(Sumber : Youtube )

Kiai Ahmad Shofwan Ilyas: Kiai Multi Talenta

Khazanah

Saya mengenal Kiai  Shofwan tentu sudah sangat lama. Pada waktu Pak Maftuh Basuni (alm) menjadi Menteri Agama, dan saya menjadi Rektor IAIN Sunan Ampel, maka dipastikan saya bertemu dengan Kiai Sofwan jika Pak Mahtuh Basuni melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur. Pak Maftuh dan Kiai  Shofwan berkerabat dekat, sekaligus shahib kental atau soulmate. Itulah sebabnya, Kiai  Shofwan dan Pak Maftuh begitu dekat. Bukan hanya sekadar relasi antar menteri dengan kiai, melainkan relasi persahabatan dan kekerabatan. 

  

Suatu hari, saya menemani Pak Maftuh berkunjung ke Pondok Pesantrennya, Pondok Pesantren Darul Muttaqin Manukan Surabaya. Suatu lembaga Pendidikan yang maju dengan mengusung tema pendidikan umum atau memiliki lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga mengembangkan sistem pesantren. Lembaga pendidikan ini termasuk pendidikan modern yang mengusung implementasi Pendidikan Islam dalam wadah lembaga pendidikan umum. Di dalam pesantren terdapat jenjang pendidikan dari SD, SMP dan SMA yang diperkuat dengan Pendidikan Diniyah. Seingat saya, selain Menteri Agama yang hadir, ada juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Pak Maftuh dan Pak Muhammad Nuh. Hal ini disebabkan Pak Maftuh dan Pak Nuh juga berkerabat. Istri Pak Nuh adalah kerabat Pak Maftuh.

  

Persahabatan saya dengan Kiai  Shofwan nyaris terputus ketika saya ke Jakarta sebagai Dirjen Pendis untuk membantu Pak Suryadharma Ali sebagai Menteri Agama. Namun, karena Kiai Shofwan jago dalam membangun relasi dengan berbagai kalangan, maka saya tetap sering bertemu beliau. Jika beliau hadir untuk bertemu Pak Surya, maka menyempatkan bertemu saya. Beliau sering ke Kemenag dalam kapasitas sebagai pemilik pondok pesantren sekaligus pemilik Biro Travel Haji dan Umrah, Jabal Rahmah. Itulah sebabnya beliau tetap menjaga relasinya dengan Kemenag, meskipun Pak Maftuh sudah tidak menjabat sebagai Menteri Agama. Sebagai  tokoh di Biro Travel Haji dan Umrah, beliau tidak hanya piawai untuk membangun kerja sama di dalam negeri tetapi juga di luar negeri, misalnya kerja sama dengan Taiwan, Travelmate Vacation Expert yang mewakili asosiasi travel di Taiwan. 

  

Bagi saya, Kiai Shofwan merupakan seorang tokoh yang multi talenta. Di Pesantren, beliau seorang kiai, di pemerintahan dihargai karena keterlibatannya dalam berbagai organisasi sosial keislaman, seperti MUI, IPHI, NU dan BKKBIHU se Indonesia. Di sisi lain, beliau ahli dalam penyembuhan penyakit lewat terapi pemijatan. Ketika di Surabaya, Pak Maftuh dipastikan memperoleh pelayanan pemijatan oleh Kiai Shofwan. Makanya, Kiai  Shofwan selalu hadir di Wisma Haji Jalan Juanda jika Pak Maftuh istirahat di situ. Tidak hanya Pak Maftuh yang pernah dipijat, saya pun pernah dipijatnya ketika saya mengeluh ada gangguan lambung. Saya dipijat di kaki dan diberi wirid untuk dibaca. Beliau adalah tipe kiai  yang murah untuk memberikan amalan ibadah (wirid) dan nasehat-nasehat keagamaan. Saya termasuk orang yang beruntung pernah bertemu beliau. 

