(Sumber : CNBC Indonesia)

Israel Versus Palestina dan Iran: Hadirlah Negara-Negara Islam

Opini

Membaca tagline di televisi swasta Indonesia, rasanya menjadi kengerian khususnya terkait dengan perang antara Israel dan Palestina. Perang antara Israel dan Palestina menjadi melebar wilayah dan ideologinya di kala Iran juga terseret dalam arus peperangan yang terjadi di Timur Tengah ini. Iran merupakan negara Islam dengan ideologi yang sangat kuat dan memiliki otoritas dan mandate yang kuat untuk mengambil keputusan antara perang atau tidak. Dan sebagaimana yang kita baca di media social, bahwa Iran akan melawan dengan tujuan untuk melindungi negerinya sendiri.

  

Jika kita baca ayat-ayat di dalam Al-Qur’an, maka bangsa yang mengalami berbagai macam konflik adalah bangsa Israel. Jika dirunut secara sederhana, maka konflik itu sudah ada pada zaman Fir’aun menjadi raja di Mesir atau bahkan jauh sebelumnya. Pada waktu itu, bangsa Israel menjadi bangsa kelas dua di Mesir dan akhirnya terpaksa harus diusir dari wilayah Mesir. Tetapi mereka diselamatkan oleh Allah melalui perantaraan Nabi Musa AS. 

  

Mereka dapat kembali ke negerinya, akan tetapi di kala Nabi Musa wafat dan meninggalkan ajaran sebagaimana di dalam Taurat, maka lama kelamaan mereka kembali ke agama pagan yang menyembah berhala. Silih berganti datang Nabi untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Silih berganti mereka dikuasai oleh negara asing, misalnya Kerajaan Romawi dan Persia. Dan juga dijadikan sebagai bagian dari system pemerintahan Islam terutama pada Khalifah Umar dan seterusnya. 

  

Mereka kemudian benar-benar meninggalkan negerinya dan berada di berbagai negeri. Mereka menjadi kelompk diaspora di berbagai negeri. Di kala Nazi melakukan peperangan dengan berbagai negeri, maka yang termasuk diperangi adalah kaum Yahudi. Mereka dibunuh oleh tentara Nazi di mana saja. Peristiwa Holocaust atau pembunuhan jutaan orang Yahudi  merupakan bukti sejarah kekejaman Hitler atas bangsa Yahudi yang dinyatakan sebagai musuh negara. 

  

Di mana saja, orang Yahudi dibunuh. Terjadi genosida yang luar biasa. Inilah yang menghasilkan tekanan atas dunia internasional agar didirikan negara Yahudi yang merdeka di negeri asalnya. Palestina. Akhirnya mereka bisa keluar dari wilayah di Eropa dan kemudian menemukan tempat baru untuk memulai kehidupan, yaitu di Amerika Serikat. Negeri ini sangat welcome atas kehadiran kaum Yahudi dan kemudian beranak-pinak hingga sekarang. 

  

Dalam lintasan sejarah, maka kemudian kaum Yahudi bisa Kembali ke rumah asalnya di Yerusalem dan kemudian melalui perjanjian Balfour 1917 yang dirancang oleh Amerika Serikat dan Inggris, akhirnya Yahudi menjadi bangsa yang merdeka dan menetapkan wilayahnya di seputar Yerusalem atau wilayah Palestina.  Wilayah Palestina ini menjadi dua wilayah dari dua bangsa, yaitu bangsa Yahudi dan Bangsa Palestina. Dari sinilah mula pertama konflik antara Israel dan Palestina. Israel memproklamirkan kemerdekaannya, 14 Mei 1948. Mereka menerima usulan PBB bahwa Palestina dibagi menjadi dua, satu bagian wilayah Israel dan satu bagian wilayah Palestina dengan batasan yang tidak jelas. 

  

Sedikit demi sedikt mereka mengembangkan sayap wilayah dan negaranya dengan bantuan Inggris dan Amerika Serikat. Akhirnya posisinya sebagai negara menjadi semakin kuat melalui kebijakan Amerika Serikat yang disebut sebagai US Doublespeak atau US Double Standard. (Nur Syam, “US Doublespeak, Islam dan terorisme”, 2024), Yaitu kebijakan yang menganakemaskan Israel sebagai negara yang selalu dilindungi. Melalui kebijakan ini, maka semua yang dilakukan oleh Israel adalah kebenaran, sementara yang dilakukan oleh negara lain atas Israel adalah kejahatan. Tidak ada sama sekali claimed dari Amerika Serikat tentang Israel sebagai terorisme. Semua sebagai pembelaan diri. Begitulah kira-kira. 

  

Ingatan sejarah bangsa Israel adalah sebagaimana kejayaannya di zaman Nabi Sulaiman bin Dawud. Wilayah kerajaannya sampai di Afrika Utara, Sebagian Timur Tengah sampai di Arab Saudi dan juga negeri-negeri di Afrika Utara. Oleh karena itu, mereka beranggapan bahwa wilayah negara Israel harus sebagaimana luas negeri pada zaman Nabi Sulaiman tersebut. Itulah sebabnya, jika mereka merebut secara pelan-pelan atas wilayah Gaza tentu disebabkan oleh keinginannya agar sesuai dengan zaman Kerajaan Nabi Sulaiman.

  

Pertempuran di antara dua bangsa Israel dan Palestina terus berlangsung semenjak tahun 1948 hingga sekarang. Dan di dalam pertempuran akhir-akhir ini  bahkan juga melibatkan Iran yang semula itu tidak terlibat. Di dalam tagline bisa dibaca bagaimana Amerika Serikat mengintimidasi atas Iran agar jangan melakukan penyerangan terhafap Israel. Amerika sebagai dewa penolong Israel sudah melakukan tindakan untuk membelanya. Sementara itu Iran juga tidak kalah. Iran sebagai negara yang paling berani di Timur Tengah, tentu tidak tinggal diam. Iran akan melakukan perlawanan. Melawan Israel terkait dengan harga diri sebagai negara merdeka. Duta Besar Iran untuk Indonesia juga menyatakan bahwa melawan Israel adalah bagian dari mempertahankan negerinya dari serangan negara lain. 

  

Jika Iran benar-benar melakukan penyerangan secara massif terhadap Israel, dipastikan bahwa wilayah Timur Tengah akan menjadi merah membara. Peperangan tidak akan bisa dihentikan. Dibalik Iran juga ada Uni Soviet yang dipastikan akan terlibat di dalam perlombaan senjata dengan Amerika dan Inggris. Inilah yang sungguh dikhawatirkan bahwa akan terjadi peperangan frontal yang dimulai dari pertempuran di tanah Palestina.

  

Banyak orang yang berharap negara-negara Islam yang tergabung di dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dapat memainkan peranannya untuk mengatasi krisis di Timur Tengah. Arab Saudi, UEA, Mesir, Indonesia dan negara-negara anggota OKI diharapkan dapat memberikan jalan keluar, dengan melakukan negosiasi dengan negara-negara Barat yang menjadi pendukung Israel. Harga perdamaian jauh lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan harga peperangan.

  

Sebagai negara yang menganut prinsip menjaga perdamaian dunia, maka masyarakat Indonesia tentu berharap masih ada peluang untuk mengerem pertempuran di Timur Tengah. PBB selayaknya bisa menjadi juru damai dan bukan menjadi juru mudik. 

  

Wallahu a’lam bi al shawab.