(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Qurban dan Pandemi: Sebuah Nilai untuk Dekatkan Diri Pada Ilahi

Khazanah

Oleh: Abd. Rouf

 Mahasiswa Program Doktor Hukum Keluarga Islam,

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

  

Secara umum hampir di seluruh dunia kesemuanya disibukkan dengan penanganan kasus pandemi covid-19, tak ketinggalan pula adalah negara Indonesia. yang mengalami pasang surut dalam pandemi seolah-olah hampir tak ada yang bisa memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir, yang darinya kemudian mempengarui Banyak hal di antaranya dalam aturan-aturan, baik yang langsung dikeluarkan oleh lembaga negara, maupun peraturan yang terdapat di kantor umum. terus berubah-ubah menyesuaikan pergerakan pandemi, mulai dari kebijakan lockdown dan PPKM, WFH 50% atau WFH 100% semuanya bertujuan untuk mengurangi interaksi langsung antar sesama sehingga mengurangi potensi penyaluran dari satu manusia ke manusia lainnya. 

  

Dalam dunia pendidikan-pun turut banyak mengalami perubahan baik dalam hal pembelajaran maupun yang lainnya, yang terlebih dahulu dari para pengajar ada sebagian kecil yang masih belum melek dengan teknologi informasi, maka di era sekarang semuanya mudah dan terpaksa harus menguasai pembelajaran kecil adalah adanya pembelajaran secara berani (online). Namun sesungguhnya di balik semua itu pasti ada sebuah hikmah yang luar biasa, karena di balik sebuah ujian pasti ada hikmah yang terkandung di dalamnya. Maka dari sisi ini, kita seyogjanya hanya terfokus pada sisi negatifnya saja, karena selain itu hanya akan membuat diri kita semakin dan jangan sampai dapat menurunkan kualitas imun kita, yang hal tetsebut berbahaya di waktu sekarang ini.

  

Di sisi lain, dalam mengatasi sebuah masalah, jika akal dan usaha sudah tidak lagi bisa dijangkau sebagai tumpuhan terakhir adalah kita kembalikan semuanya kepada Allah SWT sebagai sang pengatur segala pergerakan yang ada di alam ini, namun tentunya semuanya selalu diikuti dengan usaha dan ikhtiar yang maksimal “bukan pasrah apa adanya”, karena sesungguhnya Allah tidak akan menguji suatu kaum hingga batas kekuatan kaum itu sendiri, Allah dengan logika ketuhannya jika menghendaki terjadinya sesuatu maka akan terjadi, dan sebaliknya. Untuk itu di masa pandemi ini langkah kongkritnya adalah selain selalu ikhtiar dengan menjaga diri melalui protokol kesehatan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengintruksikan kepada setiap orang untuk wajib melakukan 3 M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak). 

  

Angka kematian dalam pandemi covid-19 ini sangat luar biasa, terdapat penambahan kasus Covid-19 hingga mencapai rekor kenaikan kasus tertinggi selama pandemi. Per 5 Juli, penambahan kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir menembus 29.745 kasus. Dengan penambahan ini, jumlah kasus Covid di Indonesia kini mencapai 2.313.829 kasus terhitung sejak diumumkannya pasien pertama yang terinfeksi virus corona pada 2 Maret 2020. Untuk itu, kita berada marilah kita selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan banyak bersyukur atas nikmat. iman dan kesehatan, yang dengannya kita dapat dan dimampukan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada tuhan dengan baik..

  

Dengan: pertama, kita akan lebih memahami arti sebuah nafas, yang setiap detiknya dia selalu keluar pada jasad, bahkan ketika tidur-pun ia akan tetap bekerja. Namun dengan pandemi, dia jadi tahu, nafas tak selalu bisa ditukar dengan tabung oksigen. Kedua, indera penciuman, yang di saat ini tidak lagi ada alasan untuk tidak mensyukurinya, meskipun mencium bau yang tidak enak sekalipun kita akan merasa sangat senang karena menjadi pertanda bahwa indera penciuman kita masih normal. Ketiga, silaturahim dan hubungan, bagi mereka yang kadang-kadang angkuh ketika semua yang dimiliki, kini harus menyadari, pentingnya perlu dan penting melakukan baik dan berhubungan dengan sesama, karena denganya akan memunculkan sentuhan-sentuhan perhatian, dan pengetahuan yang merupakan harta yang sangat kasih berhaga. Bagi seorang murid misalnya, akan merasakan aliran kenikmatan dirinya mampu berjabat tangan dan mencium tangan seorang guru yang dimulyakannya, berpelukan mesra dengan sanak saudara dan orang tua adalah sebuah momen untuk saling melepas beban dan berbagi hati dalam segala kondisi. Semua itu merupakan kebutuhan yang tidak akan dapat kita pisahkan dari diri kita dan tentu semua itu akan sangat dirindukan pada saat ini, terlebih lagi kita semua akan menyambut sebuat momen yang sangat istimewa yaitu hadirnya momentum Idhul Adha atau bulan qurban.

