Keutamaan Zikir Kalimat Tauhid
KhazanahMelakukan zikir dengan kalimat tauhid la ilaha illallah sudah mentradisi di dalam kehidupan umat Islam di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Di mana ada umat Islam terdapat di suatu negara dipastikan akan didapati bacaan kalimat tauhid ini. Makanya jika di Indonesia kemudian mentradisi bacaan tersebut, maka hal itu semata-mata karena memang memiliki basis tradisi di dalam ajaran Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Jadi tentu menjadi amalan baik, ketika kita mengamalkannya.
Meskipun kita sudah terbiasa membaca kalimat tauhid la ilaha illallah. Kalimat yang terbiasa kita lakukan, tetapi terkadang kita tidak memahami apa dibalik kalimat tersebut. Itulah sebabnya pada kesempatan memberikan khotbah di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency, 02/10/2020, secara sengaja saya pilih tema ini dalam kerangka memperkuat ibadah kita kepada Allah dengan memperbanyak membaca kalimat tauhid yang luar biasa tersebut.
Basis zikir la ilaha illallah
Di dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dinyatakan bahwa “Afdhalu dzikri la ilaha illallah”. Artinya “Seutama-utamanya zikir adalah La ilaha illallah." Secara lengkap hadis tersebut berbunyi: “Wa ‘an Jabir R.A, qala: sami’tu Rasulullah SAW, yaqulu: afdhalu dzikri la ilaha illallah. Rawahu at Tirmidzi”. Artinya: “Dari Jabir R.A, berkata: Saya mendengar dari Rasulullah SAW, berkata: Seutama-utamanya zikir adalah tidak ada Tuhan selain Allah. Riwayat at Tirmidzi.” (Imam An Nawawi, Riyadhus Shalihin, bab Kitab Dzikir, hlm. 624).
Hadis ini memberikan penegasan bahwa yang paling utama zikir kepada Allah adalah kalimat tauhid, kalimat yang mengesakan Allah SWT. Tentu ada banyak zikir di dalam ajaran Islam, misalnya Astaghfirullah al Aadzim, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, Asma’ul husna, Ya Lathif, Ya Jalal, Ya Qahar, Ya Qawwy, Ya Matin, Ya Salam, Shalawat Nabi Muhammad SAW, namun demikian yang lebih utama adalah membaca kalimat tauhid la ilaha illallah.
Di dalam literatur Ilmu Tauhid atau Ilmu Tasawuf, kalimat la ilaha illallah disebut dengan zikir nafi itsbat. Kalimat la ilaha disebut dengan konsep nafi dan illallah disebut dengan konsep itsbat. Artinya adalah keyakinan kita sebagai umat Islam untuk menafikan semua ilah atau Tuhan, dan kemudian menetapkan hanya Allah saja yang eksis atau yang ada. Jadi konsep nafi itsbat merupakan keyakinan bahwa tiada Tuhan yang diyakini keberadaannya kecuali hanya Allah belaka.
Kalimat ini merupakan penegasan yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, sebab pada saat Islam hadir di tanah Arab, khususnya di Mekah dan secara lebih khusus di sekitar Ka’bah dijumpai banyak sekali patung atau arca yang menjadi washilah sesembahan oleh masyarakat Arab jahiliyah. Setiap kabilah memiliki patung atau arcanya sendiri, sehingga banyak sekali arca atau patung tersebut, dan yang terbesar adalah misalnya patung Suku Quraisy: Lata, Uzza dan Manat. Tiga patung ini merupakan representasi dari para penguasa Mekah yang waktu itu memang sudah menjadi pusat agama yang sebenarnya diturunkan oleh Nabi Ibrahim A.S. Hanya sayangnya bahwa keyakinan Nabi Ibrahim yang disebut sebagai Millah Ibrahim itu sudah diselewengkan oleh umatnya karena jauhnya jarak antara kehadiran Nabi Ibrahim A.S dengan umat di kala itu.
Oleh karena itu, ketika Nabi Muhammad SAW, menyuarakan kalimat nafi itsbat la ilaha illallah, maka sontak terjadi perlawanan yang luar biasa karena dianggap sebagai keluar dari pakem agama yang selama ini sudah dilakukan berabad-abad. Mereka meyakini bahwa agamanya tersebut yang benar dan yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai keyakinan yang salah dan bertentangan dengan tradisi beragama yang sudah menyatu dengan kehidupan orang Arab masa itu.
Baca Juga : Pahala dan Keutamaan Membaca Al-Qur'an
Islam mengajarkan kepada umatnya bahwa Allah SWT adalah merupakan satu-satunya yang patut disembah, Yang Maha Esa, tempat segala sesuatu bergantung dan meminta, baik yang mikro atau makrokosmos, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan yang tiada sesuatu yang setara dengannya. Sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an Surah Al ikhlas, yang berbunyi: “Qul huwallahu ahad, Allahus shamad, lam yalid walam yulad, walam yakun lahu kufuwan ahad”.
