Orasi Ilmiah Kepemimpinan Islam: Ilfi Nur Diana Peroleh Jabatan Profesor
OpiniSuatu kebanggaan dosen adalah jika yang bersangkutan memperoleh jabatan tertinggi dalam dunia akademik, yaitu gelar Professor atau Guru Besar. Itulah yang kiranya dirasakan oleh Dr. Ilfi Nur Diana, MSi, CAHRM, CRMP, yang pada hari Kamis, 24 Agustus 2023 dikukuhkan sebagai professor dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia pada Universitas Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Prof. Ilfi dikukuhkan oleh Prof. Dr. Zainuddin, MAg, Rektor UIN Maliki Malang.
Banyak tokoh yang hadir di dalam pengukuhan gelar professor ini, di antaranya adalah Prof. Dr. HM. Ridlwan Nasir, MA, Prof. Dr. Nurkholis Setiawan, MA, Prof. Dr. Nur Syam, MSi, Prof. Dr. Babun Suharto, Dr. KH. Hasib Wahab, Dr. KH. Marzuki Mustamar, KH. Abdul Mujib Imron, Dr. Harun Al Rasyid, MAg, dan sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh organisasi keagamaan lainnya. Acara ini tentu juga dihadiri oleh segenap anggota Senat di bawah pimpinan Prof. Dr. A. Muhtadi Ridlwan, MAg. Pengukuhan professor yang sangat semarak, ditandai dengan banyaknya karangan bunga sebagai ucapan selamat, baik dari institusi pemerintah, institusi swasta, lembaga pendidikan maupun organisasi social keagamaan.
Prof. Dr. Ilfi Nur Diana menyampaikan orasi ilmiah dengan penuh percaya diri dengan membawakan makalah yang berjudul: “Kepemimpinan Islami: Paradigma Baru Dalam Menghadapi Era Disrupsi.” Ada tiga hal yang disampaikannya di dalam orasi ilmiah tersebut, yaitu: pertama, berdasarkan riset bahwa ada banyak tokoh di dunia akademis yang menulis tentang gambaran masyarakat barat yang semakin jauh dari aura ketuhanan. Arnold Toynbee (1987), misalnya menyatakan bahwa agama akan menyusut seirama hadirnya modernisasi dan sekularisasi. Jika kemajuan tersebut ditandai dengan penguasaan teknologi, maka berarti masyarakat cenderung untuk menjadi anti Tuhan, atau atheis. Namun di sisi lain, juga terdapat pandangan bahwa abad 21 diperlukan kepemimpinan yang bercorak spiritualistic. Berdasarkan kajian bahwa pemimpin yang memiliki basis spiritualitas ternyata bisa bertahan, tangguh dan memiliki keyakinan yang kuat. Delbercq (professor di bidang Manajemen di St. Clara Uiniversity California) (2019) melakukan kajian atas 30 ilmuwan, akademisi dan praktisi ternyata menghasilkan gambaran bahwa mesti terdapat kepemimpinan alternatif sebagai conter balance atas kepemimpinan konvensional yang lebih menekankan pada hard skilled. Dunia Barat sedang berubah menuju arah membangun kepemimpinan yang berbasis spiritualitas. Sedangkan Fukuyama (2017) berkonsepsi bahwa dewasa ini sedang terjadi situasi yang tidak mengenakkan seperti meningkatnya kejahatan, kelahiran anak tanpa ayah, pendidikan yang terus menurun dan hilangnya trust. Menurut Prof. Ilfi, diperlukan suatu model kepemimpinan baru, dan hal tersebut terkait dengan kepemimpinan spiritual.
Kedua, ada berbagai pendekatan dalam menganalisis atas kepemimpinan di dunia. Di antara pendekatan tersebut adalah pendekatan karakteristik atau trait theory. Di dalam konteks ini, maka yang dikaji adalah watak pemimpin, misalnya kepribadiannya, motivasinya, nilai dan keterampilan serta energi yang dimiliki seorang pemimpin. Pendekatan ini berdasar atas asumsi bahwa ada orang yang memiliki bakat memimpin. Lalu pendekatan perilaku atau behaviour theory. Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan antara kepemimpinan yang efektif dan tidak efektif, yang difaslitiasi oleh perilaku pemimpin. Di antara yang melakukan kajian dengan pendekatan ini adalah studi kepemimpinan oleh Ohio State University dan University of Michigan. Kemudian kepemimpinan situasional, yang berasumsi bahwa tiada kepemimpinan yang sempurna dan tidak ada kepemimpiann yang universal, sebab kepemimpinan terkait dengan situasi di mana seorang pemimpin tersebut hadir. Dan yang berikutnya adalah kepemimpinan modern. Di antara yang dapat dimasukkan di dalam pendekatan ini adalah kepemimpinan kharismatis dan kepemimpinan transaksional. Konsepsinya bahwa kepemimpinan itu ditentukan oleh factor relasi antara pemimpin dan yang dipimpin melalui pembagian tugas dan fungsi yang jelas di antara keduanya.
Ketiga, yang sekarang sedang terjadi adalah kepemimpinan baru. Di antara yang menjadi bagian dari kepemimpinan ini adalah kepemimpinan moral dan kepemimpinan spiritual. Kepemimpinan moral ditandai dengan sikap dan tindakan pemimpin yang tidak sombong, kerendahan hati dan tidak arogan. Sedangkan kepemimpian spiritual ditandai dengan upaya mencapai tujuan dengan sikap, perilaku, kepribadian yang kooperatif dan pemberian teladan yang positif.
Lalu bagaimana dengan kepemimpinan Islami? Berdasarkan kajian Khan (2009), bahwa kepemimpinan Islami itu memiliki indicator: Faith and believe, Knowledge and wisdom, Courage and determination, Mutual consultation and unity (fraternity and brotherhood, Morality and piety (honesty and trust), superior communication, justice and compassion, patience and endurance, Commitment and sacrifice, lifelong endeavour, gratitude and prayer. Menurut Prof. Ilfi, bahwa di dalam kepemimpinan yang diperlukan adalah soft dimension, yaitu keimanan dan ketaqwaan pada Tuhan, kesadaran tugas sebagai khalifah Allah di bumi, sehingga seorang pemimpin akan memiliki jiwa dan kepribadian yang kuat di dalam menjalankan roda kepemimpinannya.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa kepemimpinan yang berbasis moralitas dan spiritualitas tersebut akan mengedepankan: spiritualitas, profesionalitas, agility, hubungan kemanusiaan, moralitas sebagai basis kebenaran, memberdayakan bawahan dan mampu memberikan keteladanan.
Sebagai novelty dari kajian ini, bahwa seorang pemimpin akan berhasil jika memiliki soft dimension. Kajian ini memberikan gambaran bahwa kepemimpinan Islam akan dapat menjadi alternatif untuk kepemimpinan di masa yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.