(Sumber : Republika Online )

Babak Baru Pilpres 2024: Berharap MK Putuskan yang Terbaik

Opini

Perhitungan suara hasil pilpres secara real atau real account sudah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 20 Maret 2024. Dan sebagaimana sudah diprediksi semula bahwa akhirnya yang memenangkan pilpres adalah pasangan Prabowo-Gibran dengan perolehan suara yang luar biasa. Sekali putaran. Ini merupakan sejarah baru dalam pilpres, sebab dalam beberapa peristiwa pilpres selalu dalam dua putaran. Perolehan suara Prabowo-Gibran 58,59%, Anis-Muhaimin 24,95%, dan Ganjar-Mahfud 16,47%.

  

Langsung melenggangkah paslon 02 ke tampuk pimpinan nasional. Nanti dulu, sebab masih ada kerikil sandungan, yaitu gugatan oleh pasangan yang kalah, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Anis-Imin atau paslon 01 dan Ganjar-Mahfud atau paslon 03. Hiruk pikuk pandangan mengenai pilpres 2024 memang luar biasa. Hal ini tentu terkait dengan semaraknya informasi melalui media social yang turut mengharu biru penyelenggaraan pilpres. 

  

Semenjak dirilis oleh berbagai lembaga survey, dan kesimpulannya bahwa Prabowo-Gibran menang dalam satu putaran, maka riuh rendah pemberitaan bahwa pilpres mengalami kecurangan.  Sudah  sangat mengedepan. Tentu saja yang menyuarakannya adalah yang merasa kalah di dalam kontestasi pilpres. Yaitu Tim Pemenangan Nasional (TPN) pasangan 01 dan 03 dan segenap pendukungnya.  

  

Sekarang sedang terjadi proses untuk memasuki babak baru, yaitu gugatan atas hasil pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang pertamanya akan digelar pada 27 Maret 2024. Gugatan ke MK tampaknya tidak merupakan suara Parpol, sebab ada yang pro-kontra. Hal yang paling menonjol adalah Partai Nasional Demokrat (Partai Nasdem) yang bahkan sudah menggelar karpet merah untuk kedatangan Prabowo di kantornya. Kehadiran Prabowo disambut oleh seluruh jajaran pimpinan teras dengan sambutan yang hangat. Surya Paloh bahkan menyatakan bahwa sudah saatnya bangsa Indonesia bekerja sama untuk Indonesia ke depan. 

  

Mereka yang masih agak ragu adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), tetapi bisa dipastikan bahwa PKB akan gabung dengan Prabowo. Semenjak semula memang diprediksi bahwa PKB “agak” setengah hati berada di dalam koalisi perubahan. Hanya karena Cak Imin dijadikan sebagai cawapres, maka hal itu dilakukan. Meskipun tidak lolos di dalam parlemen, karena perolehan suaranya hanya 3,37 persen, akan tetapi kecenderungan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk tetap berada di dalam barisan pemenang pilpres rasanya cukup besar. 

  

PPP memang terlalu dini berkoalisi dengan PDIP dan lain-lain. PPP  berkeyakinan tidak akan terdapat perubahan yang mendasar dalam peta koalisi pada  pilpres 2024. Rasanya, PPP merupakan partai “sejarah” yang akhirnya harus menelan kepahitan di pilpres 2024. Kiranya pemetaan koalisi yang tergesa-gesa menyebabkan hasil suara PPP tidak signifikan. PPP nyaris tidak memiliki pemilih loyal.  Berbeda dengan  PKS, PKB bahkan PAN.

  

Di masa lalu, PPP adalah parpol dengan konstituen solid, akan tetapi kehadiran partai-partai seperti PKB, PAN, PKS dan sebagainya yang “kurang lebih” berkonstituen Islam, akhirnya mereka lebih memilih kepada parpol yang dianggapnya relevan dengan pilihan politiknya. Orang NU meskipun tidak pasti tentu banyak yang memilih PKB, sehingga suaranya relative memadai 10 persen lebih. Orang Muhammadiyah rasanya juga memilih PAN, meskipun ada partai pecahan PAN, dan yang Islamis tentu memilih PKS. Orang-orang ini yang di masa lalu merupakan konstituen PPP.

