(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Dampak PPKM Bagi Masyarakat Ekonomi Lemah

Opini

Suasana sosial, ekonomi dan politik akhir-akhir ini memang sedang mengalami problem. Meskipun tidak sangat mengkhawatirkan akan tetapi bisa juga memicu masalah yang lebih besar. Di dalam Bahasa Jawa, kericikan dadi gerojokan. Dari masalah yang kecil menjadi masalah yang besar. Oleh karena itu diperlukan berbagai penegasan tentang bagaimana seharusnya pemerintah bersama masyarakat tetap berada di dalam satu barisan untuk menjaga Indonesia di masa kini maupun di masa depan.

  

Di antara pemicu utamanya adalah adanya pandemi Covid-19 yang  memengaruhi banyak aspek kehidupan khususnya bidang ekonomi, sosial dan bahkan politik. Sebagaimana diketahui bahwa akibat Covid-19 terhadap ekonomi luar biasa. Pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia mengalami pertumbuhan minus. Indonesia, yang sebelum terjadinya wabah Covid-19 mengancangkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, terpaksa harus mengalami pisisi jungkir balik, sebab pertumbuhannya mengalami minus. Artinya bahwa nyaris tidak terdapat pertumbuhan ekonomi. 

  

Pada kuartal II sebenarnya mulai terjadi geliat pertumbuhan ekonomi seirama dengan membaiknya penanganan Covid-19. Tetapi dengan munculnya varian baru Covid-19 yaitu varian Delta yang berasal dari India, maka pertumbuhan ekonomi menjadi terpuruk kembali. Semakin tingginya penyebaran Covid-19 di Indonesia, khususnya di Jawa, maka memaksa pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan Pemberlakuan  Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berlaku khusus di Jawa dan Bali. Menurut Badan Pusat Statistik (2020) bahwa perekonomian Indonesia turun sebesar 2,07% pada tahun 2020. Di antara penyumbang terbesarnya adalah  usaha transportasi dengan 15.04%, ekspor sebesar 7,70% dan impor barang dan jasa sebesar 14,71%.

  

Di dalam menghadapi  lonjakan penularan Covid-19, maka ada beberapa sikap masyarakat Indonesia. Ada tiga penyikapan terkait dengan PPKM, yaitu: pertama, menerima PPKM sebagai keharusan di dalam menghadapi lonjakan penularan Covid-19. Kebijakan ini diambil untuk memutus penularan Covid-19 yang semakin mewabah. Kebanyakan yang menerima adalah masyarakat Indonesia yang well educated.  Kedua, menolak terhadap kebijakan PPKM. Kebanyakan mereka adalah kaum kelas menengah ke bawah. Bahkan ada di antara warga masyarakat ada yang melakukan unjuk rasa terkait dengan PPKM tersebut. Misalnya warga Madura  dan juga warga Pasuruan. Di antara yang mendasari tindakan ini adalah larangan-larangan untuk berusaha dalam berbagasi sektor kehidupan. Misalnya berdagang, membuka warung, kafe dan pasar-pasar tertentu. Ketiga, tidak menerima juga tidak menolak dengan status diam. Kebanyakan masyarakat sebenarnya berada di dalam konteks ini. Mereka adalah kelompok silent group yang tidak menolak dan juga tidak menerima namun tidak menyuarakan apa-apa. Kelompok seperti ini biasanya akan tetap melakukan tindakan-tindakan yang dianggapnya benar dan sesuai dengan kepentingannya. 

  

PPKM memang sangat memberatkan terhadap masyarakat  yang selama ini bertumpu pada usaha menengah ke bawah, misalnya di sector pedagang kaki lima, para pekerja harian, para pekerja yang harus pulang balik dari rumah ke tempat kerja dan lainnya. Melalui kebijakan PPKM, mereka harus menghentikan pekerjaannya, atau mengurangi porsi pekerjaannya atau  mengurangi waktu jam kerjanya dan melakukan perubahan usaha. Kebanyakan di antara para pengusaha tentu mengikuti regulasi sebagaimana yang dituntut oleh regulasi PPKM. 

  

Di antara yang melakukan penolakan  bisa dipicu oleh kenyataan sosial yang dirasakannya. Melalui PKKM,   mereka sangat kesulitan untuk mendapatkan akses ekonomi yang seharusnya didapatkannya. Padahal kebutuhan rumah tangga, terutama pemenuhan kebutuhan fisik harus terus berlangsung. Dapur harus tetap ngebul. Begitulah realitas  yang berkembang di masyarakat. Artinya, bahwa dalam keadaan apapun pemenuhan kebutuhan fisik, makan dan minum, harus tetap berlangsung. Jika hal ini tidak terpenuhi, maka pantas jika terjadi gejolak di sana-sini. Menurut  konsepsi Abraham Maslow bahwa kebutuhan fisik merupakan kebutuhan utama, karena menyangkut hidup dan mati. Jika kebutuhan primer ini tidak terpenuhi, maka pastilah akan terjadi masalah sosial. Memang yang paling merasakan penderitaan dalam aspek ekonomi adalah mereka yang tergolong kaum miskin, atau pekerja tidak tetap atau mereka yang berada di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data terakhir, bahwa jumlah yang disebut sebagai orang miskin pada Maret 2020 berjumlah 26,42 juta orang atau  meningkat 1,63 juta orang atau meningkat sebesar 9,78%. (Badan Pusat Statistik, 2020).  

  

PPKM memang dijalankan oleh pemerintah dengan sangat ketat. Artinya, untuk mensupport terhadap pelaksanaan PPKM, maka personil aparat keamaanan disiagakan secara memadai. Di Surabaya, misalnya dilakukan penutupan secara total akses ke kota dan juga keluar kota. Di berbagai daerah di Jawa Timur, juga dilakukan penyekatan. Di Mojokerto, Lamongan, Pasuruan, Bangkalan, Banyuwangi  dan daerah lainnya dilakukan hal yang sama. Terutama wilayah yang diidentifikasi sebagai wilayah dengan penyebaran Covid-19 yang sangat tinggi.  

  

Yang terjadi kemudian adalah ketidakpuasan masyarakat yang menggelinding semakin besar, baik yang terjadi dengan sendirinya atau yang didesain oleh kelompok tertentu. Jika memasuki ranah politik seperti ini, maka dipastikan justru akan terjadi suasana yang tidak kondusif bagi pemutusan mata rantai Covid-19. Jika mata rantai penihilan virus ini gagal, maka juga akan berimplikasi lebih luas, yaitu stagnansi pengembangan ekonomi. 

  

Jadi  PPKM memang   seperti buah simalakama. Artinya dilakukan membuat masyarakat menjerit karena pendapatannya semakin mengecil dan tidak dilakukan tentu juga akan berefek domino, sebab semakin meluasnya sebaran Covid-19 akan berdampak semakin sulit untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. 

  

Sebagai warga negara yang hidup di dalam regulasi di Indonesia, maka mengikuti kebijakan pemerintah tentu merupakan keharusan secara individual dan komunal. Melalui kepatuhan atas nama kepentingan masyarakat yang lebih luas, terutama pengembangan ekonomi, maka diharapkan akan terjadi dampak positif. Hanya saja memang perlu lebih manusiawi di dalam menerapkan kebijakan PPKM bagi rakyat.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.