(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Intoleransi dan Radikalisme di Era Indonesia Modern (Bagian Satu)

Opini

Selaku sesama penulis, tentu saya mengucapkan selamat kepada Cak  Islah Bahrawi yang membukukan pemikirannya dalam buku yang sangat baik berjudul: “Intoleransi dan Radikalisme: Kuda Troya Politik dan Agama” yang diterbitkan oleh Sang Khalifah (2021). Buku yang sangat komprehensif menjelaskan tentang Intoleransi dan radikalisme yang semakin “menguat” dalam gerakan yang terstruktur dan meluas. 

  

Selamat kepada “Sahabat Mahfud MD” wilayah Jawa Timur dan juga “Sahabat Mahfud MD di Seluruh Indonesia”, yang menjadi institusi yang terus berupaya  untuk mensosialisasikan kenyataan  bahwa intoleransi dan radikalisme itu ada di sekeliling kita. Bedah buku ini sangat penting di tengah Indonesia yang semakin religius, tetapi dengan semangat beragama yang lebih konservatif. Saya kira harus semakin banyak kalangan Islam wasathiyah untuk speak up di tengah gelegak media sosial yang semakin permissif dalam unggahannya di berbagai kanal media sosial.

  

Pernyataan ini saya sampaikan dalam Bedah Buku tulisan Islah Bahrawi yang disenggarakan oleh Sahabat Mahfud MD Korwil Jawa Timur dilaksanakan di Hotel Whindam, Surabaya, 24/10/2021. Acara ini dihadiri oleh Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, SH, SU” selaku Dewan Pembina “Sahabat Mahfud MD”. Acara ini diselenggarakan secara hybrid, yaitu luring untuk para pengurus daerah di Jawa Timur dan secara Daring oleh Sahabat Mahfud MD dari seluruh Indonesia. Acara ini juga dihadiri oleh H. Imam Marsudi, Kornas Sahabat Mahfud MD, dan juga AKBP Mayndra Adi Wardana dari Densus 88. Bedah buku ini menarik di tengah semakin kuatnya gerakan konservatif yang melanda Indonesia, dan khususnya para generasi muda. 

  

Melihat perkembangan akhir-akhir ini di media sosial, maka anak-anak muda harus melakukan speak up untuk menjelaskan tentang Islam Indonesia. Islam Nusantara Berkemajuan. Para generasi muda harus memiliki mindset “Keislaman, Keindonesiaan dan Kemoderenan”. Kawan-kawan Muda, PMII, Anshor, Banser, HMI, IMM, Fatayat, dan seluruh elemen Islam wasathiyah harus bergerak selangkah seayunan untuk terus mempertahankan dan mengembangkan Islam wasathiyah. Sahabat Mahfud MD juga harus menjadi garda depan untuk mempertahankan dan mengembangkan Islam wasathiyah. Jangan pernah bergeser sedikitpun  dua kaki kita untuk Islam yang moderat. Moderasi Beragama.  

  

Buku ini terdiri dari dua  bab: Bagian Pertama dan Bagian Kedua. Terdiri dari 296 halaman, plus kata pengantar dan biodata penulis. Kata Pengantar diberikan oleh Menag. Yaqut Cholil Qoumas, dan  testimoni Irjen. Pol. Martinus  Hukom, SIP. Islah Bahrawi penulis buku  adalah Orang Madura, lahir 21 April 1971. Seorang santri yang tuntas, dan juga menempuh pendidikan umum di daerahnya. Beliau datang dari keluarga NU khas Madura. Kuliah di Fakultas Sastra Universitas Nasional. Sambil kuliah beliau magang di beberapa media. Pada 1998, Beliau ke Amerika Serikat hingga tahun 1995. pernah bekerja sebagai pengantar koran,  bekerja paroh waktu sebagai pelayan restoran di San Fransisco, dan toko buku di Hayword serta  belajar dan diskusi lintas agama di Zaytuna Institute di  Berkely. Pulang tidak membawa uang tetapi membawa buku yang cukup mahal menebusnya karena kelebihan timbangan bagasi. 

  

Meskipun lama di Amerika Serikat, tetapi Cak Islah Bahrawi sama sekali tidak tertarik dengan ideologi-ideologi kebebasan yang berkembang di Amerika. Liberalisme yang menjadi isme penting di Amerika tidak membuatnya keblinger dan secara membabi buta mengikutinya. Rupanya pendidikan pesantren dan keluarganya memiliki pengaruh yang sangat kuat untuk tetap berada di dalam pemahaman  Islam wasathiyah. Tulisan-tulisan yang dirajut di dalam buku ini menggambarkan tentang pengembaraan intelektualnya yang tetap terfokus tentang Islam wasathiyah. Jika dibaca satu persatu tulisan ini, maka ada satu visi yang diembannya adalah bagaimana Indonesia negeri yang dicintainya itu tetap berada di dalam mempertahankan pilar konsensus kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan.

  

Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang terserak dengan berbagai tema yang disuguhkan. Bahasanya renyah dan enak dibaca. Sebagai sesama penulis saya sungguh mengapresiasi atas karya Cak Islah. Saya terkesan akan gaya penulisan, pilihan diksi dan ungkapan kebahasaan yang semi ilmiah populer. Rupanya ada darah mengalir di dalam tubuh Cak Islah untuk menulis dengan gayanya yang khas, mengayuh di antara karya novel dan artikel ilmiah populer. Tema-tema yang dipilihnya sangat variatif tetapi memiliki kesamaan visi untuk menggerakkan pemikiran, paham dan tindakan yang anti kekerasan, apapun bentuknya. Sesuai dengan judul buku ini, dan saya kira sungguh tepat “Intoleransi dan Radikalisme: Kuda Troya Politik dan Agama”. Saya sependapat bahwa dengan menuliskan ide atau gagasan, maka ide atau gagasan itu tidak hanya sekedar didengar orang, akan tetapi juga menjadi permanen. "Verba Volant Scripta Manen”.

  

Cak Islah merupakan generasi muda yang sadar betul bahwa Indonesia dengan Pancasila dan NKRI-nya harus terus dipertahankan. Dewasa ini ada sekelompok orang  yang ingin berbelok arah untuk tidak lagi menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Mereka menginginkan agar Indonesia sebagai negara agama. Padahal ketika agama dijadikan sebagai ideologi negara, maka dipastikan akan terjadi kekacauan sebab Indonesia itu sebuah negara yang plural dan multicultural. Di beberapa wilayah yang dominan bukan agama Islam, maka dipastikan akan menolak dengan sekuat tenaga. Oleh karena itu, kesadaran untuk tetap berada di dalam jalur Indonesia bukan negara agama dan bukan negara secular, tetapi negara yang berketuhanan Yang Maha Esa merupakan pilihan yang tepat bagi bangsa ini. 

  

Cak Islah melakukan speak up melalui media social, seperti  twitter, Instagram, WhatApp, dan sebagainya untuk menyuarakan  Islam wasathiyah yang memang relevan bagi bangsa ini. Tulisan terserak tersebut kemudian dibukukan dan menggambarkan bahwa ketika agama dijadikan sebagai kendaraan politik dan disebarkan dengan kekerasan, maka agama itu sendiri yang akan mati. Islam adalah agama rahmat, maka menyampaikannya juga harus dengan kerahmatan, tidak hanya bagi umat Islam  saja tetapi bagi seluruh alam.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.