(Sumber : Stie Indonesia Banjarmasin)

Para Mahasiswa: Menulislah Pasti Bisa

Opini

Pada awal perkuliahan saya di berbagai tempat, misalnya di Program Doktor dan Magister di UIN Sunan Ampel, di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, di UIN KHAS Jember, di UNISMA, di IAIN Kediri dan IAIN Pontianak pada semester Juli-Desember 2023 atau pada semester berlangsung, maka yang pertama saya tekankan adalah agar mereka menulis. Di antara ciri dari kaum akademisi dan intelektual adalah banyaknya tulisan dan kualitas tulisan yang diungkapkannya pada dunia public, baik dalam bentuk buku, artikel maupun karya ilmiah popular. Jika kita tidak melakukannya, maka bisa orang akan meragukan kapasitas kita sebagai magister, doctor apalagi professor.

  

Menulis adalah kerja akademis. Siapa yang banyak menulis, maka dia akan dikenang sebagai akademisi yang memiliki kapasitas yang memadai. Sebagai contoh, Prof. Dr. Zakiyah Darajat atau Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Nurkholis Majid,  maka meskipun sudah wafat akan tetapi citasinya terus berlangsung dan masih tetap menduduki peringkat 100 ilmuwan terkemuka di Indonesia. Hal ini menandakan betapa abadinya seseorang jika di masa hidupnya menulis dengan tulisan yang berkualitas. Inilah makna dari yang saya  ungkapkan “verba volant scripta manent”, jika dibicarakan akan hilang jika ditulis akan abadi. 

  

Saya pernah mentashihkan ungkapan ini kepada Romo Markus Solo, Putra NTT yang mengabdi di Vatican. Sebagai Bahasa Latin, maka Romo Markus dipastikan memahami. Dan ternyata yang saya tulis sebelumnya itu ada kekeliruan. Saya mengungakapkannya: “verba valent scripta manent.” Lalu oleh Romo dikoreksi sebab yang benar adalah “verba volant scripta manent.” Hal yang menggembirakan saya bahwa ungkapan ini yang dijadikan sebagai status info Whats App di dalam nomor handphone-nya. Bagi saya ungkapan ini bisa menjadi pendorong bagi tulisan-tulisan yang saya upload. Aku menulis aku ada, sama seperti aku berpikir aku ada atau aku ada aku berpikir. Kita tidak usah berdebat tentang aku ada dulu atau aku menulis dulu. Biarlah ahli filsafat yang mendiskusikannya.

  

Saya minta mahasiswa untuk membuka nursyamcentre.com atau nursyam.uinsby.ac.id yang selama ini menjadi tempat untuk mengekspresikan diri saya. Di dua web ini saya mengekspresikan diri saya lewat tulisan-tulisan yang terus mengalir dalam keseharian saya. Para  mahasiswa saya minta untuk membuka satu persatu rubrik di nursyamcentre.com agar mereka mengenal tema-tema tulisannya, baik di rubrik opini, riset, horizon, khazanah, kelas milenial, pepeling, dan informasi. Agar mereka mencermati tulisan-tulisan tersebut, sehingga akan mengetahui apa tema-temanya, apa langgam bahasanya, berapa jumlah karakter tulisannya dan juga perumusan judul tulisannya. 

   

Para mahasiswa juga saya minta untuk mencermati rubrik publication, yang berisi jurnal dan buku. Jurnal ini sangat penting dicermati sebab mahasiswa tentu harus menulis artikel yang hal tersebut menjadi bagian dari tradisi akademiknya. Saya minta kepada mahasiswa untuk mencermati jurnal internasional yang sudah digawangi oleh NSC. Ada jurnal yaitu: Internasional Journal of Dinamics Law Review (IJDLR) dan International Journal of Islamicate Social Studies (IJISS). Saya minta para mahasiswa untuk mencermati tentang  tema-tema dalam jurnal, selingkungnya, dan juga ragam tulisan di dalamnya. 

