(Sumber : uinsa )

Menjaga Marwah Kemenag: HAB Ke 76 (Bagian Dua)

Opini

Sebagai orang yang dibesarkan oleh Kementerian Agama (Kemenag), maka tentunya memiliki harapan yang sangat tinggi bahwa Kemenag merupakan institusi yang memiliki kewibawaan yang hebat.   Kementerian  ini tidak hanya mengurusi  persoalan kehidupan manusia dan masyarakat di dunia ini, tetapi juga mengemban tugas agar orang berperilaku baik sebagai bekal baginya untuk kehidupan sesudah kematian (the day after). 

  

Jika kementerian lain lebih  banyak mengurus persoalan duniawi, baik yang menyangkut administrasi maupun programnya, maka Kemenag mengurus administrasi yang bersifat sacral sebab administrasi tersebut bermuatan kebaikan dan keabsahan manusia atau masyarakat dalam relasinya dengan sesama manusia dan juga dengan Tuhan yang Maha Esa. Administrasi kependudukan, misalnya adalah untuk memenuhi kebutuhan administrasi sebagai warga negara, akan tetapi administrasi perkawinan adalah untuk menghalalkan relasi antar jenis yang semula haram atau dilarang. Jadi administrasi perkawinan menjadi instrument di dalam kehidupan duniawi dan sekaligus urusan ukhrawi. 

  

Kalau dicermati, maka seluruh misi Kemenang, hakitatnya adalah hal-hal yang terkait dengan relasi antar manusia dan relasi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Misalnya, misi meningkatkan pemahaman dan pengamalan beragama, maka dipastikan bahwa program Kemenag tentu terkait agar terjadi peningkatan kualitas keberagamaan masyarakat dan hal ini terkait dengan kehidupan selanjutnya. Misi meningkatkan kerukunan umat beragama, juga ada kaitannya dengan bagaimana umat beragama mengembangkan kehidupannya, yang tidak semata-mata urusan duniawi tetapi juga ukhrawi. Jika masyarakat Indonesia tidak mengamalkan kerukunan beragama, maka dipastikan negeri ini akan hancur tercabik-cabik karena penafsiran atas agama yang saling mengklaim kebenaran tanpa menyisakan ruang untuk berdialog dan bertoleransi. Menjalankan kerukunan merupakan manifestasi dari agama yang memberi rahmat kepada seluruh umat manusia, rahmatan lil ‘alamin. Semua program Kemenag tentu dikaitkan dengan bagaimana agama sebagai pedoman bagi kehidupan manusia dapat diterapkan secara baik dan benar sesuai dengan Islam yang ramah. Peningkatan layanan pendidikan, layanan penyelenggaran haji, layanan jaminan produk halal dan lainnya merupakan program yang berkaitan secara tidak langsung dengan Tuhan yang Maha Kuasa.  Oleh karena itu pantas jika ada yang menyatakan bahwa kehadiran Kemenag adalah hadiah bagi umat beragama di Indonesia. Kemenag tidak mengurus ajaran agama tetapi mengurus relasi antar umat beragama dan relasi umat beragama dengan pemerintah. Yang terkait ajaran tentu menjadi kewilayahan majelis-majelis agama.

  

Sesuai dengan nomenklatur kementerian, maka kementerian ini disebut sebagai Kementerian Agama dan sebelumnya pada waktu Orde Baru disebut Departemen Agama. Artinya bahwa kementerian ini menjadi penjaga gawang kehidupan masyarakat berbasis ajaran agama. Oleh karena itu kementerian ini sungguh sangat berbeda karena kata agama tersebut. Sebagai kementerian yang berbasis keagamaan untuk penyelenggaraan kehidupan beragama, maka yang menjadi pertaruhan adalah apakah para apparatus negara yang menggawangi Kemenag sudah menggambarkan dengan labelling tersebut. 

  

Tantangan terbesar bagi apparatus Kemenag adalah bagaimana para aparat dapat menjaga perilakunya berdasar atas ajaran agama. Maka seharusnya di Kemenag tidak dijumpai perilaku menyimpang, baik yang terkait dengan tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Aparat Kemenag seharusnya menjadi contoh dalam melakukan kejujuran, keamanahan, keterbukaan dan kecerdasan. Prinsip sebagaimana yang sering diungkapkan tentang siddiq, amanah, tabligh dan fathanah tentu harus menjadi pegangan di dalam melakukan tindakan birokratis. Jika aparat Kemenag melakukan satu kesalahan bisa dinilai sama halnya dengan aparat lain pada kementerian lain dengan 10 kesalahan. Makanya, jika ada kesalahan tindakan birokratis di Kemenag maka akan memancing respon yang sangat variative dan mendalam. Jika ada tindakan kolusi, nepotisme atau korupsi di Kemenag, maka dipastikan bahwa orang akan mencibir habis-habisan bahkan ada di antaranya yang juga menyuarakan pembubaran Kemenag. 

  

Inilah konsekuensi dari kementerian yang berlabel agama. Semua mata mencermati, semua mata memelototi dan semua mata memperhatikan tentang apa yang dilakukan oleh aparat Kemenag. Bahkan ketika Kemenag mencapai pelayanan public yang baik pun orang masih menyatakan apa benar seperti itu. Artinya, orang sudah apriori atas kinerja Kemenag dalam mengurus birokrasi berbasis agama. Tentu saja hal ini bisa menjadi medium mawas diri bahwa dengan semakin banyak orang yang memerhatikan atas kinerja kemenag, maka sesungguhnya semua aparat kemenag harus berhati-hati. Jangan sampai ada kesalahan yang fatal atas perilaku aparat Kemenag di dalam menjalankan roda birokrasi.

  

Sesungguhnya masyarakat berharap bahwa Kemenag adalah lembaga birokrasi yang menjadi teladan di dalam menjalankan roda birokrasi. Apalagi Kemenag sudah memiliki lima nilai budaya kerja yang tentu sangat baik untuk diamalkan. Lima nilai budaya kerja tersebut adalah integritas, profesionalitas, inovasi, tanggung jawab dan keteladanan. Nilai budaya kerja ini bukan sekedar pajangan, akan tetapi harus menjadi perilaku yang mengejawantah di dalam kehidupan manusia penyelenggara birokrasi pada Kemenag. 

  

Jika nilai budaya kerja ini tidak dimplementasikan di dalam menata dan melaksanakan birokrasi, maka janganlah kita menyalahkan orang yang melakukan kritik atas kinerja Kemenag. Janganlah kita merasa tersinggung jika ada yang menyatakan: “di Kementerian Agama itu semua ada, yang tidak ada adalah agamanya sendiri.\" Ungkapan ini seharusnya bisa menjadi  pemicu bagi  semua Aparat Sipil Negara (ASN) dan semua jajaran aparatur di dalamnya untuk terus berbenah diri menjadi kementerian yang mengemban keteladanan, bertanggung jawab, berprofesionalitas, berinovasi dan berintegritas. 

  

Pada Hari Amal Bhakti (HAB)  Kemenag yang ke 76 ini, adalah sarana untuk introspeksi bagi semua aparatusnya untuk bisa mewujudkan kewibawaan kementerian dengan marwah atau harga diri yang unggul dan kinerja yang juga ekselen. Semua  yakin hal ini akan bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya dengan semangat ikhlas bekerja.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.