Penembakan di Kantor MUI: Upaya Teror atau Hanya Islamophobia
OpiniMenjelang tahun politik, ternyata usaha-usaha untuk melakukan tindakan kekerasan, baik simbolik maupun actual sudah mulai terjadi. Kekerasan politik tersebut bisa menjadi salah satu warning yang nyata bahwa aparat keamanan harus semakin bekerja ekstra keras untuk menihilkan atau sekurang-kurangnya mengurangi berbagai upaya tindakan kekerasan terutama kekerasan actual yang terjadi akhir-akhir ini.
Salah satu di antara kekerasan actual adalah penembakan yang terjadi di Majelis Ulama Indonesia (MUI) 02/05/2023, yang dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, dan akhirnya/ penembak tersebut meninggal dan berdasarkan pemeriksaan dinyatakan sebagai terkena serangan jantung. P/enembak tersebut berasal dari Lampung, dan telah beberapa kali/ berkirim surat ke MUI. Peristiwa ini tentu membuat kaget banyak orang, sebab MUI selama ini tentu tidak menjadi kumpulan orang-orang yang melakukan tindakan untuk mengeksekusi atas/ perilaku kejahatan terror atau perilaku orang-orang yang Islamopobia. MUI ada/lah lembaga yang menjadi tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai organisasi Islam.
Ada beberapa variable yang berada di seputar peristiwa ini, yaitu: pertama, mulai semaraknya gerakan politik yang penting untuk jabatan presiden dan wakil presiden. Semenjak awal tahun ini, maka tensi perpolitikan nasional menghangat ditandai dengan munculnya berbagai koalisi antar partai politik untuk kepentingan artikulasi kepentingan politik. Menjadi semakin menghangat terutama terpilihnya Ganjar Pranowo sebagai pilihan politik Megawati, dengan menaikkan status dari “petugas partai” menjadi “calon presiden RI.”
Pemilihan atas Ganjar Pranowo ini membuat peta koalisi berubah. Sekarang sedang terjadi tarik menarik antar partai politik untuk menentukan siapa kawan dalam koalisi dan siapa lawan koalisi. Tokoh-tokoh partai pada sibuk untuk mengajukan siapa yang akan mendampingi, Ganjar, Prabowo dan Anies. Tiga tokoh yang diusung oleh partai-partai politik. Ganjar diusung oleh PDI-P, Anies oleh Nasdem dan PKS, Prabowo diusung oleh Gerindra dan PKB.
Kedua, terkuaknya beberapa “masalah” yang dihadapi oleh Pesantren Az Zaytun. Pesantren Az Zaitun ini memang sering menjadi sorotan masyarakat, terutama dikaitkan dengan pengasuhnya, Panji Gumilang, yang berdasarkan laporan yang dianggap valid merupakan bagian dari Gerakan Negara Islam Indonesia (NII) bahkan dinyatakan sebagai pemimpin NII. Selama bertahun-tahun nama ini dikaitkan dengan NII dan gerakan-gerakan yang melibatkan beberapa tindakan terror di Indonesia. Meskipun tidak didapatkan data yang riil tetapi selalu saja gerakan terorisme bisa dikaitkan dengan NII.
Masalah yang memantik reaksi termasuk reaksi MUI adalah terkait dengan shalat idul Fitri yang dilakukan di pesantren Az Zaitun. Selama ini tafsir tentang tata cara berjamaah adalah lelaki di shaf depan dan perempuan di shaf lainnya. Biasanya berada di tempat sendiri yang dibatasi dengan tabir kain penyekat. Tetapi di dalam jamaah shalat Id didapati perempuan berada di shaf depan dan ///di belakangnya jamaah lelaki. Saya tidak akan memberikan penjelasan fiqh, biarlah ahli fiqh yang memberikan pendalaman atas masalah ini. Hanya secara sosiologis, di Indonesia, memang tradisi di Az Zaitun itu tidak lazim. Pantas jika kemudian memantik jawab jinawab di media social.
Di dalam penjelasannya, Panji Gumilang justru menantang terhadap para ulama termasuk MUI bahwa pesantren Az Zaitun tidak ber/madzab kepada madzhab empat, tetapi mengikuti tafsirnya sendiri. Bahkan //Panji Gumilang berkeinginan agar di dalam shalat jum’at nanti akan dilakukan oleh seorang perempuan. Hingga /sekarang perdebatan melalui media social masih berkelanjutan di antara para ahli atau ulama-ulama Islam tentang paham keagamaan Panji Gumilang tersebut.
Ketiga, tuntutan yang semakin keras atas penerapan Islam secara kaffah melalui perubahan sistem pemerintahan dari sistem demokrasi ke sistem khilafah dan dari bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI ke bentuk pemerintahan khilafah. Selalu didengungkan bahwa khilafah merupakan satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah-masalah rakyat Indonesia, khususnya korupsi dan kemaksiatan. Bagi mereka ini, bahwa khilafah Islamiyah merupakan satu-satunya cara agar negara menjadi sejahtera. Meskipun tidak dijumpai satu sistem khilafah yang berhasil tetapi keyakinan tersebut terpateri dengan kua///t dan tidak mundur sedikitpun. HTI meskipun sudah dihentikan aktivitas or//ganisasinya, tetapi metamorfosisnya tidaklah berhenti. Terdapat juga misalnya gerakan khilafah yang berkembang di Lampung dan sudah memasuki wilayah Jawa Barat dan DKI. Gerakan khilafah ini merupakan gerakan laten yang kapan saja bisa muncul ke permukaan. Pertarungan wacana dalam akun-akun di media social masih terus berlangsung.
Dari ketiga latar social politik ini, kiranya kita dapat melakukan mapping tidak// dengan tujuan menyudutkan salah satunya tetapi mencoba menemukan motifnya me/skipun bercorak more or less. Penembakan di kantor MUI jelas bukan dilakukan atas kecelakaan biasa akan tetapi by design pelakunya. Juga bukan tindakan untuk melakukan kekerasan atas ulama yang didesain oleh orang-orang yang Islamopobia atau orang yang tidak menyukai para ulama.
Memperhatikan atas realitas di atas, maka bisa digambarkan bahwa tindakan melakukan penembakan pada kantor MUI bukanlah islamophobia akan tetapi adalah terror yang secara sengaja diciptakan terhadap pemimpin Islam, bahwa di sana-sini terdapat orang yang tidak sehaluan dengan pemikiran dan tafsir agama yang dilakukan oleh MUI. Selama ini dianggap bahwa MUI selalu mendukung pemerintah, maka dengan terror ini memberi warning terhadap para ulama agar jangan mendukung pemerintah saja, tetapi juga memperhatikan terhadap kelompok lain yang tidak segagasan atau tidak sejalan dengan pemerintah.
Melalui analisis sederhana ini, maka bisalah kiranya diduga, sekali lagi diduga, bahwa tindakan ini dilakukan oleh orang di luar organisasi Islam mainstream, bersifat a-sosial, akan tetapi bertujuan untuk pemenuhan kepentingan kelompoknya sendiri.
Wallahu a’lam bi al shawab.