Ayat ini menegaskan tentang keesaan Allah baik dalam dzat, sifat dan af’al-Nya. Dzat Allah itu tunggal, sifat dan af’al Allah juga tunggal. Makanya, Allah meminta kepada kita untuk mengesakan-Nya dan jangan pernah menyekutukan-Nya. Jangan menyerikatkan-Nya atau memusyrikan-Nya. Disebut sebagai orang musyrik karena menyekutukan Tuhan Allah dengan lain-Nya. Dan sungguh menyekutukan Tuhan Allah dengan lain-Nya merupakan dosa besar yang hanya Allah saja yang bisa mengampuninya. Diperlukan tobat dengan tingkatan taubatan nashuha atau tobat yang sungguh-sungguh. Tidak lagi mengulanginya.
Itulah sebabnya di dalam surah al Anfal, ayat 179, Alqur’an menyatakan: “La syarikalahu wa bidzalika umirtu wa ana awwalul muslimin”. Yang artinya: “Tidak menyukutkan-Nya dan saya mematuhi seluruh perintah-Nya dan saya adalah orang pertama yang menyerahkan diri”.
Kalimat inilah yang dijadikan sebagai bacaan doa iftitah di dalam shalat yang dilakukan oleh umat Islam, meskipun terdapat redaksi yang terkadang berbeda. Misalnya ada Sebagian yang membacanya dengan bacaan "wa ana awwalul muslimin" dan sebagian lagi membacanya dengan "wa ana minal muslimin". Keduanya memiliki landasan yang kuat di dalam penyelenggaraan shalat. Apapun yang dibaca selama memiliki konten genealogis dengan ulama-ulama ahli fiqih yang mendasarkan pendapatnya pada perilaku Nabi Muhammad SAW tentu dapat diikuti.
Dengan demikian, sebagai umat Islam sudah sepantasnya jika kita melazimkan bacaan zikir la ilaha illah di dalam keseharian kita. Prinsipnya adalah semakin banyak bacaan kalimat tauhid tentu akan semakin baik. Dan siapa yang terus membacanya, maka mereka adalah orang yang beruntung. Dan balasan orang yang beruntung adalah memperoleh keridaan Allah yang diindikatori dengan dimasukkan ke dalam surga-Nya.
Makna zikir lailaha illallah
Tidak ada satu pun manusia yang tidak menginginkan kebahagiaan. Dan di dalam Islam, kebahagiaan itu tercermin di dalam ketercukupan akan kebaikan di dalam kehidupan dan memperoleh kebahagiaan di akhirat kelak. Kebahagiaan diartikan sebagai ketercukupan secara lahiriah (fisikal) dan ketercukupan secara batiniah (spiritual). Tidak hanya cukup ekonomi saja dan segala hal yang mengitarinya, tetapi juga kebahagiaan batin yang berupa ketenangan dan ketenteraman di dalam kehidupan. Dan kehidupan yang berkecukupan tersebut semoga menjadi kehidupan yang bahagia di akhirat, yang semua itu ditandai dengan akhir kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Oleh karena itu yang menjadi harapan kita adalah akhir kehidupan di dunia yang husnul khatimah (akhir yang baik). Sebagaimana doa yang sering kita lantunkan, terutama sesudah shalat, yaitu "Allahumakhtimlana bi husnil khatimah, wa na’udzubika min su'il khatimah". Yang artinya, “Ya Allah jadikanlah penutup kehidupan kami dengan husnul khatimah (akhir yang baik), dan jangan jadikan akhir keidupan kami dengan su'il khatimah (akhir yang buruk).”
Husnul khatimah (penutup kehidupan yang baik) tersebut ditandai dengan ucapan “lailaha illallah”, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud: “Man kana akhiri kalamihi la ilaha illallah dakhalal Jannah”, yang artinya: “Barang siapa yang diakhir perkatannya dengan kalimat 'tidak ada Tuhan selain Allah' maka akan masuk surga."
Namun demikian, membaca kalimat la ilaha illallah, yang sependek ini bukanlah hal yang mudah bagi orang yang tidak terbiasa membacanya, apalagi di saat menjelang kematian atau dalam suasana sakaratul maut atau dalam keadaan sekarat menjelang kematian. Makanya, kita harus membiasakan membaca kalimat tauhid ini, agar kita bisa mengakhiri hidup kita dengan husnul khatimah. Ada baiknya jika di saat menjelang kematian tersebut ada kerabat yang menunggui dan mengajarinya dengan bacaan kalimat tauhid.
Semoga kita semua termasuk orang yang men-dawam-kan bacaan kalimat tauhid ini, sehingga menjadi bagian dari orang-orang yang husnul khatimah.
Wallahu a’lam bi al shawab.