  

Idhul Adha merupakan bulan yang di dalamnya penuh dengan pengorbanan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sejarah tentang kisah Nabiyullah Ibrahim dan Nabiyullah Ismail yang sangat menonjolkan kepada pihak yang dicintai dan penghambaanya kepada Allah Swt. banyak yang menjadikan Nabi Ibrahim sebagai manusia yang palingNya -khalilullah- dan sekaligus sebagai imam, abul anbiya (bapak para nabi). Yang juga memiliki sifat yang khas yaitu الَّذِيْ اءَ لَامَةِ الْقَلْبِ (حُسْنِ) الطَّوِيَّةِ nabi yang selamat hati dan yang memiliki sebutan baik.

  

Sejarah dari momentum peringatan hari raya Idhul Adha menjadi awal darinya Nabi Ibrahim oleh Allah orang yang kaya yang memiliki kekayaan berupa 12.000 ekor ternak, Suatu jumlah yang menurut zamannya tergolong miliuner. Dan pada suatu hari, Nabi Ibrahim ditanya oleh seseorang "milik pengalaman semua ternak ini?" maka Ibrahim menjawab: "Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Setiap waktu jika Allah menghendaki, aku akan menyerahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku, pasti akan aku menyerahkan juga. Sumpah Nabi Ibrahim diucapkan karena saat itu istrinya yang bernama Sarah, belum memiliki keturunan meskipun sudah lama menikah dengan Nabi Ibrahim. Kemudian Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk menikahi Siti Hajar."

  

Tidak lama setelah menikah dengan Hajar, beliau kemudian dikaruniai anak yang bernama Ismail. Sampai pada suatu malam, nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah dari Allah untuk memenuhi janjinya yaitu menyembelih anaknya. Meskipun sempat bingung, akhirnya nabi Ibrahim menjanjikannya. Ismail yang kala itu berusia 7 tahun pun ikhlas menerimanya.

  

Dari apa yang dilakukukan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail nyatanya terdapat sebuah logika kepatuhan, dimana jika tuhan yang memerintahkan maka bersamaan dengan itu akan disertai dengan pemberian kekuatan kepada hambanya untuk menjalankannya, karena tanpa adanya kekuatan yang diberikan tuhan, maka seorang hamba dapat dipastikan tidak akan dapat dipastikan melaksanakannya, karena sesungguhnya sumber kekuatan utama adalah datangnya dari tuhan yaitu Allah SWT.

  

Logika kepatuhan ini juga sangat tampak dalam peristiwa tersebutra' dan mi'rajnya Nabi Muhammad saw, ketika dalam perjalanannya telah sampai di Shidratul Muntaha Allah kemudian memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk bersama umatnya agar berdoa 50 kali dalam sehari, Namun, dalam perjalanan kembali dari Mi'raj beliau turun dengan melewati beberapa lapis langit yang ada, ketika di langit yang ketujuh beliau bertemu dengan nabi Ibrahim, lalu beliau ditanya, apa yang anda dapatka wahai Muhammad, saya mendapatkan perintah dari Allah untuk menjalankan sholat 50 waktu dalam sehari jawab Nabi Muhammad, maka nabi Ibrahim hanya merespon dengan mengagukkan kepala pertanda mengiyakan dan menerimanya tanpa memberikan komentar apapun,karena bagi Nabi Ibrahim seperti jika Allah memerintahkannya maka Allah akan menyertainya dengan memberikan kekuatan kepada ummat Muhammad SAW.

  

Logika seperti ini sebenarnya penting kita ketahui dan kita terapkan pada kehidupan kita, agar dapat menjalankan semua apa yang diperintahkan Allah dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberikan kekuatan kepada kita.