Menjaga Marwah PMII di Tengah Tekanan Zaman
OpiniSayangnya saya tidak bisa hadir dalam acara yang diselenggarakan oleh sahabat-sahabat PMII dalam kerangka Seminar Nasional dengan tema: “Ketahanan Warga PMII Di Masa Pandemi”. Sebagai bakti kepada PMII, maka saya tuliskan essai tentang “Bagaimana Warga PMII
Pada hari Rabu, 28/07/2021, pada pukul 19.30 WIB saya diminta oleh sahabat-sahabat PMII Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel untuk menjadi salah satu nara sumber dalam acara Seminar Nasional melalui Zoom. Bersama saya, Kapolda Jawa Tengah, Irjen Ahmad Luthfi, alumni Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, dan ketepatan saya yang membimbing skripsinya pada tahun 1990-an. Saya tidak ingat tahun persisnya. Selain Pak Luthfi juga Cak Ngainun Hadi, juga alumni Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, tahun 1990-an dan juga saya yang membimbing skripsinya. Lalu juga Cak Kholiq Baya, aktivis pers, yang juga alumni Fakultas Dakwah tahun 1990-an, yang kalau tidak salah memang skripsinya terkait dengan content analysis.
Sebagai dosen yang mengajar, mendidik dan membimbing mereka semua ini tentu ada perasaan bangga dan bahagia bahwa mereka sudah menjadi “orang” dalam kapasitas yang mereka miliki. Cak Ngainun Hadi, alumni Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel menjadi pengusaha yang bergerak di sector impor alat-alat berat dari Korea Selatan, Cak Choliq menjadi wartawan yang sukses, dan Pak Luthfi bahkan menjadi Kapolda, suatu jabatan yang hanya bisa diraih orang-orang hebat. Semoga keberhasilan ini tidak menjadikan mereka “jumawa” akan tetapi justru menjadi “merendah”, sebab apapun yang kita raih di dunia ini semata-mata karena kepercayaan Allah SWT kepada kita semua.
Saya ingin flash back tentang masa lalu. Suatu kebanggaan bahwa saya pernah menjadi aktivis PMII pada tahun 1980-an. Meskipun saya hanya sampai pada jabatan Ketua Rayon PMII Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel dan lanjut menjadi pengurus Kombes PMII IAIN Sunan Ampel dan Jabatan pada PMII Cabang Surabaya dan Korcab Jawa Timur, sebab saya lebih banyak beraktivitas di dalam organisasi intra kampus, yaitu menjadi Sekretaris Senat Mahasiswa (SEMA) Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel dan lanjut menjadi Sekretaris Umum Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa (BPKM). BPKM ini merupakan pengganti Dewan Mahasiswa (DEMA) yang dibekukan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Daoed Yusoef, pasca gerakan demonstrasi yang dilakukan untuk melawan pemerintah.
PMII merupakan organisasi kader, yang tujuannya adalah mencetak para kader muda untuk berperan serta di dalam kehidupan yang lebih luas, dan di masa depan akan dapat menjadi agen perubahan sosial yang diharapkan bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama. Setiap generasi tentu memiliki tantangannya sendiri. Zaman saya tentu berbeda dengan zaman sekarang. Di masa lalu, tantangan teknologi informasi belum seperti sekarang, apalagi cyber war dengan segala anak cucunya. Tetapi sekarang tantangan cyber war itu mendengung luar biasa dan secara sengaja memang diciptakan untuk membuat keributan. Apalagi, cyber war dengan hoaksnya sudah menjadi perusahaan yang menghasilkan pundi-pundi uang.
Cyber war juga bertali temali dengan semakin merebaknya tantangan ideologi yang luar biasa. Tantangan Ideologi trans-nasional, idologi liberal dan ideologi new communist yang terus menggasak kehidupan kita dewasa ini. Ideologi ini sudah masuk dalam ranah kehidupan birokrasi, parlemen, dunia usaha dan militer. Saya memang tidak memiliki data tentang berapa banyak di militer dan parlemen. Tetapi di dunia birokrasi, maka angka 22% yang terpapar radikalisme tentu angka yang besar. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Alvara Research Center (2019), bahwa terdapat potensi ASN tertarik dengan radikalisme.
Gerakan radikalisme yang telah memasuki kawasan Indonesia tentu menjadi perhatian sendiri. Apalagi di dalam banyak hal, yang menjadi sasarannya adalah generasi muda. Tentu masih ingat deklarasi khilafah di IPB tahun 2017 yang lalu dan diikuti oleh para aktivis mahasiswa. Mereka tertarik dengan ideologi kaum Islamis yang menyuarakan khilafah sebagai solusi atas problem bangsa. Dengan khilafah maka simsalabim semua masalah bangsa akan selesai. Kira-kira semudah membalik tangan. Inilah pemikiran yang utopis. Sebuah otopia. Belum ada secara empirik semua masalah kenegaraan dan kebangsaan diselesaikan dengan satu rumus: khilafah. Harus dipahami bahwa khilafah itu urusan politik, maka yang berlaku juga hukum politik, hukum kekuasaan dan penguasaan. Apakah menggunakan konsepsi Islam, high politics atau low politics, maka politik merupakan artikulasi kepentingan untuk meraih kekuasaan. Jadi pokok persoalannya adalah bagaimana meraih kekuasaan. Dan sejarah Islam juga menggambarkan bagaimana meraih kekuasaan. Bahkan di era Khulafaur Rasyidin yang sangat dekat dengan zaman Nabi Muhammad SAW, juga terjadi perebutan kekuasaan. Para khalifah yang ikhlaspun wafat terbunuh.
