(Sumber : Dokumentasi penulis)

Rekonstruksi Kurikulum Dalam Integrasi Ilmu: UINSI Samarinda

Khazanah

Tulisan ini disajikan sebagai bagian tidak terpisahkan untuk melestarikan sebuah karya sekecil apapun. Saya semenjak lama mengampanyekan petuah di dalam Bahasa Latin, yang bagi saya sangat inspiring, yaitu: “Verba Volant Scripta Mannent”, yang kira-kira terjemahan di dalam Bahasa Indonesianya adalah “dibicarakan  hilang, ditulis abadi.” Makanya saya pernah menyatakan: “Aku Menulis Aku Ada”. Tulisan ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk melestarikan pembicaraan saya yang sudah lama, tepatnya akhir tahun 2023.

  

Saya diundang oleh Prof. Zurqoni, Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, yang dihadiri oleh seluruh pejabat UINSI:  Rektor, Wakil Rektor, Dekan, dan pejabat structural dalam tajuk acara “Focus Group Discussion”, dengan Tema “Mozaik Integrasi Keilmuan.” Acara ini diselenggarakan di Bess Mansion Hotel Surabaya. Sebuah acara yang sangat menarik dan visioner terutama dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pada PTKIN termasuk UINSI.

Ada tiga hal yang saya sampaikan di dalam acara ini, yaitu: pertama, pemahaman tentang integrasi ilmu. Integrasi ilmu merupakan penggabungan atau pengintegrasian antara dua cabang ilmu atau lebih menjadi satu kesatuan, yang satu cabang ilmu menjadi subject matter dan satu cabang ilmu menjadi pendekatan atas subject matter atau sasaran kajian. Basis regulasi berlakunya integrasi ilmu adalah Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang mengamanatkan bahwa untuk program strata 1 berbasis pada monodisipliner atau level 6, sedangkan program pascasarjana level 8 atau interdisipliner dan multidispliner, dan program doktor level 9 berbasis pada pendekatan interdisipliner dan multidisipliner. Secara historis mandat integrasi ilmu dapat dilacak dari pendirian UIN yang harus mengembangkan ilmu keislaman dengan ilmu bantu lainnya, ilmu sosial, ilmu humaniora, sains dan teknologi. Tujuannya adalah mengembangkan ilmu umum berbasis keagamaan yang terpadu dengan ilmu social dan humaniora serta sains dan teknologi. PTKIN harus mengembangkan program pendidikan berbasis Integrasi Ilmu. Secara akademik adalah untuk mengembangkan program pendidikan berbasis pada relasi antara ilmu keislaman dengan social dan humaniora serta sains dan teknologi. Bagi mahasiswa strata 1 tetap mengkaji ilmu berbasis pada pendekatan monodisipliner. Mahasiswa strata 2 dan 3 mengkaji ilmu berbasis pada pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.

  

Kedua, model integrasi ilmu. Integrasi Ilmu di UIN Syarif Hidayatullah dikembangkan oleh Prof. Azyumardi Azra. Beliau melanjutkan pemikiran Prof. Harun Nasution dan Prof. Nurkholis Majid. Model integrasi ilmu dikonsepsikan sebagai Reintegrasi Ilmu yakni cara pandang ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenis-jenis ilmu yang ada secara proporsional dengan tidak meninggalkan sifat kritis. UIN Syahid Jakarta menganut prinsip paradigma integrasi dialogis. Ada tiga level dalam pengembangan reintegrasi ilmu, yaitu level filosofis, ke level kurikulum dan level program akademik.

  

Hal yang menginisiasi pengembangan integrasi ilmu dalam corak pohon ilmu adalah Prof. Imam Suprayogo. Skema pohon ilmu tersebut tergambar dengan sebuah pohon dengan akarnya yang berisi ilmu ilmu alat (Pancasila, Bahasa Arab, Filsafat, Ilmu Alamiyah Dasar dan Ilmu Sosial dasar). Batangnya terdiri dari Alqur’an, Al Sunnah, Sirah Nabawiyah, Pemikiran Islam dan Tamaddun Islam. Daun dan rantingnya terdiri dari ilmu social, ilmu jiwa, ilmu budaya , Ilmu hukum, dan sebagainya. 

  

Prof. Amin Abdullah menggunakan istilah integrasi ilmu dengan konsep integrasi dan interkoneksi atau yang sering disebut sebagai jaring laba-laba. integrasi interkoneksi adalah paradigma integrasi yang dianut oleh UIN Yogyakarta di mana terdapat saling keterhubungan antara budaya teks (hadlarat al nash), budaya sains (hadlarat al ‘ilm) dan budaya filsafat (hadlarat al falsafah). Dalam praktik pengembangan kurikulum maka setiap mata kuliah dicari integrasi dan interkoneksinya. Misalnya Mata Kuliah Sastra lalu dicari konsep-konsep Islam tentang sastra. Dalam mata kuliah sastra Inggris, misalnya dicarikan narasi-narasi berbasis pada sejarah sastra Islam dan dikaitkan dengan program pembelajaran sastra inggris.

  

Berbeda dengan UIN Sunan Kalijaga, UIN Syarif Hidayatullah dan UIN Maliki Malang yang merumuskan integrasi ilmu di kala sudah berubah menjadi UIN, maka UIN Sunan Ampel menggagas integrasi ilmu di kala masih berupa IAIN Sunan Ampel. Integrasi ilmu madzhab UIN Sunan Ampel dirumuskan berbarengan dengan upaya untuk memperoleh loan IDB tahun 2010. pada saat mengajukan proposal loan ke IDB maka sudah dibayangkan bahwa IAIN Sunan Ampel akan berubah menjadi UIN Sunan Ampel. Pengembangan ilmu berbasis subyek kajian atau subject matter. Ilmu akan sulit berkembang. Bercorak monodisipliner.