  

Ketika saya kembali sebagai dosen di UIN Sunan Ampel, maka saya sempat bertemu beliau beberapa kali. Ketika beliau mengadakan pelatihan bagi para pembimbing manasik haji di Jawa Timur. Beliau adalah sekretaris umum Badan Komunikasi KBIH se-Indonesia. Pada waktu itu, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) memiliki kerjasama dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Ampel dalam program Sertifikasi Pembimbing Haji dan Umrah sebagai konsekuensi penerapan UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyeleggaraan Haji, yang salah satunya adalah perlunya seorang pembimbing jamaah haji harus bersertifikat. 

  

Begitu kembali menjadi dosen di Fakultas Dakwah dan Komunikasi, saya dilibatkan dalam acara sertifikasi yang dimaksud di Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Pacet, pondok pesantren milik Kiai  Prof. Asep Saifuddin Halim. Acara itu diselenggarakan di Institut Agama Islam Abdul Halim. Di situlah saya bertemu dengan Kiai  Shofwan. Saya berceramah dengan tema “Manajemen Manasik Haji” dan beliau menunggu saya berceramah. Pada waktu itu, beliau bercerita kalau sudah 43 kali datang ke Tanah Suci, baik untuk melaksanakan haji, sebagai pembimbing haji atau pembimbing umrah. Beliau tersenyum jika saya melontarkan jokes dalam ceramah tersebut. Sebagaimana biasa, saya selalu menyuguhkan guyonan segar sebagai pemanis ceramah yang saya lakukan. 

  

Beliau menyelesaikan pendidikan di Fakultas Syariah King Saud,  Riyad. Alhasil, gelar Lc selalu menghiasi namanya, selain KH yang memang menjadi gelar tradisionalnya. Saya tentu masih teringat senyumannya, perawakannya yang tinggi semampai dan wajahnya yang  ganteng, bersih dan berwibawa. Hal ini terpancar dalam dirinya yang ikhlas dan berilmu. Beliau tipe kiai  yang menguasai ilmu keislaman yang mendasar dan mendalam, penguasaan bahasa yang baik, khususnya Bahasa  Arab. Melalui kopyah hitamnya tinggi yang menghiasi penampilannya, beliau tampak sangat berwibawa. 

  

Beliau tidak hanya berdakwah dengan ceramah atau pengajian, tetapi melalui pendidikan, dan penerbitan. Beliau memiliki majalah bulanan “Rahmah, Media Pesantren Terpadu Daarul Muttaqien Surabaya” yang  diperuntukkan bagi jamaahnya. Banyak informasi keagamaan yang diterbitkannya, termasuk para tokoh Jawa Timur. Saya juga pernah dimasukkan dalam salah satu rubrik tokoh, ketika saya menjabat sebagai Rektor IAIN Sunan Ampel. (Edisi 52  Rabiul Awwal 1432 H-Februari 2011). Bagi saya,  Beliau adalah tipe kiai  yang memiliki visi ke depan dalam bidang Pendidikan, tentu untuk pengembangan SDM berkualitas.

  

Beliau lahir di Semarang, 22 Januari 1950. Beliau pernah menjadi santri di Pesantren Roudlotut Tholibin (Leteh Rembang), Al Irsyad (Kauman Rembang) dan Pesantren Al Hidayah (Lasem Rembang). Beliau wafat pada 5 Juli 2021 di usia 70 tahun. Beliau merupakan seorang kiai  yang berpegang teguh pada Islam ‘ala ahli sunnah wal jamaah yang mengusung tema Islam wasathiyah. Meskipun Beliau menimba ilmu di Pusat Wahabi, akan tetapi ketika kembali ke Indonesia sama sekali tidak terjerembab dalam paham Wahabisme. Ketika menulis artikel ini, rasanya wajah beliau terbayang di depan saya, dengan ciri khasnya sebagai kiai  yang beilmu sangat tinggi, tampilan sederhana dengan sarung, pakaian taqwa atau batik dan perkataannya yang lembut tetapi nyaring terdengar. Lahu Alfatihah…

  

Wallahu a’lam bi al shawab.