Makna Rumpun Ilmu Bagi Kementerian Agama: UIN STS Jambi
OpiniSebagai akademisi tentu saya merasa sangat terhormat kala diundang oleh Prof. Dr. Risnita, MPd, Direktur Program Pascasarjana UIN Sultan Thaha Saifuddin (STS) Jambi dalam acara Studium General, Selasa 26/11/2024, yang diikuti oleh para guru besar, pimpinan UIN, Dekan, dan dosen serta mahasiswa program doktor dan magister. Acara dilakukan dengan offline dan online. Yang hadir pada acara ini adalah Prof. Risnita, Dr. Kemas Imron Rosyadi, Prof. Muntholib, Prof. Samsu, Prof. Kasful Anwar, Prof. Ahmad Syukri, Prof. Ahmad Syukri Saleh, para dosen dan mahasiswa Program Doctor serta Magister UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
Sebagai insan akademis, maka kehadiran rumpun ilmu sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi tentu sangat berarti atau sangat bermakna. Di antara makna tersebut adalah adanya rekognisi terhadap ilmu agama yang memiliki otonomi untuk berkembang sesuai dengan subyek kajian atau integrasi dengan ilmu lainnya. Adanya pengakuan akan keahlian di dalam ilmu agama. Para doktor dan profesor dalam rumpun ilmu agama diakui oleh negara. Adanya kesamaan status di dalam rumpun ilmu. Ilmu agama bukan sebagai part of rumpun ilmu lain. Pengakuan akan eksistensi program studi ilmu agama dan keagamaan yang perizinan dan pengembangannya di bawah Kemenag. Menteri Agama bisa menetapkan professor di dalam cabang ilmu agama.
Berpuluh-puluh tahun rumpun ilmu selalu di dalam bayang-bayang UNESCO, yang menyatakan bahwa rumpun ilmu itu hanya tiga saja, yaitu: ilmu alam, ilmu social dan humaniora. Tetapi berkat lahirnya UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, maka rumusan UNESCO itu didekonstruksi oleh Pemerintah Indonesia. dengan ditandatanganiya Undang-Undang ini oleh Presiden SBY, tanggal 18/10/2014, maka perubahan besar itu terjadi. Hal tersebut menjadi salah satu warisan Presiden SBY terhadap dunia Pendidikan Tinggi Keagamaan di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Undang-undang ini memberikan kepastian tentang rumpun agama sebagai rumpun ilmu dan bukan berada di bawah rumpun humaniora. Dan yang pasti bahwa Kemenag memiliki dasar untuk mengelola universitas yang sebelumnya hanya berdasar SK Presiden, dimulai Presiden Megawati, Presiden SBY sampai Presiden Jokowi. Jadi, secara legal formal, maka penyelenggaraan PTKN dalam bentuk universitas sudah sah di hadapan regulasi sebagai legal standingnya.
Norma di dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi yang terkait dengan Perumpunan ilmu itu sangat luar biasa. Dengan rumpun ini memberikan justifikasi yang sangat tinggi tentang keberadaan ilmu agama. Rumpun ilmu tersebut adalah rumpun Ilmu Agama: Ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu Alqur’an, Ilmu fiqih, ilmu tasawuf dan sebagainya. Rumpun ilmu sosial, meliputi: sosiologi, antropologi, psikhologi, ilmu pendidikan, ilmu hukum, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya. Rumpun Ilmu humaniora: sejarah, filsafat, Ilmu sastra, ilmu bahasa, dan sebagainya. Rumpun ilmu sains dan teknologi: ilmu kesehatan, ilmu kedokteran, ilmu kelautan, teknologi lingkungan, geometri, dan sebagainya. Rumpun ilmu terapan yaitu Ilmu yang mengkaji penerapan pengetahuan, Misalnya pendidikan matematika, pendidikan fisika, pendidikan biologi, pendidikan geografi dan sebagainya. Rumpun ilmu formal yaitu Ilmu yang mengkaji sistem formal teoretis, misalnya komputer, matematika, statistika dan logika, artificial intelligent dan sebagainya.
Sebagai konsekuensi atas pendirian universitas di dalam kewenangan Kemenag, maka yang diperlukan adalah untuk memperkuat dan mengembangkan ilmu keislaman berbasis program integrasi ilmu. Bagi saya, ada empat model integrasi ilmu, yaitu:
1) Pendekatan interdisipliner merupakan suatu pendekatan untuk menggabungkan dua cabang ilmu dalam satu bidang atau disiplin atau rumpun. Di antara contohnya adalah Tafsir Tarbawi, Hadits Tarbawi, Fiqih Tarbawi, Tasawuf Tarbawi, Akhlaq Tarbawi, Sosiologi pendidikan, Antropologi pendidikan, Komunikasi pendidikan dan Manajemen pendidikan.
2) Pendekatan cross-discipliner atau lintas bidang atau lintas disiplin adalah integrasi antara dua cabang ilmu dalam rumpun yang berbeda. Contohnya adalah Sosiologi Pendidikan Islam, Antropologi Pendidikan Islam, Politik Pendidikan Islam, Archeologi Pendidikan Islam, Sejarah Pendidikan Islam, Filsafat Pendidikan Islam, Teknologi Pendidikan Islam, Sistem informasi pendidikan Islam.
