(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Ajarkan Moderasi Agama Bagi Generasi Milenial

Opini

Nasib bangsa ini di masa depan sangat tergantung pada apa yang kita perbuat hari ini. Jika kita tidak meninggalkan beragama yang moderat, secara lebih khusus Islam wasathiyah, tentu akan beruntunglah bangsa Indonesia pada tahun Indonesia Emas. Tetapi jika yang kita wariskan adalah Islam konservatif, apalagi Islam yang radikal negatif, maka bisa dibayangkan Indonesia akan menjadi ladang pertarungan yang tak akan kunjung selesai. Dan jika ini yang terjadi maka bonus demografi yang seharusnya menjadi  momentum perdamaian, keteraturan sosial dan kebahagiaan, justru akan terjadi sebaliknya.

   

Pernyataan ini saya tekankan dalam acara temu Focus Group Discussion (FGD) pada Ditjen Bimas Islam Kemenag melalui Zoominar, yang diselenggarakan di Jakarta, 26 November 2020. Pernyataan ini terasa sangat penting di tengah gelegak pertarungan wacana keberagamaan yang terkait dengan pemahaman dan praksis beragama yang sekarang sedang marak baik di Jakarta, Aceh, Sulawesi Selatan dan wilayah lain di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa pertarungan melalui media sosial antara konservatisme melawan moderatisme itu, sebagaimana survey PPIM (2020) berada di tiga wilayah ini yang dominan. DKI Jakarta sudah dikuasai oleh kaum konservatisme melalui media sosial.  Dominasi  paham konservatisme di media soaial dengan prosentase konservatisme 67,2%, moderat 22,2%, liberal 6.1% dan islamis 4,5%.

  

Sesungguhnya, upaya untuk mengembangkan pemahaman, sikap dan perilaku beragama yang moderat sudah diupayakan dalam waktu yang relative lama, bahkan semenjak Menteri  Alamsyah Ratu Perwiranegara (1978-1983) mencetuskan gagasan tri kerukunan umat beragama.  Silih berganti upaya ini dilakukan oleh Kemenag, dan akhirnya dimantapkan sebagai program  kemenag pada enam tahun terakhir. Semua jajaran kemenag sampai di tingkat kantor kemenag kabupaten/kota diminta untuk membuat program moderasi beragama. Program ini dilakukan dalam empat tahun terakhir. Bahkan diperkuat dengan Perpres No. 18, tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, yang menjadikan Moderasi Beragama menjadi program utama Kemenag dan institusi lain yang terkait. 

  

Hanya sayangnya bahwa gerakan moderasi beragama tersebut masih berada di dalam konteks “halaqah”. Berada di dalam tulisan yang berupa konsep-konsep atau gagasan-gagasan atau tepatnya wacana. Workshop atau lainnya belum menyentuh terhadap upaya menciptakan agen moderasi beragama. Workshop masih berupa diskusi. Belum memetakan secara mendasar tentang apa tantangannya, apa hambatannya, apa situasi sosialnya, apa potensinya dan bagaimana implementasi gerakannya serta evaluasinya. Mestinya menjadi “harakah” untuk mengimbangi gerakan tetangga “sebelah”.

   

Untuk menghadapi perang media, maka Kemenag harus memperkuat tim cyber dengan konten Islam wasathiyah dengan mengunggah sebanyak-banyaknya tautan media sosial. Sebagaimana yang dilakukan oleh UIN Walisongo Semarang, yang mendapatkan penghargaan dunia melalui MURI, karena mengunggah lebih 5000 konten Islam wasathiyah melalui kanal Youtube. Menurut Prof. Imam Taufiq (Rektor UIN Walisongo Semarang) bahwa gerakan itu dilakukan oleh mahasiswa melalui tugas terstrukur. Banyak dosen yang mendukungnya dan jadilah vlog mahasiswa tersebut membanjiri kanal Youtube.

  

Jadi, film pendek, film kartun, vlog, blog, situs, dan lain-lain agar makin bervariasi. Jadikan kanal Youtube  sebagai media gerakan wasathiyah. Jadikan Twitter, Instagram, Whatsapp, Tik Tok, Facebook, dan lainnya sebagai media gerakan  moderasi beragama. Perkuat speed writing, infografis, meme, dan sebagainya dengan unggahan moderasi beragama. Bimas Islam harus mendukung dan mengembangkan gerakan ini secara totalitas melalui kerja sama dengan Ditjen Pendis melalui institusi Pendidikan (PTKI, Pesantren dan Madrasah) untuk bisa melakukan kerja bareng dalam menyebarkan konten Islam wasathiyah tersebut. Jika dalam bentuk buku, misalnya Islam wasathiyah for beginner, Islam wasathiyah for teenagers, buku cerita Islam itu mudah, Islam itu indah dan Islam wasathiyah for millennial. Termasuk Islam agama rahmat, Islam bukan agama kekerasan, Islam wasthiyah sebagai pedoman hidup, Islam wasathiyah untuk Indonesia lebih baik, Islam wasathiyah untuk bangsa, Islam wasathiyah untuk dunia, Islam wasathiyah untuk peradaban agung, dan juga cerita-cerita tentang Rasul aau Nabi, kepahlawan tokoh Islam dunia dan Indonesia yang menggerakkan beragama yang moderat.  

  

Yang kita amati di media social selama ini,  kaum wasathiyah hanya bertahan. Banyak unggahan di media sosial yang berisi posisi bertahan. Seharusnya yang mayoritas juga progresif. Jangan hanya yang minoritas yang progresif. Membuat konten yang menarik agar konten moderasi beragama disenangi oleh generasi milenial. Tuntutan sekarang adalah menghadapi realitas empiris, di mana kaum Islam wasathiyah “tertatih-tatih” menghadapi serangan bertubi-tubi dari gerakan konservatisme tersebut.

   

Sekarang ini dunia sedang bergolak karena semakin menguatnya konservatisme, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain. Dan salah satu di antara yang memicu adalah mudahnya akses jejaring melalui media sosial. Dengan tetap berada di kamar tidur, tetapi orang bisa mengakses unggahan-unggahan di berbagai media sosial. Jika orang-orang ini tidak dibekali dengan pemahaman yang kuat tentang pentingnya menjaga moderasi beragama, maka akan semakin banyak orang yang larut di dalam terpaan konservatisme bahkan radikalisme negatif.

  

Jika para generasi milenial yang sedang di dalam proses mencari identitas keberagamaannya lalu terperosok ke dalam jaringan beragama yang tidak relevan untuk keindonesaan dan kemoderenan, maka bisa dibayangkan bagaimana akibatnya bagi Indonesia ke depan. Oleh karena itu tugas generasi pewaris founding fathers sekarang sangatlah berat, sebab di tangan generasi  yang lahir di bawah 80-an atau generasi baby boomers dan generasi X seharusnya mewariskan pilar kebangsaan kepada generasi yang lahir tahun 80-an ke atas atau generasi Y dan Z atau generasi milenial.

  

Dengan demikian, harus dilakukan upaya untuk menjaga, membentengi dan mengarahkan agar generasi milenial tetap berada di dalam koridor tetap menjadi bagian dari masyarakat Islam Indonesia yang modern. Keislaman, Keindonesiaan dan Kemoderenan adalah visi sekarang untuk Indonesia yang lebih baik.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.