  

Kemenangan Prabowo-Gibran memang sudah diprediksi sebelum real count diumumkan oleh KPU. Berdasarkan pilpres sebelumnya, hasil hitung cepat tidak meleset. Artinya, siapa yang menang di dalam hitung cepat juga menjadi pemenang dalam hitung riil KPU. Itulah sebabnya wacana untuk melakukan gugatan ke MK dan juga hak angket lalu merebak kuat. Tensi untuk hak angket memang pasang surut. Tentu disebabkan oleh sikap partai yang juga tidak jelas. Kini yang sedang menjadi tema viral di media social adalah gugatan di MK. 


Baca Juga : Riset Islamic Studies di Perguruan Tinggi Islam (Bagian Dua)

  

Ada tiga sikap terkait dengan gugatan ke MK, yaitu: 

  

Pertama,  kelompok yang meragukan kapasitas MK sebagai lembaga yang akan melakukan “pengadilan” atas gugatan paslon 01 dan 03. Keraguan tersebut tentu berdasar atas pengalaman MK dalam melakukan sidang untuk mengubah Undang-Undang Pemilu terkait dengan usia calon presiden dan wakil presiden. Mereka sungguh-sungguh meragukannya sebab di dalamnya masih ada mantan ketua MK, Anwar Usman yang memutuskan bahwa seseorang dapat menjadi calon presiden dan wakil presiden meskipun usianya belum 40 tahun asalkan sudah memiliki pengalaman sebagai pejabat public kepala daerah. Orang masih ingat bagaimana MK meloloskan uji materi UU Politik sehingga meloloskan Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo, yang usianya masih 36 tahun dan bisa lolos untuk menjadi cawapres. Mereka sudah pesimis bahwa MK akan mengabulkan tuntutan penggugat karena sudah disetting bahwa Prabowo-Gibran harus menang. Jadi gugatan itu tidak ada maknanya bagi perubahan hasil pilpres.

  

Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa MK adalah lembaga professional yang memiliki tugas pokok dan fungsi sesuai dengan Undang-Undang. Koridor untuk melaksanakan tugas adalah undang-undang dan orang yang menjadi majelis hakim di MK adalah para professional sehingga apapun yang dihasilkannya dipastikan akan menjadi ketetapan yang benar dan mengikat. Yang termasuk dalam kategori ini adalah orang yang berada di dalam prinsip bahwa siapa yang menang tentu harus menang. Berbasis pada pengalaman yang telah terjadi selama ini, Uji MK selalu dimenangkan oleh pemenangnya. Terlau besar resiko untuk mengalahkan yang menang. Tidak hanya biayanya yang mencapai sekurang-kurangnya Rp28,3 trilyun.  Tentu kelompok ini memastikan bahwa kemenangan Prabowo-Gibran sudah usai dan jika ada gugatan merupakan bumbu demokrasi yang harus dipatuhi pelaksanannya. 

  

Ketiga, kelompok netral yang menganggap bahwa kalah menang di dalam perhelatan politik merupakan realitas social politik. Jadi kalau ada yang menang begitulah adanya dan ada yang kalah begitulah adanya. Kelompok ini bukan apatis atas penyelenggaraan pilpres, sebab disadari bahwa kepemimpinan nasional akan menentukan terhadap masa depan Indonesia. Jadi siapa yang terpilih mestilah orang yang memiliki tanggungjawab untuk kehidupan masyarakat Indonesia ke depan. Kelompok ini tidak menyuarakan pro-kontra atas kemenangan dan kekalahan siapa, tetapi yang terpenting adalah berharap bahwa yang menang harus memiliki responsibiltas yang tinggi untuk Indonesia ke depan. Setiap perhelatan politik pastilah melibatkan strategi pemenangan, sehingga yang menang adalah yang strateginya paling hebat. Dan itulah yang didapatkan oleh Prabowo-Gibran. 

  

Yang jelas bahwa tanggal 20 Oktober 2024, presiden dan wakil presiden akan dilantik. Artinya bahwa negara tidak boleh terjadi kekosongan pemimpin negara, sehingga pilihan melakukan hak angket dan sebagainya akan membutuhkan waktu yang panjang dan rasanya tidak mungkin. Tinggal bagaimana MK akan memutuskan siapa yang menang dalam pilpres, sehingga tanggal pelantikan presiden akan terus berlangsung. 

  

Bagi kaum agamawan, maka yang terakhir bahwa untuk menduduki jabatan dalam level apapun tentu terkait dengan takdir. Di dalam Islam disebut sebagai takdir muallaq atau takdir yang dapat diusahakan pencapaiannya. Saya menyebutnya sebagai takdir negosiatif. Ibarat ruang kosong, maka siapa yang strateginya terbaik maka dialah yang menang untuk mengisi ruang kosong dimaksud.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.