Baca Juga : PTKI Dalam Upaya Jaminan Produk Halal
3) Pendekatan Multidisipliner adalah menggabungkan tiga atau lebih cabang ilmu dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu lain secara bersama-sama sebagai pendekatan. Misalnya: Sosio antropologi hukum Islam. Hukum Islam yang dikaji dengan dua perspektif Sosiologi dan antropologi, Psikho antropologi Hukum Islam. Hukum Islam yang dikaji dengan dua pendekatan psikhologi dan antropologi, Sosio antropologi hukum keluarga Islam. Hukum keluarga Islam dan didekati dengan sosiologi dan antropologi, Sosio antropologi pendidikan Islam, Psikho antropologi pendidikan Islam. Sebagai catatan penting bahwa di dalam studi multidispliner tidak diperlukan untuk menyatukan kesimpulan. Masing-masing pendekatan disimpulkan sesuai dengan perspektifnya.
4) Pendekatan Transdisipliner adalah cara pandang atau pendekatan holistik untuk menyelesaikan masalah kompleks yang dapat menghasilkan suatu disiplin/ilmu baru dengan mengintegrasikan tiga atau lebih pendekatan pada suatu subyek dan menganalisisnya secara sistemik. Upaya untuk menggabungkan tiga cabang ilmu atau lebih dalam berbagai pendekatan untuk menghasilkan ilmu baru. Contohnya adalah Sosio antropologi hukum Islam. Hukum Islam yang dikaji dengan dua perspektif Sosiologi dan antropologi, Psikho antropologi Hukum Islam. Hukum Islam yang dikaji dengan dua pendekatan psikhologi dan antropologi, Sosio antropologi hukum keluarga Islam. Hukum keluarga Islam dan didekati dengan sosiologi dan antropologi, Sosio antropologi pendidikan Islam, Psikho antropologi pendidikan Islam. Sebagai catatan penting di dalam studi transdisipliner melibatkan para pakar sesuai dengan keahliannya. Di dalam studi transdisipliner diperlukan untuk membuat kesimpulan holistik atau satu kesatuan kesimpulan dari berbagai pendekatan yang digunakannya.
Sebagai contoh studi tentang integrasi dalam corak cross disipliner: “Dinamika Sosioreligius Pada Penerapan Moderasi Beragama di Pasuruan Jawa Timur”. Ada dua teori yang digunakan yaitu Johan V. Galtung tentang teori Konflik dan Perdamaian, kemudian teori Rainer Frost tentang teori Toleransi. Moderasi beragama sebagai bagian subyek kajian Islamic Studies dan teori-teori di dalam sosiologi sebagai pendekatan. (nursyamcentre.com 27/03/24).
Masih di dalam contoh crossdisipliner: “Pendidikan Agama Islam Multikultural Guna Mewujudkan Harmoni Sosial di Sekolah Menengah Negeri I Tuban”. Pendidikan Islam multi kultural merupakan bagian dari subyek kajian Islamic Studies yang menggunakan pendekatan teori James Linch tentang Pendidikan Multikultural berbasis Reward dan Tholhah Hasan tentang Nilai Pendidikan Islam multikukultural. (nursyamcentre.com 13/09/2024).
Lalu juga kajian yang dapat dikategorikan sebagai kajian Crossdisipliner adalah “Ecosufisme Dalam Perspektif Seyyed Hossein Nasr”. Studi ini dapat digolongkan dalam crossdisipliner sebab ada dua cabang atau ranting ilmu, yaitu ecosufisme sebagai bagian dari Islamic Studies dan didekati dengan perspektif Antroposentrisme. (nursyamcentre.com 14/01/24).
Hal yang juga termasuk dalam kajian interdisipliner adalah kajian tentang “Efektivitas Kinerja Pengawas Madrasah Tsanawiyah dalam Pelaksanaan Tugas Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) di Provinsi Jambi”. Kinerja Pengawas madrasah adalah bagian dari Manajemen Pendidikan Islam yang termasuk rumpun ilmu agama dan didekati dengan teori Gibson dalam cabang ilmu managemen. Kajian lainnya adalah “Total Quality Management (TQM) dalam Pembentukan Akhlak Siswa Madrasah Aliyah (MAN) Insan Cendekia Jambi”. Kajian ini menjadikan Akhlak siswa sebagai subyek kajian yang merupakan bagian dari Ilmu agama dan didekati dengan teori Total Quality Management sebagaimana dikembangkan oleh Deming. (nursyamcentre.com 29/09/2024).
Kajian yang termasuk crossdisipliner adalah disertasi dengan judul “Tafsir Ayat Rahmatan Lil Alamin dalam Alqur’an: Studi tentang makna dan implementasinya dalam dakwah oleh Para Kyai Jawa Timur”. Kajian tafsir Alqur’an adalah bagian dari rumpun ilmu agama kemudian didekati dengan analisis wacana Gadamer sebagai bagian dari rumpun ilmu Sosial.
Kajian di dalam disertasi kebanyakan berada di dalam pendekatan crossdisipliner, dan jarang yang menggunakan pendekatan multidisipliner. Jika pendekatan ini, maka harus menggunakan sekurang-kurangnya dua pendekatan teoretik dari dua cabang ilmu yang berbeda, baik dalam coraknya yang crossdisipliner maupun interdisipliner. Demikian pula pendekatan interdisipliner mestinya juga ada hanya saja di dalam tulisan ini belum terkover secara optimal.
Wallahu a’lam bi al shawab.