(Sumber : Bola.com)

Piala Dunia 2022: Antara Skill, Seni dan Sihir dalam Sepak Bola

Opini

Saya bukan penggemar gila bola (gibol). Saya hanya seorang penikmat permainan sepak bola terutama melalui media televisi. Makanya, saya bukanlah orang yang bisa bercerita tentang sepak bola dari A-Z, baik dari strategi permainan, kualitas permainan,  bahkan talen-talen sepak bola yang hebat, baik di masa lalu maupun sekarang. Tetapi sebagai “penggemar” tentu saya sedikit menikmati sajian permainan sepak bola, baik yang siaran langsung maupun yang tayangan tunda.

  

Kala masih muda saya juga sering menonton even sepak bola dalam skala intenasional, seperti pertandingan Liga Champion, Toyota Cup, Piala Dunia Sepak bola, dan Piala Eropa melalui TV. Di masa lalu saya juga memiliki pemain-pemain idola. Pada Era Trio Belanda,  Frank Rijkaard, Marco van Basten dan Ruud Gullit, bukan trio kwek-kwek—saya sungguh menjadikan ketiganya sebagai pemain idola. Sewaktu ketiganya bermain untuk AC Milan, maka saya juga sangat menyukai tim ini. Jika AC Milan main dalam event apapun saya berusaha untuk menontonnya. Bahkan rela meninggalkan pekerjaan yang seharusnya saya lakukan. Saya masih ingat pada tahun 1989, saya mengajar di Institut Keislaman Hasyim Asy’ari Jombang, yang jatuh pada Hari Ahad. Tetapi kebetulan hari Ahad itu terdapat pertandingan Piala Toyota yang mempertemukan juara Eropa dan Amerika Latin, di mana AC Milan dengan trio Belandanya bermain, maka saya tidak berangkat ke Jombang dari Tuban. Saya waktu itu masih menetap di Tuban, yang biasanya setiap Ahad mengajar di IKAHA. AC Milan sebagai juara piala Interkontinental  kalau tidak salah melawan Atletico Nacional. Saya harus memilih salah satunya, mengajar atau menonton bola, maka saya pilih menonton bola. 

  

Sebagai individu yang menyukai sepak bola tentu saya tahu tentang legenda-legenda sepak bola dunia. Misalnya Pele, Zico, Ronaldo, Ronaldinho, Kaka dan Roberto Carlos dari Brazil, atau Frans Backenbauer dari Jerman, Johan Cruiff dari Belanda, Barnes dari Inggris, Gabriel “batigol” Batistuta dari Argentina. Kemudian Zinedine Zidan (Perancis), Michael Platini (Italia) dan sebagainya. Saya juga tahu misalnya pemain sepakbola masa sekarang seperti Christiano Ronaldo (CR7), Lionel Messi (Argentina), Karim Benzema (Perancis),  Herry Keane ( Inggris), dan lainnya. Termasuk juga bintang-bintang sepakbola Indonesia di masa lalu, seperti Maulwi Saelan, Ramang, hingga Ajad Sudrajad, Robby Darwis, Joko Malis, Rusdy Bahalwan, sampai Sandy Kurniawan, dan  Evan Dimas.

   

Saya teringat pada piala Eropa, saya lupa tahunnya, kala Belanda bermain, dipastikan saya menontonnya, dan pagi harinya membaca ulasan berita di Jawa Pos, maka ada satu berita tentang permainan Belanda dan diinformasikan: “Gullit, umpanmu itu umpanmu”, yang menggamabarkan bagaimana Ruud Gullit memanjakan pemain depan Basten dan Rijkard untuk dengan leluasa memenangkan pertandingan. Di antara sekian pemain sepak bola, maka yang menjadi kegemaran saya adalah trio Belanda ini.

  

Sepak bola merupakan olah raga yang melibatkan keterampilan menggocek bola, menendang dan menyundul bola serta teknis permainan bola lainnya. Penggemar sepakbola akan mengagumi bagaimana dribbling bisa dilakukan dengan Teknik tinggi, misalnya Ronaldo atau Messi atau tendangan Canon Ball Carlos. Sungguh di dalam menggocek bola dan menendang bola dengan kemampuan atau teknik tinggi itulah yang menjadi sensasi di dalam permainan sepak bola. Ronaldo atau Ronaldinho dari Brazil,  Ronaldo dari Portugal dan Messi dari Argentina  memiliki sihir bermain bola yang tuntas. Melalui kemampuannya yang aduhai itulah maka mereka menjadi ikon dalam sepakbola dunia. 

  

Sepak bola juga melibatkan seni. Ada seni di dalam sepakbola. Seni bekerja sama, seni memainkan bola, seni selebrasi, seni berlari, seni menipu lawan dalam perebutan bola, dan seni penampilan fisik dalam permainan bola. Semuanya tersaji dalam 90 menit pertandingan sepak bola. Bagi penggemar bola, maka permainan sepakbola itu melibatkan pikiran, emosi dan uang. Jika timnya kalah, maka emosi bisa memuncak, antara kecewa dan marah. Dan jika menang maka akan merasa gembira dan melambungkan perasaan senang. Sepakbola telah menjadi “Tuhan” baru dalam kehidupan para penggemarnya. Itulah sebabnya setiap tim sepakbola memiliki fans yang fanatic, bahkan rela untuk mengorbankan segalanya, termasuk jiwanya.

  

Bagi orang Eropa, para penggemar bola, maka isteri keduanya adalah bola. Istri pertama adalah pekerjaannya dan isteri keduanya adalah bola. Maka jika Lelah bekerja, maka pada akhir pekan mereka melimpahkan kegembiraannya dengan mendatangi lapangan sepak bola di mana klub idolanya bermain. Itulah sebabnya hampir semua pertandingan sepakbola dipenuhi oleh penggemarnya. Orang rela untuk langganan tiket sepakbola setahun agar bisa menonton bola setiap waktunya.

  

Sepak bola adalah sihir modern. Saya yang tidak penggemar sepakbola tetap saja menonton program ini. Saya merasa ada yang hilang jika ada tim sepakbola yang underdog lalu menang seperti kala Arab Saudi menang melawan Argentina atau kala Jepang mengalahkan Jerman dan saya tidak menikmatinya. Tetapi di atas segalanya, saya sangat menyukai permainan tim Brazil. Saya selalu gembira jika tim Brazil menang. Untunglah saya dapat menonton Tim Brazil melawan tim Serbia yang berakhir 2:0. Tetapi yang saya kira menjadi magnit dalam permainan itu adalah gol yang dilesakkan oleh Richarlison menit ke 73. Melalui umpan Vinicius dari sisi kiri kemudian diterima Richarlison dan dengan tendangan membalik badan secara akrobatik, maka bola melewati punggung pemain Serbia dan masuk ke gawang. Sungguh indah gol itu.

  

Saya yang bukan penggila bola saja bisa menikmati gol ini, dan saya anggap inilah sihir dalam dunia sepakbola. Keindahan golnya, teknik tendangannya dan akurasi tendangannya sungguh sangat sayang jika tidak dinikmatinya. Dan para penggemar bola pasti  menikmatinya.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.