  

Pengembangan berbasis pendekatan, yaitu: interdisipliner, cross-discipliner, transdisipliner dan multidisipliner. Interdisipliner atau antar disiplin atau antar bidang adalah integrasi ilmu di dalam satu bidang, misalnya antar ilmu di dalam ilmu agama, ilmu social, humaniora serta sains dan teknologi. Sosiologi politik, antropologi hukum, sosiologi komunikasi, sosiologi budaya. Pendekatan cross-discipliner atau lintas bidang atau lintas disiplin adalah integrasi antara dua bidang ilmu atau lebih, misalnya antara ilmu agama dan sosiologi, agama dan antropologi, agama dan ilmu komunikasi. Contoh lain antara ilmu sosiologi dengan filsafat, sosiologi dengan sejarah, antropologi dengan budaya, komunikasi dan filsafat. Contoh lain misalnya ekonomi dan matematika, ekonomi dan agama, ekonomi dan filsafat, Contoh lain ilmu hukum dengan filsafat, ilmu hukum dengan budaya, ilmu hukum dengan sejarah.


Baca Juga : Islam Wasathiyah dalam Pusaran Gerakan Radikal-Kiri Baru

  

Multidispliner adalah melakukan penelitian atau kajian dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu lain secara bersama-sama baik yang bercorak interdisipliner maupun cross-disipliner. Transdisipliner adalah pendekatan dalam kajian ilmiah dengan mengintegrasikan dua atau lebih cabang ilmu pengetahuan dalam  analisis secara terpadu, sehingga akan menghasilkan suatu cabang ilmu baru. Dalam pendekatan transdisipiliner, maka para penelitinya terdiri dari berbagai ahli dalam cabang ilmu dan bahkan bisa melibatkan para ekspert yang memiliki seperangkat pengetahuan sesuai dengan yang dikaji.

  

Masalah ekonomi didekati dengan berbagai pendekatan sosiologis, antropologis dan politik, dengan catatan masing-masing pendekatan akan digunakan secara sendiri-sendiri. Analisis antroplogis atas kemiskinan, analisis sosiologis atas kemiskinan dan analisis politik atas kemiskinan. Rumusan kesimpulan berbasis pada masing-masing ilmu sebagai pendekatannya. Masalah ekonomi didekati dengan berbagai pendekatan sosiologis, antropologis dan politik, dengan catatan semua pendekatan secara simultan digunakan secara Bersama-sama untuk menganalisis masalah ekonomi. Analisis sosiologis, antropologis dan politik disatukan di dalam kesimpulannya.

  

Ketiga, pengembangan kurikulum. Di dalam pengembangan integrasi ilmu, maka yang paling mendasar adalah rekonstruksi kurikulum. Yang harus dikembangkan adalah kurukulumnya. Hal ini disebabkan kurikulum merupakan jantung pengembangan ilmu. Di dalam pengembangan kurikulum, maka yang sangat mendasar adalah menetapkan visi dan misi PTKIN. Setiap PTKIN diharapkan memiliki ciri khas yang tertuang di dalam visi dan misinya. UINSI sebentar lagi akan menjadi pusat perhatian, sebab di sini nanti akan terdapat Ibu Kota Nusantara (IKN), sehingga akan menjadi pusat perhatian tidak hanya masyarakat Indonesia tetapi juga dunia internasional. 

  

Visi UINSI harus memenuhi tiga hal yaitu: apa keunggulannya atau distingsi dan ekselensinya, apa cakupan areanya seperti level Indonesia, Asia tenggara atau Asia, dan kapan keunggulan tersebut bisa dicapai. Atau memenuhi konsep SMART atau visi itu harus specific, measurable, Achievable, Relevant and Time Bond. Misalnya UINSI bisa membuat visi: “sebagai perguruan tinggi yang unggul dalam social engagement dalam integrasi keilmuan pada level Asia Tenggara Tahun 2035.”

  

Oleh karena itu, bangunan kurikulum tentu disesuaikan dengan visi ini baik pada level institusi, fakultas maupun program studi. Di tengah nuansa MBKM, maka yang diperlukan adalah bagaimana merumuskan kurikulum mana yang akan dijadikan sebagai Bentuk Kegiatan Perkuliahan (BKP) dan mana yang tidak dilakukan. Ada sebanyak 40 sks, yang harus dirumuskan dalam BKP dan itu disesuaikan dengan visi UINSI. 

  

Pemikiran tentang kurikulum berbasis integrasi ilmu tersebut sangat relevan dengan konsep MBKM dan BKP. Hal yang diperlukan adalah memetakan integrasi ilmunya, lalu dikoordinasikan dengan MBKM dan BKP sesuai dengan visi dan misi yang sudah disepakati. Dengan demikian, Warek I akan bekerja dengan timnya untuk memetakan kurikulum social engagement berbasis integrasi ilmu yang berpadu dengan MBKM dan BKP dalam level institusi, lalu Warek I pada masing-masing fakultas dengan timnya b akan merumuskan kurikulum pada level fakultas dan prodi. Semuanya harus relevan dengan rekonstruksi kurikulum  pada level institusi. 

  

Selain itu yang juga penting adalah memikirkan tentang Konvergensi Tri darma PT, yaitu: Pengajaran, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Ketiganya merupakan satu system yang saling terkait. Pengajaran menghasilkan riset dan hasil riset untuk pengabdian masyarakat. Ajar Teliti Abdi atau Teliti Abdi Ajar atau Abdi, Ajar Teliti. Sekarang sudah eranya untuk mengembangan program Pendidikan yang senafas dengan perkembangan pemikiran di dalam PTKIN.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.