Indonesia sudah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara, NKRI sebagai bentuk negara, UUD 1945 sebagai dasar yuridis, dan kebinekaan sebagai basis relasi sosial, budaya dan kehidupan bermasyarakat. Para founding fathers sudah menetapkan empat pilar konsensus kebangsaan sebagai basis di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak ada perkecualian. Selama mengaku sebagai warga negara Republik Indonesia, maka harus menjadikan empat pilar konsensus kebangsaan tersebut sebagai basis relasi di dalam kehidupannya.
Tantangan yang tidak kalah penting di era Covid-19 adalah tantangan pembelajaran berbasis IT atau system daring. Hal ini tidak bisa dihindari, sebab di era sekarang tidak memungkinkan untuk melakukan pembelajaran luring. Artinya, bahwa kader-kader PMII harus mengikuti perkembangan zaman ini. Tidak ada pilihan lain. Siapkan mental untuk melakukan perubahan, jika tidak melakukannya maka pasti akan tergilas zaman. Sebagai kader, sahabat-sahabat PMII harus pintar, cerdas dan berkarakter. Tiga pilar generasi masa depan ini harus diraih. Ke depan yang akan eksis adalah generasi yang memiliki empat talenta, yaitu competency, capacity, communication and collaboration. Para kader PMII harus memiliki kompetensi yang diunggulkan, harus memiliki kapasitas yaitu kemampuan yang menjadi ciri pembeda dengan lainnya, harus memiliki kemampuan komunikasi, tidak hanya bahasa tetapi juga kemampuan untuk membangun relasi, dan harus berkemampuan kolaborasi yaitu bekerja sama dengan yang lain yang memiliki visi masa depan.
Oleh karena itu, untuk menjaga marwah PMII bagi para kader PMII harus berpandangan, bersikap dan bertindak sebagai berikut: pertama, harus menjaga komitmen untuk tetap menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis pada empat konsensus kebangsaan. Pertahankan Pancasila sampai kapanpun, jadikan NKRI sebagai bentuk final negeri ini dan jaga kebinekaan kita. Kedua, harus berkomitmen untuk menjaga kerukunan umat beragama. Kerukunan umat beragama merupakan kunci bagi kerukunan bangsa. Agama sebagai pedoman di dalam kehidupan menjadi kunci penting bagi masyarakat Indonesia untuk terus menjadi bangsa yang memiliki potensi berkembang menuju kepada kebaikan dan kesejahteraan. Ketiga, kata kunci untuk menjaga kerukunan bangsa adalah adanya toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Jika antar umat beragama mampu menjaga ketiganya, maka dipastikan bahwa kerukunan antar umat beragama akan bisa terjaga dengan baik. Keempat, menjaga moderasi beragama dengan baik. Ciri khas moderasi beragama adalah kemauan untuk setia dan komitmen kepada negara bangsa, komitmen untuk membangun toleransi, komitmen untuk membangun anti kekerasan dan juga tetap menghargai budaya bangsa sebagai kekayaan nasional. Kelima, menghargai relasi antara agama dan negara dalam coraknya saling memberi dan menerima. Agama diperlukan oleh bangsa dan warga negara untuk menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupan, dan negara diperlukan untuk mengatur relasi umat beragama. Antara agama dan negara bukan berada dalam nuansa saling menihilkan dan menyalahkan, sebab keduanya seperti koin mata uang, satu sisi ada agama dan satu sisi ada negara. Antara agama dan negara saling bertemu dalam kehidupan umat manusia Indonesia. Keenam, kader PMII harus bisa bersahabat dengan perubahan zaman terutama di era pembelajaran berbasis IT atau daring. Ke depan harus memiliki kemampuan yang akan mengantarkannya untuk menjadi manusia unggul dengan beriman, bertaqwa dan berkarakter sesuai dengan ajaran Islam yang agung.
Jika PMII sebagai organisasi kader ingin eksis di tengah gelombang kehidupan dan peradaban yang terus berubah ini, maka bagi saya yang penting adalah berpeganglah pada pengamalan agama yang wasathiyah, yaitu agama sebagaimana diajarkan oleh ulama masa lalu yang memiliki rujukan dengan teks-teks al-Qur'an, hadis Nabi atau qaul ulama yang dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.