Omicron: Tantangan Pendidikan di Indonesia
OpiniBeberapa saat yang lalu, institusi pendidikan sudah melakukan Pertemuan Tatap Muka (PTM), mulai dari Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal sampai perguruan tinggi. Khusus SMA/MA ke bawah sudah melakukan program pembelajaran dengan cara luar jaringan (luring). Hal ini tentu terkait dengan semakin rendahnya penularan Covid-19 (varian Delta) yang nyaris mendekati angka nol persen. Ditinjau dari keterisian rumah sakit sebagai akibat penularan Varian Delta nyaris sangat rendah (kira-kira 7%) pada bulan November 2021. Makanya pemerintah menetapkan sekolah/madrasah bisa menyelenggarakan program luar jaringan (luring) atau PTM dan nyaris seluruh lembaga pendidikan selevel TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA/SMK menyelenggarakan PTM dengan ketentuan bervariasi, misalnya 50% siswa masuk dan siswa yang lain system online. Hal ini disesuaikan dengan keputusan oleh masing-masing institusi pendidikan.
Sedangkan untuk institusi Pendidikan tinggi (PT) juga akan menyelenggarakan system pendidikan offline berdasarkan kepentingan pembelajaran, yaitu untuk semester 2, 4 dan yang akan menyelesaikan program studinya. Semua sudah dirancang dengan memadai, misalnya semua mahasiswa yang akan PTM harus sudah divaksin, baik vaksin 1 atau vaksin 2 dan menjalani protokol kesehatan (prokes). Dosen dan mahasiswa sudah memenuhi syarat untuk program pembelajaran yang disesuaikan dengan prokes. Sedangkan mahasiswa semester 6, bisa belajar dengan system daring atau online.
Sesungguhnya, orang tua juga berharap agar sekolah dilakukan dengan system offline (PTM). Berdasarkan survey sebanyak 70% orang tua/wali menghendaki system offline (PTM). Hal ini dipengaruhi oleh banyak variable, misalnya pembelajaran luring lebih efektif, guru dapat mengetahui secara langsung aktivitas siswa di sekolah, orang tua tidak ribet harus mengurus anaknya yang sedang daring dalam pebelajaran, hasil pembelajaran dapat diukur sendiri oleh gurunya dan orang tua juga lebih merasa puas atas relasi guru murid.
Bagi guru juga lebih senang dengan system pembelajaran offline atau PTM. Sesuai dengan sifat anak yang manja pada orang tuanya, bisa juga misalnya pekerjaan siswa itu dibantu oleh orang tuanya. Atau hasil kerja siswa bukan merupakan ukuran riil atas prestasi anak, dan anak yang tidak serius mengikuti program pembelajaran daring, misalnya belajar sambil rebahan, mematikan layar computer atau handphone dan sebagainya. Problem ini sangat dirisaukan para guru, sebab melalui system daring maka ukuran prestasi siswa menjadi kurang atau tidak terukur.
Program PTM sudah dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Yaitu pada semester genap tahun 2020/2021. Semenjak memasuki semester genap maka seluruh sekolah telah menyelenggarakan PTM dengan variasi jumlahnya. Orang tua dan guru merasa senang. Tetapi semua menjadi berantakan karena munculnya varian baru Covid-19, yaitu Omicron yang kemudian menjalar cepat di seluruh dunia. Semua negara di dunia kemudian bersiap-siap menghadapi varian baru ini. Negara-negara adidaya dan berteknologi tinggi dalam bidang kesehatan juga pontang-panting menghadapi virus ini. Keluarga virus Omicron ini memang unik berbeda dengan varian keluarga Delta. Virus Omicron ini memiliki penularan cepat tetapi tidak separah virus Delta. Artinya, meskipun penularannya cepat, tetapi daya mematikannya nyaris tidak ada, selama segera mendapatkan pengobatan.
Di kalangan PT, maka UNESA memastikan bahwa program pembelajaran akan dilakukan secara daring. Recana pembelajarn offline atau PTM dibatalkan. Sementara itu UIN Sunan Ampel, ITS, UA dan sebagainya belum menentukan sikap yang jelas. Secara langsung, Rektor UNESA, Prof. Dr. Nurhasan, menyatakan bahwa perkuliahan akan diselenggarakan dengan sistem daring.