  

Mengapa mahasiswa program magister dan doctor harus menulis? Tentu ada tiga alasan penting. Pertama, menulis itu perlu proses pembiasaan. Tidak semata-mata bakat. Saya penganut aliran konvergensi. Bahwa ada bakat dan ada factor lingkungan. Bakat saja tidak cukup jika tidak dilakukan upaya untuk  mengaktualkan bakat tersebut. Bagi saya pengalaman menulis lebih penting dibandingkan dengan bakat. Ibaratnya, bakat itu seperti kertas putih yang hanya ada titiknya dan untuk meneruskan menggambar dari titik tersebut diperlukan upaya secara optimal. Jadi, bakat tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan upaya untuk mengaktualkannya. Saya juga rasanya tidak memiliki bakat menulis yang hebat. Biasa-biasa saja. Akan tetapi karena terlatih, maka rasanya saya bisa menulis kapan saja dan di mana saja. Tidak harus ada waktu khusus untuk menulis. Bisa di dalam pesawat, di mall, di caffee, di kantor, di rumah, dan juga di saat rekreasi. Tulisan-tulisan tersebut meluncur begitu saja tanpa harus didesain sedemikian ketat. Mengalir saja.

  

Kedua, belajar untuk terampil menulis. Jika para mahasiswa inginkan keterampilan menulis, maka yang diperlukan adalah berlatih dan berlatih. Jangan berharap misalnya sekali menulis bisa tembus di Harian Kompas, Jawa Pos atau koran lainnya. Anda butuh waktu berulang-ulang untuk mengaktualkannya. Apalagi jika tulisan di koran maka ada persyaratan harus up to date, kekinian atau terkait dengan masalah yang lagi ngetrend atau menjadi bahan pembicaraan hangat di masyarakat. Namun demikian seiring dengan perkembangan kemampuan menulis, maka lama kelamaan tetapi pasti kita akan mendapatkan peluang dimaksud.

  

Ketiga, komitmen untuk menulis. Sebagai orang yang termasuk bersetuju dengan konsepsi David Mc Cleland, tentang Need for Achievement atau  kebutuhan berprestasi, maka kita sebaiknya memiliki keinginan untuk berprestasi dalem level apapun. Tidak harus keinginan berprestasi dalam high level, akan tetapi yang penting bisa menyumbangkan legacy untuk orang lain, komunitas atau masyarakat, khususnya komunitas akademik. 

  

Di masa lalu, tahun 2005-2008 di saat saya membantu Prof. Ridlwan Nasir sebagai Pembantu Rektor bidang administrasi dan berlanjut menjadi Rektor IAIN Sunan Ampel 2009-2012, maka menulis itu untuk memberikan teladan kepada para dosen khususnya dosen muda agar terus beraktivitas menulis. Saya tentu masih ingat setiap bertemu dengan dosen muda IAIN Sunan Ampel saya bertanya kepadanya: “masih menulis”? jika dijawab tidak, maka lalu saya nyatakan: “saya yang sibuk begini masih bisa menulis, seharusnya sampeyan juga bisa.” 

  

Itulah sebabnya saya harus menulis setiap hari, bahkan terkadang harus diupload sebelum jam 24.00 WIB. Saya masih ingat kala di rumah Tuban dan di desa saya itu tidak ada WF, maka saya harus pergi ke Tuban hanya untuk upload tulisan. Di Kantor Telkom di Tuban, saya bisa menggunakan WF untuk upload tulisan. Mengejar setiap hari harus ada tulisan yang diunggah. 

  

Dari sinilah tradisi menulis tersebut terus berlangsung. Meskipun sempat jeda, kira-kira setahun, akan tetapi kemudian memulai lagi. Dan keterusan tradisi menulis tersebut terjadi hingga sekarang. Tulisan itu bisa bermacam-macam temanya, dan bervariasi kontennya, tetapi yang jelas konsistensi itu penting.

  

Selamat mencoba untuk menulis. Tidak ada kata terlambat dalam mentradisikan diri untuk menulis. Verba volant scripta manent. Jika hanya diomongkan hilang, jika dituliskan menjadi abadi.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.