(Sumber : Satu Harapan.com)

Jadikan Moderasi Beragama Sebagai Gerakan Populis

Opini

Semula Islam moderat adalah program Kementerian Agama (Kemenag) yang menjadi tema-tema dalam berbagai pertemuan internal pada tahun 2017-2018. Program moderasi beragama kemudian mengedepan terkait dengan dimasukkannya dalam RPJMN 2020. Program moderasi beragama kemudian dijadikan  sebagai program unggulan dengan melakukan sejumlah pelatihan, misalnya TOT untuk para pejabat di kalangan Kemenag, tahun 2020-2022.

  

Hanya saja program ini masih terkesan elitis, sebab belum menyentuh dimensi sosial kemasyarakatan yang lebih luas. Memang diperlukan waktu yang cukup panjang untuk menjadi  program masif bagi masyarakat luas untuk menuju budaya moderasi beragama. Untuk mengembangkan program moderasi beragama tentu diperlukan dukungan regulasi, kebijakan dan program yang tepat sasaran. Sesuai dengan kebijakan pemerintah, Moderasi Beragama telah menjadi program dalam RPJMN tahun 2020. 

  

Agar program ini bisa lebih massif,  diperlukan kesamaan visi dan misi dalam menggerakkan moderasi beragama. Dibandingkan dengan konsep lain, seperti anti radikalisme atau deradikalisasi, maka konsepsi Gerakan Moderasi Beragama (GMB)  itu lebih genuine keindonesiaan.  Gerakan deradikalisasi  terkesan sebagai proyek Barat di dunia. Bahkan program deradikalisasi juga ditujukan ke pesantren dan organisasi keagamaan lainnya. Program deradikalisasi ini banyak memperoleh kritikan baik dari kalangan umat Islam maupun umat beragama lain.

  

Area GMB  adalah  semua kementerian/lembaga pemerintah. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk  saling mendukung sehingga GMB akan lebih cepat dapat mencapai targetnya. Semua institusi pemerintah maupun nonpemerintah seperti  Institusi pendidikan, bimbingan masyarakat beragama, organisasi social, organisasi keagamaan, organisasi politik, dan  LSM harus bekerja bersama. Selain itu juga partisipasi masyarakat harus digerakkan. Secara realistis, bahwa diperlukan dukungan regulasi, kebijakan dan program yang tepat sasaran. Semua elemen pendukung GMB harus memiliki   kesamaan visi dan misi dalam menggerakkan moderasi beragama. 

  

GMB sungguh relevan dengan upaya menegakkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebinekaan. Indonesia merupakan negara yang unik, tidak mengikuti paham relasi agama yang bercorak sekular (terpisah) dan relasi agama yang bercorak integrated (menyatu). Indonesia merumuskan relasi agama dan negara dalam corak negara berdasar Ketuhanan yang Maha Esa. Negara yang menjadikan Ketuhanan yang Maha Esa sebagai fondasi dan substansi di dalam relasi agama, negara dan masyarakat.

  

Masyarakat Indonesia sungguh beruntung memiliki Pancasila sebagai common platform yang digunakan sebagai dasar negara. Dengan lima sila tersebut negara Indonesia didirikan, ditegakkan dan dikembangkan untuk mencapai kesejahteraan rakyat. Sesuai dengan konsep relasi agama dan negara yang Berketuhanan Yang Maha Esa, maka negara tidak mencampuri urusan internal agama, misalnya mengatur ajaran agama. Negara mengatur relasi antar umat beragama agar tercipta kerukunan, keharmonisan dan keselamatan dalam berbangsa dan bernegara. Yang mengatur urusan agama adalah para ulama/pemimpin agama. Merekalah yang bisa menafsirkan ajaran agama.

  

Para ulama dan pemimpin agama adalah orang yang memiliki otoritas untuk menjaga pemahaman agama agar tidak terjatuh ke dalam ekstrimitas tertentu. Di dalam menjalankan pemerintahan, maka diharuskan ada sinergi dan kerja sama antara pemerintah dan ulama. Sebagai konsekuensi public religion, pemerintah harus berada di ruang publik dalam mengatur relasi agama dan masyarakat, dan para ulama diperlukan untuk terlibat di dalamnya. Pemerintah harus mendengarkan suara para ulama atau pemimpin agama dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Para ulama dan pemimpin agama tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk menerapkan tafsir tunggal atas ajaran agama. Kesamaan visi dan misi pemerintah dan ulama dalam kehidupan sosial sangat menentukan atas ketercapaian program GMB.

  

Ada dua tahapan untuk menghadirkan GMB sebagai gerakan sosial. Yaitu sebagai gerakan elitis dan populis. Kaum elit merupakan sekelompok individu yang memiliki gagasan, ide dan pemikiran untuk melakukan perubahan. Kaum elit memiliki sejumlah otoritas untuk melakukan tindakan yang dipandang penting dalam upaya perubahan sosial yang direncanakan. Kaum elit memiliki modal sosial, politik, kekuasaan dan ekonomi. Melalui modalitas tersebut, kaum elit bisa melakukan akselerasi perubahan sosial untuk mencapai kerukukan, keharmonisan dan keselamatan.

  

Kaum elit bisa mengakumulasi modalitas dimaksud untuk mendengungkan moderasi beragama. GMB   akan berhasil jika kaum elit dan populis bisa saling berkolaborasi dan sinergi. GMB  tidak boleh berhenti pada kaum elit melalui upaya terstruktur dalam bentuk diskusi, seminar dan training. Mereka yang sudah ditraining atau memiliki sejumlah gagasan dan tindakan beragama yang moderat, maka diharuskan untuk mentransformasikannya kepada masyarakat. 

  

Sebaiknya jangan melakukan GMB  melalui koersi bahkan juga hegemoni. Yang perlu dilakukan adalah membangun kesadaran betapa pentingnya moderasi beragama bagi kelangsungan negeri ini. Rasanya, diperlukan upaya pembudayaan sehingga moderasi beragama bisa menjadi pattern for behavior bagi masyarakat Indonesia. 

  

Diperlukan upaya  kontinyu untuk menyebarkan informasi tentang moderasi beragama ke segenap lapisan masyarakat. Selain itu juga diperlukan upaya untuk menjelaskan kepada masyarakat tentang tantangan demi tantangan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama. Para elit harus memberikan  penjelasan akan terjadinya disharmoni bangsa jika kita mengabaikan kehidupan beragama yang moderat. Makanya, diperlukan sinergi dan kerja sama antara elit dan masyarakat melalui contoh atau model tindakan moderasi beragama yang relevan dengan kepentingan berbangsa, bernegara dan beragama.

  

Sinergi dan kerja sama tersebut menempatkan “kesejajaran” antara elit dan masyarakat. Para agen moderasi beragama dan masyarakat merupakan dua entitas yang sesungguhnya satu, yaitu satu bangsa, satu negara dan satu bahasa, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila. 

  

Wallahu a’lam bi al shawab.