Untuk program pembelajaran di Tingkat SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA/SMK masih variative sikapnya dalam menghadapi gelombang penularan Virus Omicron. Ada yang masih tetap menyelenggarakan Pendidikan offline (PTM) dan ada yang langsung berubah ke online atau daring. Bagi sekolah yang terdapat siswanya terpapar virus Omicron, maka langsung dilakukan perubahan system, dari offline ke online. SD Al Muslim, Surabaya misalanya langsung mengubah program pembelajarannya, karena terdapat siswa yang terpapar virus Omicron. Selama sepekan sekolah menyelenggarakan program online. Dan kelanjutannya akan disepakati oleh lembaga pendidikan dimaksud.
Memang institusi pendidikan mengalami dilemma. Di satu sisi terkait dengan tuntutan masyarakat agar program PTM diteruskan karena efektifitas dan efisiensinya, di satu sisi harus menghadapi gelombang ketiga pandemic Covid-19. Bahkan diperkirakan bahwa puncak pandemic pada bulan April 2022. Artinya, bahwa pandemic ini belum berakhir, bahkan keluarga Alpha, Mega, Beta, dan Delta dari keluarga-keluarga Covid-19 tidak berarti sudah mati. Bisa saja dalam suatu moment, varian ini masih bisa kembali menyerang. Dengan demikian, ancaman Covid-19 belum seluruhnya tuntas.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan di dalam penyelenggaraan program PTM. Pertama, memastikan bahwa semua siswa atau mahasiswa sudah melakukan vaksinasi, baik untuk periode pertama atau kedua. Dengan telah melakukan vaksinasi, maka dimungkinkan potensi penularan Omicron yang rendah. Herd Immunity bagi siswa atau mahasiswa sudah terbentuk sehingga turut serta membangun imunitas.
Kedua, perlu kepastian standart prokes pada masing-masing institusi pendidikan. Jangan ada kelengahan sedikitpun terkait dengan standar ini. Misalnya penggunaan masker, cuci tangan, dan menyemprot ruangan dengan disinfectant, atau memastikan bahwa anak dalam keadaan fix baik badan dan pakaiannya. Diperlukan penyemprotan dengan desinfektan khusus untuk siswa yang akan masuk sekolah.
Ketiga, orang tua harus menyadari bahwa Omicron ini memiliki penyebaran yang sangat cepat, sehingga jika orang tuanya selesai menjalani kegiatan yang agak mengabaikan prokes, maka harus dipastikan dirinya sehat dan tidak terpapar virus ini. Atau bahkan tanpa pengetesan kesehatan, maka kala orang tua selesai kegiatan yang seperti itu, maka harus dengan kesadarannya untuk meminta anaknya mengikuti program daring. Kebanyakan penularan itu dibawa ke rumah dari kegiatan di luar yang mengabaikan prokes. Virus Omicron ini lebih banyak menyerang anak-anak dan orang dengan usia di atas 60 tahun.
Keempat, yang lebih aman adalah mengambil langkah mengubah strategi belajar dari sistem offline menjadi online. Melalui sistem ini, maka kekhawatiran orang tua juga nyaris tidak ada, tetapi orang tua dan keluarga juga memastikan bahwa tidak ada pelanggaran prokes kala di luar rumah. Jika diperkirakan bulan April adalah masa peak season Omicron, maka diperkirakan akhir bulan Agustus akan turun, sehingga tahun ajaran baru bisa dilakukan Kembali PTM.
Dengan demikian masih diperlukan kesabaran untuk menghadapi virus Omicron, sambil terus berdoa agar badai segera berlalu. Dan kita semua meyakini bahwa pada suatu saat yang tepat Allah akan menarik semua ini, selama manusia sudah menyadari bahwa ada sesuatu yang salah di dalam memanej kehidupan khususnya dalam memanej lingkungan fisik dan juga lingkungan sosial kita.
Wallahu a’lam bi al shawab.