluk terbaik di dunia ini. Hanya saja terkadang faktor lingkungan berpengaruh terhadap perilakunya, sehingga merubahnya menjadi tidak sebagaimana desain manusia semula. Manusia sesungguhnya didesain untuk mengabdi kepada Allah SWT. Sesuai dengan  Al-Qur’an, surah al-Dzariyat ayat 56, “Wa ma khalaqtul jinna wal insa illa liya‘budun,” yang artinya, “Dan Aku  (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” 

  

Salah satu di antara bentuk ibadah tersebut adalah membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an dapat dilakukan secara sendiri dan juga bisa dilakukan secara berjamaah. Imam al-Nawawi dalam kitabnya Riyadh al-Shalihin, menyatakan tentang keutamaan membaca Al-Qur’an secara berjamaah atau berkumpul. Hal ini dibahas di dalam Bab Istihbabil Ijtima’ ‘alal Qira’ah, atau Bab Sunnahnya Berkumpul dalam Membaca Al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Qala Rasulullah Sallalahu alaihi wa sallam, ‘Wa majtama‘a qaumun fi baitin min buyutillah yatluna kitaballah, wayatadarasunahu bainahum, illa nazalat ‘alaihim al-sakinah wa ghasiyahum al-rahmah wa haffathum al-malaikatu wa dzakarahumullahu fiman ‘indahu.’” (Rawahu Muslim) Yang artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) lalu mereka membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan akan diturunkan ketenangan bagi mereka, dicurahkan rahmat kepada mereka, dan diliputi oleh para malaikat, serta Allah sebut mereka di antara orang-orang yang ada bersama-Nya.’” (HR Muslim)

  

Dengan membaca hadis ini dan memahaminya, dapat disimpulkan bahwa membaca Al-Qur’an secara bersama-sama di dalam masjid apapun ayat Al-Qur’an yang dibacanya merupakan sunah Rasulullah SAW. Sebagai konsekuensinya, maka seseorang yang melakukannya dipastikan akan mendapatkan pahala yang setimpal dengan apa yang dilakukannya. Di samping itu, karena hadits ini merupakan hadis sahih, maka tentu berimplikasi dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengamalkannya.


Baca Juga : Quarter Life Crisis, Muara Problema Menginjak Dewasa

  

Seharusnya tidak ada keraguan apapun untuk membaca Al-Qur’an secara berjamaah ini. Jika ada seorang muslim yang menolak terhadap sunahnya membaca Al-Qur’an secara berjamaah atau bersama-sama, maka dipastikan harus belajar lebih lanjut dari kitab-kitab yang dinyatakan sebagai kitab yang masyhur. Sebab ada banyak sekarang ini orang yang melakukan penolakan terhadap amalan umat Islam yang sesungguhnya memiliki rujukan baku. Mereka mencela pengamalan ajaran Islam tetapi bukan bersumber dari kitab standar, tetapi hanya berasal dari media sosial saja. Padahal media sosial memang terkadang diunggah untuk membuat perpecahan di antara umat Islam.

  

Oleh karena itu, marilah kita meneladani pengamalan agama yang benar-benar memiliki rujukan standar, sehingga kita akan memperoleh pahala atas perilaku kita yang baik dan sesuai dengan yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

  

Wallahu a‘lam bi al shawab.

  

Rujukan:

  

Abi Zakariyya Muhyiddin Yahya al-Nawawi, Riyadh al-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin (Surabaya: Dar al-‘Ilm, t.t.), 439.

  

Mushthafa Sa‘id al-Khan, dkk, Nuzhat al-Muttaqin: Syarh Riyadh al-Shalihin min Kalam Sayyid al-Mursalin (Beirut: Mu’asssah al-Risalah, 1987), 761-762.

  

Muhammad bin ‘Allan al-Shiddiqiy al-Syafi‘iy al-Asy‘ariy al-Makkiy, Kitab Dalil al-Falihin li Thuruq Riyadh al-Shalihin (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabiy, t.t.), vol. 6, 200-201.